Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina
Tik, tik, tik bunyi hujan di atas genting.
Airnya turun tidak terkira.
.....
Itulah penggalan lirik lagu yang ditulis oleh Ibu Saridjah Niung atau yang lebih dikenal dengan nama Ibu Soed. Beliau terinspirasi dengan hujan sehingga menghasilkan karya seni berupa lagu yang legendaris, yang masih diingat oleh banyak generasi hingga saat ini.
Tidak hanya Ibu Soed yang terinspirasi dengan hujan, banyak seniman atau pujangga lainnya yang juga menghasilkan karya seni karena terinspirasi turunnya hujan. Ada yang berupa lagu, puisi, cerita pendek, lukisan, hingga film layar lebar.
Sayangnya, tidak semua orang senang dan terinspirasi dengan hujan. Sebagian dari kita terkadang merasa kecewa bahkan mengutuk datangnya hujan. Hujan dianggap sebagai penghalang, pengganggu, hingga pertanda buruk lainnya.
Lantas, bagaimana Islam memandang dan menjelaskan hikmah di balik hujan?
Dalam pandangan Islam, hujan tidak hanya dimaknai sebatas fenomena alam biasa, melainkan sebagai salah satu dari sekian banyak bukti kekuasaan dan kebesaran Allah SWT. Hujan juga merupakan bukti kasih sayang atau rahmat dari Allah SWT kepada makhluk-Nya.
Allah SWT berfirman: “Dan Dia-lah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dia-lah yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy-Syura [42]: 28).
Lebih lanjut dijelaskan oleh Allah SWT bahwa hujan membawa rahmat bagi seluruh makhluk-Nya. Tidak hanya untuk manusia, namun juga untuk tumbuh-tumbuhan dan hewan. Allah SWT berfirman:
“Dia-lah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya untuk minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu.” (An-Nahl [16] ayat 10).
Betapa hebatnya rahmat Allah SWT berupa hujan. Air hujan menjadi sumber penghidupan bagi manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Dengan adanya hujan, bumi yang awalnya tandus dan gersang, dapat berubah menjadi bumi yang subur.
Ketidakseimbangan alam terjadi karena ulah tangan manusia. (Foto : Ist)
Berbagai tanaman dan hewan yang tumbuh dan berkembang biak di atas bumi yang subur, merupakan sumber makanan yang memiliki nilai ekonomi bagi manusia. Dari sinilah tumbuh dan berkembang bisnis pada sektor pertanian, peternakan, perikanan, dan sektor-sektor terkait lainnya.
Air hujan yang mengalir ke sungai dan lautan, memberikan peluang untuk berkembangnya bisnis transportasi. Air yang mengalir dengan deras juga memberikan peluang untuk dibangunnya waduk-waduk sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik tenaga air.
Belum lagi sektor pariwisata yang juga ikut tumbuh dan berkembang, khususnya wisata alam dan wisata air. Wisata danau, air terjun, dan arung jeram adalah beberapa di antara contoh kegiatan wisata yang memanfaatkan air.
Subhanallah.
Jika kita renungi dan maknai lebih lanjut, maka sesungguhnya terbuktilah sudah bahwa rahmat Allah SWT berupa hujan itu, sangat berpengaruh dalam siklus ekonomi dan keberlanjutan kehidupan manusia. Hujan benar-benar merupakan rezeki yang Allah SWT turunkan untuk seluruh makhluk-Nya.
Namun, sebagian dari kita mungkin masih ada yang bertanya, bagaimana dengan hujan yang menimbulkan bencana dimana-mana? Hujan terkadang menimbulkan dampak negatif seperti terganggunya perjalanan, kecelakaan lalu lintas, banjir, longsor hingga banjir bandang.
Baiklah. Terkait dengan pertanyaan seperti di atas, maka sejatinya pertanyaan tersebut merupakan buah dari pemikiran negatif kita terhadap hujan yang merupakan rahmat dari Allah SWT. Pemikiran dan pertanyaan seperti di atas, sebaiknya dibuang jauh-jauh dari pikiran kita.
Karena sesungguhnya, Allah SWT menurunkan hujan sesuai dengan kebutuhan dan kapasitas bumi. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya: “Dan Kami turunkan air dari langit menurut suatu ukuran; lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi, dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya.” (QS. Al-Mu’minun [23]: 18).
Dari ayat di atas, dapat kita pahami bahwa sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan segala sesuatu yang ada di jagat raya ini dengan seimbang. Demikian pula dengan peristiwa alam berupa hujan yang merupakan bagian dari siklus air. Allah SWT menurunkan hujan sesuai dengan ukuran kebutuhan dan keseimbangan.
Hujan merupakan bentuk keseimbangan alam yang Allah SWT ciptakan, sehingga kuantitas air yang diturunkan akan sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika dengan kuantitas air hujan yang turun terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dapat dipastikan telah terjadi ketidakseimbangan alam.
Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)
Ketidakseimbangan alam terjadi karena ulah tangan manusia yang rakus dalam mengeksploitasi kekayaan alam. Dapat juga terjadi karena manusia tidak mampu menjaga kelestarian alam, membuang sampah sembarangan, menggunduli hutan, atau bentuk-bentuk perusakan lainnya.
Allah SWT berfirman: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS. Ar-Rum [30]: 41).
Oleh karenanya tidak heran jika rahmat Allah SWT berupa hujan justru berubah menjadi bencana atau musibah yang tidak kita inginkan. Segeralah kita introspeksi diri, dosa dan nista apa yang telah kita perbuat sehingga menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan alam.
Namun demikian, bagi insan yang beriman, walaupun hujan pembawa rahmat berubah menjadi bencana, tetap saja dia akan mampu mendapatkan hikmah di balik musibah yang terjadi. Dia akan tetap bersikap dengan sikap terbaik sesuai dengan tuntunan agama Islam.
Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Menakjubkan sekali urusan seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya baik baginya, dan hal ini tidak akan terjadi kecuali pada seorang yang beriman, jika ia tertimpa sesuatu yang menyenangkan, maka ia akan bersyukur, maka hal ini terbaik untuknya, dan jika ia tertimpa sesuatu yang menyulitkan, maka ia akan bersabar, maka hal ini terbaik baginya.” (HR. Muslim).
Untuk itu, Baginda Rasulullah SAW mengajarkan sebuah do’a kepada kita tatkala hujan turun yaitu: “Ya Allah, turunkan hujan yang bermanfaat bagi makhluk hidup.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Selain itu, jangan lupa juga bahwa saat hujan deras turun merupakan salah satu waktu yang mustajab bagi kita untuk berdoa. Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Dua do’a yang tidak akan ditolak adalah do’a ketika adzan dan do’a ketika turunnya hujan.” (HR. Hakim dan Baihaqi).
Terakhir, mari kita jaga keseimbangan alam agar setiap tetes hujan yang turun ke permukaan bumi adalah tetap menjadi rahmat bagi seluruh makhluk-Nya. Bertaubatlah atas segala dosa dan nista yang kita perbuat, agar Allah SWT tetap mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Saat hujan deras salah satu waktu yang mustajab untuk berdoa. (Foto : Ist)
Editor : Syahrir Rasyid