Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina
Jangan biarkan waktu berlalu begitu saja tanpa ada nilai ibadah yang bisa kita raih. (Foto : Ist)
TAK TERASA, hari ini kita telah berada di penghujung bulan Dzulhijjah 1443 H. Itu artinya, kita juga telah berada di penghujung tahun 1443 H.
Bulan Dzulhijjah akan segera berganti menjadi bulan Muharram. Bersama dengan itu pula, tahun 1443 H berganti menjadi tahun baru 1444 H.
Rasanya baru kemarin bermuhasabah diri di malam pergantian tahun 1442 H menjadi 1443 H. Di momentum itu pula banyak orang yang memiliki resolusi untuk memperbaiki diri, meningkatkan kualitas ibadah, dan menjauhkan diri dari berbagai maksiat.
Namun apa yang terjadi, perbaikan diri masih jauh dari yang diharapkan. Kualitas ibadah masih biasa-biasa saja, bahkan maksiat masih digemari.
Tapi kini, tahun 1443 H akan segera berganti. Seolah-olah semuanya berjalan dengan cepat. Berputar dan bergilir tanpa bisa dikendalikan. Waktu pun telah berlalu, tanpa perbaikan seperti resolusi yang direncanakan.
“Ujug-ujug”, mungkin itulah istilah yang paling tepat. Istilah untuk mewakili kondisi dimana seseorang baru menyadari bahwa kesempatan yang diberikan untuknya tinggal beberapa saat lagi akan berakhir.
Seperti halnya sebuah kisah yang pernah disampaikan oleh seorang Ustadz pada suatu forum kajian. Kisah mengenai beberapa orang yang berprofesi menjadi pencari kerang mutiara.
Al kisah, setiap pagi para pencari kerang datang ke rumah sang Bandar kerang mutiara untuk meminta peralatan yang akan digunakannya menyelam ke dasar laut. Seluruh pencari kerang mendapatkan satu tabung berisi oksigen dan perlengkapan lainnya untuk menyelam mencari kerang mutiara.
Setelah semuanya mendapatkan perlengkapan, kemudian para pencari kerang diantar menggunakan sebuah kapal motor ke tengah laut. Kemudian, jebuuuurr.... satu per satu para pencari kerang terjun ke dasar laut.
Begitu menyelam, banyak pencari kerang yang mulai terbuai oleh indahnya dasar laut. Ada ikan hias yang menari-nari, ada pula batu karang yang warna warni. Keindahan itu telah membuat para pencari kerang mutiara semakin dalam menyelam semakin lupa dengan tujuan awalnya.
Setelah beberapa saat menyelam di dalam laut, para penyelam baru menyadari bahwa tujuan utamanya menyelam adalah untuk mencari kerang mutiara bukan untuk tamasya. Mereka pun segera mencari kerang mutiara dan dimasukkan ke dalam keranjang untuk dibawa pulang.
Sayangnya, ada satu orang pencari kerang mutiara yang justru semakin terlena keindahan dasar laut. Dia benar-benar lupa tujuan awalnya menyelam ke dasar laut. Hingga akhirnya, alarm di tabung oksigennya berbunyi. Biiippp.... biiippp.... biiippp....
Dia baru tersadar, bahwa oksigen di dalam tabungnya sudah hampir habis. Oleh karenanya dia juga harus segera kembali ke kapal motor yang menunggu di permukaan air laut. Karena kalau tidak, maka nyawa jadi taruhannya.
Namun ternyata dia juga baru sadar bahwa tabung oksigen dan peralatan menyelam lainnya adalah bukan miliknya, melainkan milik sang Bandar kerang mutiara. Terbayang pula olehnya bahwa sang Bandar akan memarahinya dan menuntut ganti dari fasilitas menyelam yang telah digunakannya.
Dan akhirnya, setelah mereka sampai di hadapan sang Bandar, satu per satu para pencari kerang mutiara menyerahkan hasil penyelamannya. Sang Bandar kemudian memberikan kompensasi sejumlah uang kepada setiap pencari kerang mutiara setelah dipotong biaya penyelaman.
