JAKARTA, iNewsSerpong.id – Temuan Ombudsman RI dilapangan mengungkapkan bahwa peraturan Menteri Perdagangan tentang kebijakan dan pengaturan ekspor belum efektif pada ketersediaan minyak goreng dengan harga eceran tertinggi (HET) di lapangan.
"Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Permendag Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor masih belum memberikan implikasi yang signifikan pada ketersediaan minyak goreng dengan HET di lapangan,">Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam keterangan resminya, Senin (28/2/2022).
Untuk itu, Ombudsman RI memberikan sejumlah masukan kepada pemerintah. Pertama, pemerintah segera memastikan semua produsen minyak goreng, mendapatkan crude palm oil (CPO) dengan harga Domestic Price Obligation (DPO).
Lantaran, tidak semua produsen minyak goreng bisa mendapatkan harga baku sesuai DPO yang ditetapkan pemerintah.
"Pemerintah harus 'mengawinkan' semua produsen minyak goreng ini dengan semua produsen CPO yang punya kewajiban menyisihkan 20% volume ekspor,” tegas Yeka.
Dia menyatakan, dalam tahap pertama ini semua produsen minyak goreng yang tidak terintegrasi dengan produsen CPO agar dipastikan terlebih dahulu mendapatkan pasokan CPO sesuai dengan harga DPO.
Yeka sebut, jenis minyak goreng yang perlu dipastikan ketersediaannya adalah minyak goreng jenis curah yang banyak dikonsumsi oleh usaha kecil dan mikro serta rumah tangga berpendapatan rendah.
Kemudian, masukan kedua, Yeka menekankan, saat ini pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis jangka pendek agar minyak goreng HET dapat segera dinikmati masyarakat secara merata. Mengingat sebentar lagi akan memasuki bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
"Ombudsman juga akan terus melakukan pemantauan harga minyak goreng hingga stabil sesuai yang ditetapkan oleh pemerintah," ujarnya.
Selanjutnya, Ia mengatakan, pihaknya akan menganalisa secara lebih mendalam untuk jangka menengah, apa saja regulasi yang perlu ditata.
“Ombudsman akan mengevaluasi apakah kebijakan terakhir ini (Permendag Nomor 8/2022) adalah kebijakan yang tepat untuk jangka menengah dan panjang. Jangan-jangan di masa yang akan datang kebijakan DMO DPO ini malah menjadi backfire untuk Indonesia. Karena kalau volume ekspor CPO turun, bisa menyebabkan harga minyak nabati dunia naik,” tandas Yeka.(*)
Editor : A.R Bacho
Artikel Terkait