HIKMAH JUMAT : Muhasabah dan Urgensinya

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si.
Tak perlu menunggu pergantian tahun baru untuk memperbaiki diri, karena ajal tak pernah dapat ditunda dan kematian tak bisa dihindari. (Foto : Ist)

Berdasarkan surat di atas, tak ada satu pun manusia yang tidak mengalami kerugian. Semuanya merugi, kecuali apabila manusia tersebut beriman dan beramal shalih serta saling menasihati (dakwah) dalam kebenaran dan kesabaran.

Berbuat baiklah selagi kita diberikan kesempatan oleh Allah SWT. Selama kita masih bernafas, itu artinya kesempatan untuk berbuat baik masih Allah berikan. Allah SWT berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaknya setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr [59]: 18).

Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan bahwa pada ayat di atas, Allah SWT memerintahkan umat manusia untuk bertakwa kepada-Nya, yakni dengan cara mengerjakan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang oleh-Nya.

Selanjutnya Imam Ibnu Katsir juga menjelaskan bahwa hendaknya setiap manusia menghitung-hitung dirinya sendiri sebelum dimintai pertanggungjawaban, dan perhatikanlah apa yang kita tabung buat diri kita berupa amal-amal shalih untuk bekal diri kita dikembalikan, yaitu hari dihadapkannya kita kepada Allah SWT.

Berdasarkan tafsir Ibnu Katsir di atas, kita diperintahkan oleh Allah SWT untuk menghitung-hitung diri sendiri sebelum dimintai pertanggungjawaban. Istilah lainnya adalah kita diminta menghisab diri kita sebelum datang waktu penghisaban yang sesungguhnya, yiatu hari kiamat.

Muhasabah adalah proses menghitung-hitung amal baik kita dibandingkan dengan keburukan kita yang dilakukan sepanjang waktu. Muhasabah seperti ini hendaknya dilakukan setiap saat, tidak hanya menunggu momen pergantian tahun. Begitulah sikap orang yang pandai untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas amal shalihnya.

Hal ini senada dengan sabda Baginda Rasulullah SAW: “Orang yang pandai adalah yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri serta beramal untuk kehidupan setelah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah yang dirinya mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT.” (HR. Tirmidzi).


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)


Editor : Syahrir Rasyid

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network