Tibalah giliran pencari kerang mutiara yang terlena keindahan dasar laut. Keringat mengucur deras di keningnya, dan terasa dag dig dug keras jantungnya ketika dia berdiri di hadapan sang Bandar.
“Mana kerang mutiara hasil tangkapanmu?” tanya sang Bandar.
“E... anu, anu Bos....” jawab sang pencari kerang tidak jelas.
“Anu, anu, anu apa?!!” bentak sang Bandar marah.
Sang Bandar sepertinya sudah tahu bahwa pencari kerang yang ada di hadapannya gagal mendapatkan kerang mutiara.
“E.... anu Bos, eee... saya tidak berhasil mendapatkan kerang mutiara, Bos.” jawab sang pencari kerang ketakutan.
Marahlah sang Bandar, dan semua yang dibayangkan oleh pencari kerang mutiara pun terjadi. Namun tidak hanya sekedar memarahi dan meminta ganti rugi, sang Bandar bahkan tidak memberikan kesempatan lagi bagi pencari kerang tersebut untuk bekerja bersama teman-temannya yang lain.
Begitulah nasib orang yang terlena dan akhirnya melalaikan waktu yang dimilikinya. Lalu, bagaimana dengan kita?
Kita hidup di muka bumi ini menggunakan fasilitas lengkap dari Allah SWT. Fasilitas itu diberikan secara gratis oleh Allah SWT. Sudahkah kita menggunakan fasilitas tersebut sesuai dengan tujuan Allah menciptakan kita di muka bumi ini?
Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)
Tujuan Allah menciptakan manusia di muka bumi ini adalah untuk beribadah hanya kepada-Nya. Perhatikan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah hanya kepada-Ku.”
Allah akan memberikan pertanyaan dan meminta pertanggungjawaban kepada kita. Jawaban apa yang akan kita berikan ketika Allah bertanya nanti? Mampukah kita mempertanggungjawabkan semuanya?
Solusinya adalah, jangan biarkan waktu berlalu begitu saja tanpa ada nilai ibadah yang bisa kita raih. Karena sejatinya ibadah tidak hanya ibadah mahdhah, namun lebih luas lagi dengan adanya ibadah ghairu mahdhah.
Ibadah mahdhah adalah ibadah yang selama ini kita kenal seperti shalat, puasa, zakat, haji, dan jenis-jenis ibadah lainnya. Sementara itu, ibadah ghairu mahdhah adalah segala amal shalih yang diniatkan karena Allah untuk mendapatkan ridha dan pahala dari Allah SWT.
Dengan adanya ibadah ghairu mahdhah, sejatinya Allah SWT memberikan kesempatan kepada kita untuk senantiasa dalam keadaan beribadah dari mulai bangun tidur hingga tidur lagi. Itulah sebabnya, Baginda Rasulullah SAW mengajarkan berbagai do’a kepada kita agar setiap aktivitas yang kita lakukan bernilai ibadah di hadapan Allah SWT.
Merugilah kita, apabila waktu yang Allah berikan kepada kita berlalu begitu saja. Merugilah kita, apabila kita tidak memanfaatkan waktu yang Allah berikan untuk beribadah kepada-Nya.
Untuk itu, di penghujung tahun 1443 H ini, tidak ada kata terlambat bagi kita untuk kembali kepada Allah SWT dengan cara menuntut ilmu, mengimaninya, mengamalkannya, dan mendakwahkannya. Istiqamah dalam kebenaran walaupun berat, dan sabar dalam menghadapi segala ujian hidup dan kehidupan.
Dunia hanya sementara. Jangan biarkan pesona dunia membuat kita terlena. Jangan biarkan kenikmatannya, melalaikan kita untuk mendapatkan kenikmatan dan kebahagiaan abadi di sisi Allah SWT.
Sebagaimana Allah mengingatkan kepada kita dalam Al-Qur’an surat Al-Ashr ayat 1-3 yang artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang yang beriman dan beramal shalih, dan saling menasihati dalam kebenaran dan saling menasihati dalam kesabaran.” (*)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait