LONDON, iNewsSerpong.id - Pangeran Charles atau Prince of Wales secara otomatis menjadi Raja Inggris menggantikan ibunya, Ratu Elizabeth II, yang meninggal pada Jumat (9/9/2022). Ia adalah pewaris terlama dalam sejarah Inggris, peran yang ia ambil pada usia tiga tahun ketika ibunya menjadi Ratu pada tahun 1952.
Tahkta Kerajaan Inggris tidak pernah kosong dan segera diteruskan setelah raja meninggal. Dikutip Time dari The Guardian, rencana suksesi memerintahkan Charles untuk membuat pidato pertamanya kepada publik sebagai kepala negara pada malam setelah meninggalnya Ratu Elizabeth dan akan secara resmi diumumkan sebagai raja pada pukul 11 pagi keesokan harinya di Istana St. James di London.
Sementara itu, parlemen Inggris akan berkumpul dalam waktu 24 jam setelah kematian Ratu Elizabeth sehingga anggota parlemen dapat bersumpah setia kepada kepala negara yang baru.
Penobatan Charles kemungkinan tidak akan terjadi setidaknya selama beberapa bulan karena tradisi mengadakan perayaan seperti penobatan selama masa berkabung dianggap tidak sopan. Ratu Elizabeth II menunggu 16 bulan setelah kematian ayahnya Raja George V pada Februari 1952.
Setelah upacara pengumuman, Charles akan segera memulai tur ke empat negara yang membentuk Inggris Raya: Inggris, Wales, Skotlandia, dan Irlandia Utara. Dia akan bertemu dengan para pemimpin pemerintah mereka yang dilimpahkan, serta masyarakat lokal.
Sementara itu terkait upacara penobatan, ada perdebatan di Inggris tentang seberapa agung dan religius penobatan Charles.
Untuk diketahui, upacara penobatan Ratu Elizabeth II sarat dengan tradisi Kristen Anglikan - termasuk pengurapan dengan minyak suci dan pengambilan komuni. Itu dimaksudkan untuk menandakan penganugerahan rahmat Tuhan kepada raja, yang juga kepala Gereja Inggris.
Banyak yang ingin melihat tradisi keagamaan itu dipertahankan. Tetapi pada tahun 2018, Unit Konstitusi, sebuah wadah pemikir di University College London, merilis sebuah laporan yang menyatakan bahwa upacara penobatan harus sekuler mengingat keragaman negara. Ini menunjukkan bahwa lebih dari setengah populasi Inggris tidak memiliki afiliasi agama, sementara dua pertiga dari mereka yang menghadiri upacara keagamaan bukanlah orang Kristen Anglikan.
“Upacara sekuler bisa merayakan keragaman bangsa dengan cara yang tidak bisa dilakukan oleh layanan Anglikan,” katanya.
Betapapun religiusnya, upacara tersebut kemungkinan akan menjadi urusan yang jauh lebih kecil daripada Ratu Elizabeth II pada tahun 1953, yang dihadiri oleh lebih dari 8.000 tamu dan menampilkan prosesi 40.000 tentara dan 24 band militer.
Mengingat bahwa pemerintah Inggris membayar penobatan sebagai acara kenegaraan, kemungkinan akan ada tekanan untuk mengurangi biaya kali ini, di era pengawasan ketat terhadap keuangan kerajaan dan kesulitan ekonomi yang dihadapi banyak warga Inggris di tengah meningkatnya biaya energi.(*)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait