Elis berpegang teguh jika rumah itu memiliki kenangan, sejarah, dan nilai yang tak terukur dengan materil bagi keluarganya. Saat pembangunan apartemen dilakukan sekira tahun 2005 hingga tahun 2010 silam, rumah Elis sejatinya pernah ditawar dengan harga lebih dari Rp2 miliar hingga ditukar dengan unit apartemen, hanya saja Elis tetap teguh enggan menjual rumah peninggalan keluarganya itu.
"Dahulunya kan ini masih masuk Kampung Kebon Melati, lalu dilakukan pengembangan dibuat apartemen, semua warga udah pada pindah, tinggal itu doang yang masih bertahan meski sudah ditawar Rp2-3 miliar, tetap tidak mau," tutur pria yang tinggal di kawasan Dukuh Pinggir itu.
Alhasil, bangunan rumah Elis itu kini harus berdiri di tengah-tengah bangunan mewah dan menjulang tinggi di sekelilingnya. Para penghuni apartemen sendiri tidak mempersoalkan tentang rumah Elis yang hingga kini masih berdiri, begitu juga dengan pihak pengelola apartemen.
"Rukun-rukun saja, enggak terganggu juga (penghuni apartemen) karena buktinya itu kan masih ada di situ. Kalau keluarganya yang lain sudah pada pindah, semua yang dahulu di situ (perkampungan Kebon Melati) juga sudah pada pindah, ada yang ke Depok, ada yang ke Bekasi," beber Rohman yang sehari-harinya sabagai juru parkir itu.
Saat disambangi di kediamannya itu, Elis enggan untuk diwawancarai, begitu juga dengan suaminya, Bahri, yang sehari-harinya berjualan di kawasan Tanah Abang. Pasalnya, dia khawatir jika pemberitaan di media bisa membuat kesalahpahaman dengan berbagai pihak, termasuk dengan pihak apartemen.
(*)
Editor : Syahrir Rasyid