Sajah pun menjawab, “apakah wanita harus terlebih dahulu yang memulai? Maka silahkan lelaki dahulu yang memulai”. Musailimah pun menyebutkan wahyu yang turun kepadanya,
أَلَمْ تَرَ إِلَى رَبِّكَ كَيْفَ فَعَلَ بِالْحُبْلَى؟ أَخْرَجَ مِنْهَا نَسَمَةً تَسْعَى، مِنْ بَيْنِ صِفَاقٍ وَحَشَا. قَالَتْ: وَمَاذَا؟ فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ خلق للنساء أَفْرَاجَا، وَجَعَلَ الرِّجَالَ لَهُنَّ أَزْوَاجًا،
“Tidakkah kau lihat kepada Rabbmu bagaimana Rabbmu bertindak kepada wanita hamil? Sesungguhnya wanita hamil mengeluarkan nyawa yang keluar dari isi perut”.
Lalu Sajah bertanya kembali: “dan wahyu apalagi?”. Musailimah menjawab: “Sesungguhnya Allah menciptakan bagi para wanita wanita vagina-vagina dan menjadikan bagi mereka para lelaki sebagai pasangan mereka….” (2)
Dia menyebutkan perkataan-perkataan amoral lainnya yang dia anggap sebagai wahyu.
Intinya akhirnya Sajah bersaksi bahwa Musailimah adalah benar-benar seorang nabi. Lalu mereka berdua pun menikah, setelah itu Sajah kembali kepada kaumnya dan dengan gembira dia mengabarkan kepada kaumnya bahwa Musailimah telah menikahinya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait