JAKARTA, iNewsSerpong.id – Mata uang rupiah regional Asia kompak tertekan terhadap dollar Amerika Serikat di pasar pada perdagangan Kamis (24/2/2022) pagi. Sampai dengan pukul 09:02 Wib, rupiah turun -24 poin atau -0,17% di Rp14.362 per USD1.Hal tersebut imbas dari pernyataan status darurat Ukraina dan meningkatnya eskalasi antara Rusia-Ukraina.
Pasar uang di kawasan Asia Pasifik juga kompak melemah atas dolar AS, seperti Dolar Hong Kong terpuruk -0,01% di 7,8048, Won Korea Selatan turun -0,38% di 1.197,22, dan Ringgit Malaysia tertekan -0,10% di 4,1880.
Peso Filipina longsor -0,21% di 51,215, Dolar Taiwan terjatuh -0,15% di 27,926, Baht Thailand longsor -0,25% di 32,340, Dolar Singapura merosot -0,04% di 1,3469, dan Yuan China koreksi -0,02% di 6,3152. Sementara itu Yen Jepang terpuruk -0,07% di 115,05 dan Dolar Australia jatuh -0,30% di 0,7211.
Indeks dolar memulai pagi ini dengan kenaikan 0,12% di 96,30, dipicu situasi terbaru krisis Ukraina yang mengurangi selera risiko investor mengakibatkan adanya aksi jual di pasar ekuitas, dan mendorong peralihan ke aset safe-haven dalam hal ini greenback.
Setelah sempat merosot, dolar akhirnya bangkit merespons meningkatnya situasi perang di Eropa Timur yang terus berpotensi terjadinya invasi penuh Rusia terhadap wilayah Ukraina.
Amerika Serikat dan sekutunya telah menerbitkan sejumlah sanksi terhadap Rusia, ditambah langkah politik Uni Eropa yang mulai berlaku pada Rabu (23/2).
Pemerintah Ukraina telah mengumumkan keadaan darurat dan menyuruh warganya yang berada di Rusia untuk pulang, sementara Moskow mulai mengevakuasi kedutaan besarnya di Kyiv.
Meningkatkan ketegangan di Ukraina juga memicu spekulasi bahwa Federal Reserve AS mungkin masih kurang agresif dalam pengetatan kebijakan pada pertemuan Maret.
"Mengingat situasi saat ini, saya mengantisipasi The Fed akan menjadi sedikit lebih berhati-hati," kata Edward Moya, analis pasar senior di Oanda di New York, dilansir Reuters, Kamis (24/2/2022).
Ekspektasi atas kenaikan suku bunga 50 basis poin telah mereda untuk sementara waktu. Indikator Fedwatch CME mencatat angka kekhawatiran pasar atas pengetatan telah berkurang menjadi 31% dari sekitar 45% pada seminggu yang lalu.
"Kita juga terus memantau ketegangan geopolitik," terangnya.(*)
Editor : A.R Bacho
Artikel Terkait