Indonesia Services Dialogue Council : Perlu Tata Kelola Moderasi Konten yang Baik di Indonesia

Nurdin R Radin
Dosen Filsafat & Etika Komunikasi FIKOM, UMN, Muhamad Heychael (kiri), Direktur Eksekutif ISD Council, Devi Ariyani, dan Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyudi Djafar (kanan), sebagai narasumber diskusi para aktivis. (Foto: ISD Council)

JAKARTA, iNewsSerpong.id -  Pertumbuhan ekonomi digital serta kesesuaian dengan peraturan lainnya yang berlaku dalam upaya moderasi konten, patut menjadi pertimbangan dalam revisi Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah bagi penyelenggaraan sistem elektronik.

Karena itu, pemerintah harus memberikan ruang bagi semua pelaku di dalam ekosistem untuk mencapai  tata kelola yang efektif. Tanpa proses tersebut, moderasi konten yang berlebihan berisiko membatasi kreatifitas dan kebebasan berekspresi.

"Berpotensi pula menganggu hak publik atas informasi serta menghambat perkembangan ekonomi digital,” ungkap Direktur Eksekutif Indonesia Services Dialogue (ISD) Council, Devi Ariyani, dalam diskusi bersama para aktivis pemerhati dunia komunikasi digital, pada Selasa (21/5/2024).

Mekanisme Tepat Guna

Menurut Devi Ariyani, masyarakat pemerhati dan pelaku komunikasi digital perlu memastikan adanya mekanisme yang efektif dan tepat guna dalam memproses, menerima, dan/atau mempertanyakan permintaan penghapusan konten.

"Dengan demikian mekanisme banding atau laporan transparansi akan memberikan ruang bagi semua pelaku di dalam ekosistem untuk mencapai suatu tata kelola yang efektif," ujarnya.

ISD Council selaku lembaga independen memiliki perhatian pada penyelenggaraan sistem elektronik yang akan berpengaruh pada perkembangan sektor jasa dan masyarakat luas secara umum.

Karena itu, tegas Devi Ariyani, upaya moderasi konten perlu memperhatikan pertumbuhan ekonomi digital serta kesesuaian dengan peraturan-peraturan lainnya yang berlaku.

Konteks Hak Asasi Manusia

Mengenai pengaturan konten moderasi yang ada saat ini, Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyudi Jafar menjelaskan, idealnya pengaturan konten dilandaskan pada konteks Hak Asasi Manusia (HAM), karena itu berkaitan dengan hak akan informasi dan kebebasan berekpsresi.

“Dalam prakteknya dapat dilakukan secara koregulasi, bersama-sama oleh pemerintah dan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), dimana ada mekanisme banding yang berlaku,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Program Remotivi, Muhamad  Heychael berpendapat, dengan berbagai peraturan yang bergulir saat ini, tampak adanya upaya untuk mengontrol informasi di ranah digital melalui moderasi konten.

"Hal ini perlu diwaspadai karena tentu akan mengancam demokrasi dan kebebasan pers," tegas Muhamad  Heychael, yang juga dosen di Universitas Multimedia Nusantara.  

Terkait moderasi konten, Devi Ariyani menyatakan “Kami mendukung upaya moderasi konten yang dimaksudkan untuk membatasi konten-konten yang berbahaya bagi masyarakat," ujarnya. 

Namun upaya tersebut sebaiknya disertai dengan kesadaran akan perlunya mekanisme yang adil, berimbang dan transparan. Serta perlunya penjelasan atau batasan lebih lanjut dari definisi ‘konten yang meresahkan’ sebagaimana dimaksud dalam peraturan agar tidak menjadi area abu-abu yang disalahgunakan.

Menurutnya, tata kelola moderasi konten yang  berlebihan  juga berpotensi menimbulkan dampak yang tidak diinginkan.

Bagi Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat, munculnya beban kepatuhan yang tinggi melingkupi proses, waktu, biaya, serta resiko hukum bilamana pemilik konten meminta pertanggungjawaban atas penghapusan konten tersebut.

Dari sisi pengguna konten, berpotensi terbatasnya hak atas informasi, sedangkan dari sisi penyedia konten berpotensi menghambat kreativitas dan kebebasan berekspresi serta adanya manfaat ekonomi yang dihasilkan.

Informasi dan Transaksi Elektronik

Pengaturan mengenai konten moderasi di Indonesia telah tertuang dalam berbagai kerangka aturan, diantaranya UU Penyiaran, UU Dewan Pers, UU Informasi dan Transaksi Elektronik serta PP Jurnalisme Berkualitas. Moderasi konten di ranah online juga diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.

Secara lebih rinci aturan ini tertuang dalam Peraturan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) No. 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik di Lingkungan Swasta yang mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik (ESO) swasta untuk menghapus atau memblokir konten yang dianggap tidak sesuai, berbahaya atau meresahkan masyarakat.

Sebagai peraturan pelaksana, telah dikeluarkan Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemenuhan Kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat User Generated Content untuk Melakukan Pemutusan Akses (SK 172/2024). (*)

 

 

 

 

 

Editor : Syahrir Rasyid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network