Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. - Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina
BARU SATU hari yang lalu kita semua merayakan kemerdekaan negara kita tercinta, Republik Indonesia, yang ke-78. Gegap gempita dan semangatnya masih terasa dan bergelora di dalam dada kita.
Perjuangan yang panjang dilakukan oleh para pahlawan pendiri bangsa. Setidaknya 350 tahun lebih mereka berjuang dari generasi ke generasi untuk meraih kemerdekaan negara kita tercinta. Harta, darah, hingga nyawa pun mereka korbankan demi meraih kemerdekaan.
Kini, 78 tahun sudah negara kita tercinta menikmati kemerdekaan sebagai buah dari perjuangan para pahlawan pendiri bangsa. Tentu 78 tahun juga bukanlah waktu yang singkat untuk bangsa kita mengisi dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan.
Berkah dan Rahmat dari Allah SWT
Satu hal yang menarik adalah pernyataan para tokoh dan pendiri bangsa yang diabadikan dalam pembukaan Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Pada pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia adalah sebuah berkah dan rahmat dari Allah SWT.
Selain itu, salah satu tujuan dari kemerdekaan adalah mewujudkan keinginan luhur yakni supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Berkehidupan kebangsaan yang bebas adalah kehidupan yang terlepas segala bentuk penjajahan, eksploitasi, penindasan, atau kezaliman dari bangsa lain.
Bagi umat Islam, kemerdekaan dapat dimaknai sebagai kondisi suatu bangsa yang memiliki stabilitas dan perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam Islam kemerdekaan tidak hanya bermakna terbebas dari cengkraman penjajah, namun terbebasnya manusia dari ketundukan dan penyembahan kepada selain Allah SWT.
Konsep kemerdekaan yang diajarkan oleh Baginda Rasulullah SAW adalah terbebasnya suatu bangsa dari berbagai hal yang dapat menghancurkan sendi-sendi kehidupan dan merusak karakter Islam. Konsep kemerdekaan yang seperti ini memiliki tujuan yaitu meraih ridha Allah sesuai arahan dari Baginda Rasulullah SAW.
Dengan kata lain, ketika seseorang telah mewujudkan penghambaan hanya kepada Allah SWT, sejatinya orang tersebut telah memiliki kemerdekaan yang hakiki. Badan boleh terpenjara, fisik boleh di dalam jeruji besi, namun hati bebas merdeka dari penghambaan kepada selain Allah SWT.
Ketika kemerdekaan hakiki telah diraih oleh seseorang, maka tidak akan ada lagi penyembahan kepada sesama manusia. Penyembahan dilakukan seseorang hanya kepada Allah SWT. Itulah inti dari ajaran tauhid yang menjadi misi utama hadirnya Islam di muka bumi ini.
Islam dan kehadiran Baginda Rasulullah SAW menjadi rahmat bagi semesta alam. Allah SWT berfirman yang artinya: “Dan kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (QS. Al-Anbiya [21]: 107). Pada ayat ini Allah SWT menegaskan bahwa ajaran Islam adalah kasih sayang yang akan memerdekakan manusia dari segala bentuk penjajahan.
Kemerdekaan dapat dimaknai sebagai kondisi suatu bangsa yang memiliki stabilitas dan perubahan ke arah yang lebih baik. (Foto : Ist)
Selanjutnya, ajaran tauhid memiliki konsekuensi lain berupa pengakuan dan ketaatan kepada hukum Allah SWT. Karena hukum Allah telah dirancang untuk membawa seluruh umat manusia (muslim dan non muslim) kepada kehidupan yang mulia di dunia hingga akhirat.
Ketika seseorang tidak mau berhukum dengan hukum Allah SWT, maka sejatinya tauhidnya telah ternoda. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat An-Nisa [4] ayat 65 yang artinya:
“Demi Tuhan, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau (Muhammad) hakim atas perkara yang mereka perselisihkan, (sehingga) kemudian tidak ada keberatan di dalam hati mereka atas putusan yang kamu berikan dan mereka menerima keputusan itu dengan sepenuhnya.”
Kemerdekaan yang hakiki juga akan membuat seseorang tidak berlaku dzalim kepada orang lain. Sebagaimana dia tidak senang didzalimi oleh orang lain, maka begitu pulalah dia memperlakukan orang lain.
Islam melarang adanya diskriminasi perlakuan antar muslim dengan non muslim. Harta, kehormatan, akal, dan kehidupan umat non muslim wajib dijaga dan dilindungi seperti halnya umat muslim.
Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa membunuh seorang mu’ahid (orang kafir yang mendapatkan jaminan keamanan) tanpa alasan yang benar, maka ia tidak akan mencium wangi surga, bahkan dari jarak empat puluh tahun perjalanan sekali pun.” (HR. Ahmad).
Untuk itu, dalam rangka mengisi kemerdekaan, umat Islam seyogyanya menjadi motor penebar kasih sayang kepada sesama, tanpa membeda-bedakan antara satu orang dengan orang lainnya. Sikap inilah yang mencerminkan adanya sikap ukhuwah atau persaudaraan sesama anak bangsa (ukhuwah wathaniyah).
Terlebih lagi, saat ini kita tengah berada di waktu-waktu yang kritis menjelang pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) 2024. Jangan hanya karena berbeda pilihan partai atau calon presiden, ukhuwah wathaniyah yang sudah diperjuangkan oleh para pendiri bangsa, justru menjadi hancur.
Ukhuwah wathaniyah harus dikedepankan. Karena ukhuwah wathaniyah merupakan landasan bagi kita dalam menjaga persatuan di tengah keberagaman bangsa Indonesia. Inti dari ukhuwah wathaniyah yaitu sesama anak bangsa Indonesia adalah saudara.
Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : iNewsSerpong)
Jika ukhuwah wathaniyah ini dapat diwujudkan maka tidak akan ada lagi pertengkaran sesama anak bangsa hanya karena perbedaan pilihan dalam pemilu 2024 yang akan datang. Semangat persaudaraan dan persatuan atas dasar ukhuwah wathaniyah ini juga harus digaungkan oleh setiap kontestan pemilu 2024.
Momentum kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-78 ini seakan-akan mengingatkan kepada kita semua pentingnya merawat persatuan di tengah keberagaman yang ada.
Terlebih lagi bagi kita sesama umat Islam, kita tidak hanya diikat oleh ukhuwah wathaniyah, lebih dari itu kita diikat oleh ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam).
Sekali lagi, umat Islam harus jadi motor penebar kasih sayang, persaudaraan, dan persatuan dalam rangka mengisi kemerdekaan Republik Indonesia yang telah memasuki usia 78 tahun.
Umat Islam sudah mendapatkan arahan langsung dari Allah bahwa keberagaman adalah sebuah keniscayaan, sehingga tidak perlu dipermasalahkan. Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT melalui firman-Nya yang artinya:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13).
Bhinneka Tunggal Ika adalah pesan yang diberikan oleh para pendiri bangsa, yang bisa jadi diilhami oleh ayat ke-13 dari surat Al-Hujurat di atas. Mari kita isi kemerdekaan ini dengan menjadi motor penebar kasih sayang, persaudaraan, dan persatuan. (*)
Kemerdekaan yang hakiki akan membuat seseorang tidak berlaku dzalim kepada orang lain. (Foto : Ist)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait