SERPONG, iNewsSerpong.id - Musibah dan cobaan merupakan bagian kehidupan di dunia. Bahkan cobaan dan ujian merupakan sunnatullah dalam kehidupan manusia. Namun tahukah bahwa musibah itu ada hikmah di baliknya.
Diringkas dari buku “Hikmah Dibalik Musibah” (hlm. 1-57- cet. I) dan “Do’a & Wirid” (hlm. 405-448- cet. ke-30), karya Ustaz Yazid bin Abdul Qadir Jawas -hafizhahullaah-, dengan sedikit perubahan dan penambahan] dituliskan sebagai berikut.
Hidup tidak terlepas dari cobaan dan ujian, bahkan cobaan dan ujian merupakan sunnatullah dalam kehidupan. Manusia akan diuji dengan segala sesuatu, yakni: hal-hal yang disenangi atau disukainya maupun hal-hal yang dibencinya atau tidak disukainya.
Allah -Subhaanhu Wa Ta’aalaa- berfirman:
{وَقَطَّعْنَاهُمْ فِي الأرْضِ أُمَـمًا مِنْهُمُ الصَّالِـحُوْنَ وَمِنْهُمْ دُوْنَ ذٰلِكَ وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْـحَسَنَاتِ وَالسَّـيِّــئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ}
“Dan Kami pecahkan mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang shalih dan di antaranya ada yang tidak demikian. Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).”
(QS. Al-A’raaf: 168)
Ibnu Jarir Ath-Thabari -rahimahullaah- berkata dalam Tafsirnya:
“Kami menguji mereka dengan kemudahan dalam kehidupan, kesenangan dunia, dan kelapangan rezeki.
Ini yang dimaksud dengan kebaikan-kebaikan (“Al-Hasanaat”) yang Allah sebutkan dalam ayat di atas.
Adapun maksud dari yang buruk-buruk (“As-Sayyi-aat”) adalah: kesempitan dalam kehidupan, kesulitan, musibah, da sedikitnya harta.
Sedangkan (“La’allahum Yarji’uun”) “agar mereka kembali”; maksudnya ialah: kembali ta’at kepada Rabb mereka, agar mereka mau kembali kepada Allah; yakni: bertaubat dari segala perbuatan dosa dan kemaksiatan (yang telah mereka lakukan).”
Berdasarkan dengan ayat di atas; maka kita tahu bahwa: berbagai macam cobaan, ujian, penyakit, penderitaan, kesulitan, serta kesengsaraan; adalah mengandung hikmah, yakni: agar manusia kembali kepada keta’atan.
Selain hikmah tersebut; di balik musibah juga terdapat hikmah-hikmah yang lainnya, di antaranya:
1. Hamba yang beriman dapat melaksanakan ibadah sabar
Apabila seseorang benar-benar beriman; maka segala urusannya merupakan kebaikan. Jika mendapatkan kesenangan; maka ia bersyukur, dan ketika sedang susah; maka ia bersabar.
Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذٰاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh urusan mukmin itu menakjubkan. Semua urusannya merupakan kebaikan, dan itu tidak terjadi kecuali bagi orang mukmin. Jika ia mendapat kegembiraan; maka ia bersyukur, dan itu merupakan kebaikan baginya. Adapun jika mendapat kesusahan; maka ia bersabar, dan itu merupakan kebaikan baginya.”
(HR. Muslim).
2. Menghapuskan dosa dan kesalahan
Terkadang musibah itu sebagai hukuman dari suatu dosa yang dilakukan seseorang, sebagaimana firman Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa-:
{وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيْـبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْ عَنْ كَثِيْـرٍ}
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”
(QS. Asy-Syuuraa: 30)
Dan dipercepatnya hukuman atas mukmin di dunia; maka itu justru baik, sehingga dengan begitu: Allah bisa menghapuskan dosa-dosanya, dan kelak ia dapat berjumpa dengan Allah dalam keadaan bersih dan selamat.
Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُصِيْـبُهُ أَذًى مِنْ مَرَضٍ، فَمَا سِوَاهُ إِلَّا حَطَّ اللهُ بِهِ سَــيِّـــئَاتِهِ، كَمَا تَـحُطُّ الشَّجَرَةُ وَرَقَهَا
“Tidaklah seorang muslim itu tertimpa suatu ganguan berupa penyakit atau yang lainnya; melainkan Allah menggugurkan dosa-dosanya bersamanya, seperti pohon yang menggugurkan daun-daunnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
3. Jika seorang hamba bisa bersabar atas musibah; maka ia akan mendapatkan pahala
Di antara faedah dari musibah adalah: jika seseorang bersabar; maka dia akan diberikan pahala.
Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ تُصِيبُهُ مُصِيْبَةٌ، فَيَقُوْلُ: "إِنَّا لِـلّٰهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ، اَللّٰهُمَّ أْجُرْنِـيْ فِـيْ مُصِيْـبَتِـيْ، وَأَخْلِفْ لِـيْ خَيْرًا مِنْهَا"؛ إِلَّا أَجَرَهُ اللهُ فِـيْ مُصِيْـبَـتِهِ، وَأَخْلَفَ لَهُ خَيْرًا مِنْهَا
“Tidaklah seorang hamba ditimpa suatu musibah lalu mengucapkan: “Sungguh, kami milik Allah dan akan kembali kepada-Nya".
Ya Allah,
berilah aku ganjaran dalam musibahku ini, dan berilah ganti kepadaku dengan yang lebih baik darinya”; melainkan Allah memberikan pahala dalam musibahnya itu, serta menggantikan untuknya dengan yang lebih baik daripadanya.”
(HR. Muslim)
4. Mengingatkan hamba akan kelalaiannya dan mengembalikannya kepada Allah
Di antara faedah penyakit, cobaan, ujian, dan musibah adalah: mengembalikan hamba yang telah jauh dan lalai dari mengingat Allah, agar kembali kepada-Nya. Kesadaran ini membuat hamba berhenti dari kebiasaan berbuat dosa dan maksiat.
Biasanya seseorang saat sehat wal ‘afiat; sering tenggelam dalam perbuatan dosa serta maksiat, selalu mengikuti hawa nafsu, sibuk dengan urusan dunia dan melupakan Rabb-nya. Syaithan memanfaatkan ini untuk membuat hambai lalai, sehingga menyeretnya kepada jurang syahwat dan maksiat.
Dan saat Allah menguji hamba dengan suatu penyakit atau musibah; maka barulah dia merasakan kelemahan, kehinaan, serta⁷ ketidakmampuan diri di hadapan Rabb-nya.
Hamba menjadi ingat kelengahannya, sehingga ia kembali kepada Allah dengan penyesalan dan kepasrahan diri.
Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:
{وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا إِلَى أُمَمٍ مِنْ قَبْلِكَ فَأَخَذْنَاهُمْ بِالْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ لَعَلَّهُمْ يَتَضَرَّعُوْنَ}
“Dan sungguh, Kami telah mengutus (rasul-rasul) kepada umat-umat sebelum engkau, kemudian Kami siksa mereka dengan (menimpakan) kemelaratan dan kesengsaraan, agar mereka memohon (kepada Allah) dengan kerendahan hati.”
(QS. Al-An’aam: 42)
Yakni:
agar muncul kemauan untuk tunduk kepada Allah, memurnikan ibadah kepada-Nya, dan hanya mencintai-Nya, bukan mencintai selain-Nya, dengan cara merendahkan diri kepada-Nya, dengan ta’at dan kembali kepada-Nya. [Lihat: Tafsir Ibnu Jarir]
B. NASIHAT BAGI ORANG YANG TERTIMPA MUSIBAH
Imam Ibnul Qayyim -rahimahullaah- berkata:
“Jika tidak karena cobaan dan musibah; niscaya manusia akan terkena penyakit sombong, serta ‘ujub (berbangga diri), takabbur, juga kekerasan hati.
Padahal sifat-sifat ini merupakan sebab kehancuran baginya di dunia maupun akhirat. Di antara rahmat Allah Yang Maha Penyayang: terkadang manusia tertimpa musibah yang menjadi pelindung bagi penyakit hati dan menjaga kemurnian ‘ubudiyyah (ibadah), serta mengeluarkan dari hamba: materi-materi yang rusak, jelek, dan mebinasakan. Mahasuci Allah yang merahmati manusia dengan musibah dan ujian.”
