HIKMAH JUMAT : Nasihat dari Kematian

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si.
Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan sesungguhnya kita akan kembali kepada Allah. (Foto : Ist)

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina & Ketua PCM Pagedangan Tangerang

DALAM beberapa pekan ini, Allah SWT memberikan nasihat yang luar biasa kepada penulis melalui peristiwa kematian yang dialami oleh keluarga yakni sepupu dan paman; serta sahabat seperjuangan, ataupun keluarga dari para sahabat.

Ada di antara mereka yang meninggal setelah mengalami sakit cukup lama, namun ada juga yang meninggal mendadak tanpa sakit terlebih dahulu, dan ada juga yang meninggal karena kecelakaan lalu lintas.

Ada yang meninggalnya di rumah sakit, di kamar tidur, bahkan ada pula yang meninggalnya di jalan raya. Ada yang waktu meninggalnya di malam hari, pagi hari, siang hari dan ada juga yang sore hari. Dari sisi usia, ada yang sudah tua, paruh baya, ada juga yang masih muda.

Kalimat Istirja’ sebagai Kalimat Thayibah

Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun. Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan sesungguhnya kita akan kembali kepada Allah. Itulah kalimat yang disebut kalimat istirja’ sebagai kalimat thayibah yang diajarkan langsung oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an yang artinya:

“Dan sungguh kami akan berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).”

Setiap yang bernyawa pasti akan mengalami kematian. Siapa pun itu. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Tiap-tiap umat memiliki batas waktu. Maka ketika waktu itu telah tiba, mereka tidak dapat memundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya." (QS. Al-A'raf [7]: 34).

Kematian adalah pertanda telah berakhirnya jatah rezeki bagi kehidupan seseorang. Kematian adalah batas akhir perjalanan hidup seseorang di muka bumi. Kematian adalah batas akhir kenikmatan atau penderitaan yang dirasakan seseorang di dunia yang fana ini.

Imam Al-Ghazali pernah memberikan nasihat kepada murid-muridnya yang disampaikan dalam bentuk pertanyaan. Salah satu pertanyaan itu adalah: “Apa yang terdekat dengan kita di dunia ini?” Jawabannya adalah kematian.

Kedekatan kematian dengan kita di dunia ini, mengalahkan kedekatan seorang anak dengan orang tuanya atau seorang suami dengan istrinya. Kedekatan seorang anak dengan orang tuanya, atau seorang suami dengan istrinya sering terpisahkan oleh ruang, jarak dan waktu.


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)
 

Namun, tidak dengan kematian. Begitu dekatnya kematian dengan kehidupan kita, maka dia dapat menjumpai kita kapan pun, di mana pun dan dalam kondisi apa pun. Kendati pun kita bersembunyi di tempat yang tidak ada satu pun orang yang mengetahui, kematian pasti dapat menjumpai kita.

Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An-Nisa [4]: 78).

Oleh karena itu, upaya yang paling baik bagi seorang mukmin dalam menjalani hidup ini adalah dengan memperbanyak mengingat kematian dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Sebagaimana ditegaskan oleh Baginda Rasulullah SAW dalam sabdanya yang artinya:

“Orang mukmin yang paling utama adalah orang yang paling baik akhlaknya. Orang yang cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik dalam mempersiapkan bekal untuk menghadapi kehidupan setelah kematian. Mereka adalah orang-orang yang berakal.” (HR. Ibnu Majah).

Terkadang kita hidup di dunia ini hanya memikirkan dan memiliki target utama yang bersifat jangka pendek yakni agar bisa hidup dengan enak. Kita bekerja banting tulang siang dan malam, hanya untuk mengejar dan mewujudkan harapan dapat hidup dengan enak di dunia ini.

Kita lupa bahkan lalai untuk memikirkan dan mempersiapkan target agar kita dapat mati dengan enak. Kematian yang enak adalah kematian yang husnul khatimah, dimana setelah proses kematian itu, kita dapat merasakan berbagai kenikmatan abadi di negeri akhirat. Inilah target yang strategis dan futuristis.

Kenikmatan abadi di negeri akhirat diawali dengan kenikmatan di dalam kubur. Jika kita dapat merasakan kenikmatan di dalam kubur, maka itu artinya kita juga akan mendapatkan kenikmatan yang lebih dahsyat lagi yaitu kenikmatan di dalam surga-Nya Allah SWT.

Inilah yang sebaiknya menjadi target hidup kita. Bagi yang sudah memiliki target yang strategis dan futuristis, istiqamahlah. Bagi yang belum atau masih ragu dalam menentukan target, maka yakinlah bahwa ketika kita menjadikan akhirat sebagai tujuan hidup kita, maka dunia akan datang kepada kita dengan tertunduk hina.


Kematian adalah pertanda telah berakhirnya jatah rezeki bagi kehidupan seseorang. (Foto : Ist)
 

Baginda Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Baihaqi).

Oleh karenanya, janganlah kita mengorbankan hidup dan kehidupan kita hanya untuk target yang sifatnya sementara. Kita harus selalu ingat, bahwa malaikat maut senantiasa dapat menjemput kita di setiap saat. Kematian tidak peduli dengan berapa usia kita, bagaimana kondisi kesehatan kita, apa pangkat dan jabatan, atau apa pun tentang kita.

Jalanilah hidup dengan senantiasa mengingat kematian, sebagaimana sabda Baginda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi yang artinya: “Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian.” Dengan memperbanyak mengingat kematian, niscaya kita akan selalu ingat bahwa hidup ini akan dimintai pertangungjawaban kelak di akhirat.

Mari kita renungkan nasihat yang sangat mendalam dari Syaikh Ibnu Utsaimin sebagai berikut: “Renungkanlah wahai manusia, (sebenarnya) kamu akan dapati dirimu dalam bahaya, karena kematian tidak ada batas waktu yang kita ketahui, terkadang seorang manusia keluar dari rumahnya dan tidak kembali kepadanya (karena mati).

Terkadang manusia duduk di atas kursi kerjanya dan tidak bangun lagi (karena mati), terkadang seorang manusia tidur di atas kasurnya, akan tetapi dia malah dibawa dari kasurnya ke tempat pemandian mayatnya (karena mati).

Hal ini merupakan sebuah perkara yang mewajibkan kita untuk menggunakan sebaik-baiknya kesempatan umur, dengan tobat kepada Allah Azza wa Jalla. Dan sudah sepantasnya manusia selalu merasa dirinya bertobat, kembali, menghadap kepada Allah, sehingga datang ajalnya dan dia dalam sebaik-baiknya keadaan yang diinginkan.”

Terakhir, jawablah pertanyaan ini dengan jujur, sudah seberapa banyak kita melihat informasi tentang kematian seseorang? Adakah pengaruhnya terhadap suasana hati kita?

Kalau jawabannya kita telah sering melihat informasi kematian, namun tidak ada pengaruhnya terhadap suasana hati kita, maka harus dengan cara apa lagi Allah dan Rasul-Nya menasihati kita? (*)


Kenikmatan abadi di negeri akhirat diawali dengan kenikmatan di dalam kubur. (Foto : Ist)
 

Wallahu a’lam bish-shawab.

          

Editor : Syahrir Rasyid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network