HIKMAH JUMAT : Ketika Hati Mulai Asing

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si.
Terlalu sibuk dengan urusan dunia. Kesibukan yang tak diimbangi dengan zikir membuat hati kering. (Foto: Ist)

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina; Ketua PCM Pagedangan, Tangerang. 

DI TENGAH HIRUK pikuk kehidupan modern, manusia tampak semakin sibuk mengejar kesuksesan, eksistensi, dan kenyamanan. Namun, di balik semua itu, banyak hati yang perlahan menjadi asing. Asing terhadap Allah, asing terhadap sesama, bahkan asing terhadap dirinya sendiri.

Kita tersenyum di layar, tapi sunyi di hati. Kita punya banyak teman, tapi sedikit yang benar-benar kita pedulikan. Mungkin inilah tanda zaman, ketika dunia semakin terhubung secara digital, tetapi hati manusia semakin terputus secara spiritual.

Tanda Hati yang Mulai Asing

Hati yang mulai asing biasanya kehilangan kepekaan. Ia tak lagi tersentuh oleh nasihat, tak peduli dengan penderitaan orang lain, dan tak lagi bergetar oleh ayat-ayat Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan dalam firman-Nya: “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi.” (QS. Al-Baqarah [2]: 74)

Hati yang mengeras bukan hanya menjauh dari ibadah, tapi juga kehilangan kasih terhadap manusia. Inilah kondisi paling berbahaya bagi seorang mukmin yakni ketika hati hidup secara fisik, namun mati secara rohani.

Mengapa Hati Bisa Menjadi Asing?

Pertama karena terlalu sibuk dengan urusan dunia. Kesibukan yang tak diimbangi dengan zikir membuat hati kering. Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Celakalah hamba dinar dan hamba dirham...” (HR. Bukhari)

Ketika uang atau materi dunia jadi tujuan utama, di saat itulah Allah mulai tersisih dari ruang hati. Maka tak heran, banyak orang yang sukses secara materi tapi hampa secara batin.

Penyebab yang kedua adalah jauh dari lingkungan yang baik. Lingkungan sangat berpengaruh pada kondisi iman seseorang. Berada di lingkungan yang lalai akan menumpulkan nurani. Sebaliknya, bersama orang-orang saleh, hati menjadi lebih tenang dan terjaga.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk seperti penjual minyak wangi dan pandai besi...” (HR. Bukhari dan Muslim)


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : iNewsSerpong)
 

Selanjutnya adalah kurang muhasabah diri. Tanpa muhasabah atau introspeksi diri, kita mudah terjebak dalam rutinitas tanpa makna. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artiya:“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, maka Allah jadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.” (QS. Al-Hasyr [59]: 19)

Lupa kepada Allah berarti lupa pada arah hidup. Ketika hati tak lagi bertanya, “Apakah Allah ridha?”, maka ia sedang kehilangan arah.

Yang terakhir adalah banyak dosa yang dibiarkan. Setiap dosa meninggalkan noda di hati. Dosa kecil yang diulang tanpa penyesalan nodanya bisa menutup hati dari cahaya hidayah.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jika seorang hamba melakukan dosa, timbullah titik hitam di hatinya. Jika ia bertaubat, hatinya bersih. Jika ia terus berbuat dosa, titik itu menutupi hatinya.” (HR. Tirmidzi)

Menghidupkan Kembali Hati yang Asing

Untuk menghidupkan kembali hati yang asing dapat dilakukan dengan cara memperbanyak dzikir dan istighfar. Dzikir bukan hanya ucapan di lisan, tapi kesadaran dalam hati bahwa kita selalu diawasi Allah.

Zikir adalah vitamin bagi hati yang lemah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.”(QS. Ar-Ra’d [13]: 28)

Cara berikutnya adalah berusaha untuk selalu dekat dengan Al-Qur’an. Kita tahu bahwa Al-Qur’an adalah obat bagi hati yang lelah. Bacalah dengan tadabbur. Karena setiap ayat adalah cahaya yang bisa menuntun hati pulang ke jalan Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada di dada...” (QS. Yunus [10]: 57)

Yang ketiga adalah membangun kepedulian sosial. Menolong orang lain bukan hanya membantu, tapi juga menyembuhkan diri sendiri. Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)

Dengan berbagi, hati menjadi lembut dan jauh dari sifat egois. Kadang, satu senyum tulus mampu menyalakan kembali semangat seseorang.

Yang keempat adalah memperkuat silaturahim. Ketika silaturahim dilakukan dengan sungguh-sungguh, bukan sekadar basa-basi, maka silaturahim menjadi ibadah yang menumbuhkan cinta.


Selalu dekat dengan Al-Qur’an. Kita tahu bahwa Al-Qur’an adalah obat bagi hati yang lelah. (Foto: Ist)
 

Dengan menjaga hubungan baik, hati menjadi lapang, hidup terasa lebih bermakna. Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Yang terakhir adalah meluangkan waktu untuk tafakkur dan ibadah malam. Di keheningan malam, hati yang penat menemukan ketenangan. Berbincang dengan Allah di sepertiga malam terakhir akan menyalakan kembali cahaya iman yang padam.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Pada waktu malam terdapat satu waktu, tidaklah seorang muslim memohon kepada Allah kecuali Allah memberikannya.” (HR. Muslim)

Refleksi Zaman Now

Kita hidup di era yang segalanya serba cepat. Namun, jika hati tertinggal, semua pencapaian terasa hampa. Dunia digital membuat kita mudah saling terhubung, tetapi sulit saling memahami.

Islam mengajarkan keseimbangan: bekerja keras tanpa melupakan zikir, berprestasi tanpa meninggalkan ibadah, dan sukses tanpa kehilangan nurani.

Karena sejatinya, keberhasilan bukan diukur dari seberapa tinggi posisi kita, tapi seberapa hidup hati kita dalam mengingat Allah dan berbuat baik kepada sesama.

Ketika hati mulai asing, itu tanda Allah sedang memanggil lembut untuk kembali. Jangan biarkan hati kita mati oleh dosa, sibuk, dan lalai. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, Allah Yang Maha Pengasih akan menanamkan dalam hati mereka rasa kasih sayang.” (QS. Maryam [19]: 96)

Mari hidupkan kembali hati dengan dzikir, Al-Qur’an, dan cinta kepada sesama. Sebab, hati yang hidup akan menebarkan kehidupan bagi orang di sekitarnya. Hati yang hidup bukan yang tak pernah lelah, tetapi hati yang selalu mau kembali kepada Allah. (*)


Luangkan waktu untuk tafakkur dan ibadah malam. Di keheningan malam, hati yang penat menemukan ketenangan. (Foto: Ist)
 
 

Wallahu a’lam bish-shawab.

          

Editor : Syahrir Rasyid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network