[“Zaadul Ma’aad” (IV/195)]
Maka bagi anda yang tertimpa musibah, cobaan, ujian, penyakit, maupun musibah kematian orang yang anda cintai: hendaklah anda mengetahui beberapa perkara berikut ini yang -insya Allah- bisa meringkan musibah yang anda derita:
1. Segala sesuatu yang dialami makhluk adalah takdir Allah
Bahwa musibah, malapetaka, cobaan, dan penyakit, serta apa saja yang terjadi di alam ini: semuanya sudah ditakdirkan oleh Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa-.
Allah -Ta’aalaa- berfirman:
{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْـبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِـيْ أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِـيْ كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللهِ يَسِيْـرٌ}
“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri: semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.”
(QS. Al-Hadiid: 22)
Allah juga berfirman:
{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيْـبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللهِ يَهْدِ قَلْبَهُ وَاللهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ}
“Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa (seseorang) kecuali dengan izin Allah, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah; niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(QS. At-Taghaabun: 11)
Imam Ibnu Jarir -rahimahullaah- menjelaskan dalam Tafsir-nya:
“Maksud dari kalimat:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah; niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya” ialah:
siapa saja yang percaya kepada Allah, lalu menyadari bahwa tidak seorang pun yang tertimpa musibah; kecuali dengan izin-Nya, sehingga dengan begitu hatinya mendapat petunjuk: maka Allah akan memasukkan taufik dalam hatinya, dengan tunduk kepada perintah-Nya dan bersikap ridha terhadap qadha (keputusan)-Nya.”
2. Cobaan dan penyakit sebagai pertanda kasih sayang Allah
Ingatlah bahwa: setiap cobaan atau penyakit merupakan pertanda kecintaan Allah kepada hamba-Nya.
Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
إِنَّ عِظَمَ الْـجَزَاءِ؛ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ، وَإِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا؛ اِبْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ؛ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ، فَلَهُ السَّخَطُ
“Sungguh, besarnya balasan itu sesuai dengan besarnya ujian, dan sesungguhnya Allah jika mencintai suatu kaum; maka Dia akan menguji mereka, barangsiapa yang ridha (akan ujian itu); maka dia mendapatkan keridhaan (Allah), dan barangsiapa yang marah (terhadap ujian tersebut); maka dia mendapatkan kemurkaan (Allah).”
(Hasan: HR. At-Tirmidzi)
3. Musibah tidak seberapa jika dibandingkan dengan nikmat-nikmat Allah.
Kalau dibandingkan antara nikmat yang telah kita peroleh sejak lahir sampai sekarang, dengan penderitaan yang sedang kita alami; maka masih lebih banyak nikmat yang Allah karuniakan kepada kita, dan nikmat-nikmat Allah itu tidak dapat kita hitung.
Renungkanlah bagaimana Allah -Subhaanhau Wa Ta’aalaa- masih menjaga nikmat: Iman, Islam, akal, hati, dan panca indera. Janganlah engkau menjadi orang yang hanya mengingat musibah dan melalaikan serta melupakan nikmat-nikmat dari-Nya yang sekian banyak jumlahnya.
Allah -Subhaanhau Wa Ta’aalaa- berfirman:
{وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوْهُ وَإِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللهِ لَا تُـحْصُوْهَا إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُوْمٌ كَفَّارٌ}
“Dan Dia (Allah) telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya.
Dan jika kamu menghitung nikmat Allah; niscaya kamu tidak dapat menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zhalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).”
(QS. Ibrahim: 34)
4. Lihatlah kepada cobaan lebih berat yang menimpa muslim lainnya
Sudah seharusnya kita membandingkan musibah, ujian, cobaan, serta penyakit yang juga menimpa saudara-saudara kita sesama muslim, yang ternyata lebih parah.
Kita harus melihat bahwa separah apapun penyakit atau musibah yang menimpa kita; maka di sana masih ada orang lain yang penyakitnya lebih parah dan musibahnya lebih berat daripada kita.
Ini cara untuk menghibur diri sendiri, dengan melihat orang lain yang cobaannya lebih berat daripada kita.
Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- dalam sabdanya:
انْظُرُوْا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوْا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوْا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ
“Lihatlah kepada orang yang di bawah kamu, dan janganlah melihat kepada orang yang di atas kamu; maka hal itu lebih membuat kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang dia berikan kepada kamu.”
(Muttafaqun ‘Alaihi, dan ini salah satu lafazh Muslim)
Semoga bermanfaat barakallahu fiikum
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait