Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina; Ketua PCM Pagedangan, Tangerang.
PERKEMBANGAN teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia. Internet, media sosial, dan perangkat digital kini menjadi bagian tak terpisahkan dari aktivitas sehari-hari.
Dari sekedar mencari informasi, berinteraksi sosial, hingga berdakwah, semua kini bisa dilakukan secara daring. Namun, di balik kemudahan dan peluang itu, muncul pula tantangan besar, khususnya bagi umat Islam yaitu bagaimana tetap menjaga kesalehan di dunia maya.
Kesalehan tidak hanya diukur dari seberapa banyak seseorang beribadah di masjid atau membaca Al-Qur’an, tetapi juga bagaimana ia menghadirkan nilai-nilai Islam dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam dunia digital, yang dikenal dengan istilah kesalehan digital.
Istilah kesalehan digital kembali mengemuka setelah Mendikdasmen, Abdul Mu’ti, pada Konferensi Umum UNESCO ke-43 di Uzbekistan menyebutkan pentingnya kesalehan digital agar transformasi digital tetap berpihak kepada manusia dan menghormati martabatnya.
Bukan kali itu saja, Abdul Mu’ti menyampaikan pentingnya kesalehan digital dalam kehidupan baik anak-anak, remaja, maupun orang tua. Kesalehan digital menjadi sangat penting sebagai upaya untuk mengikis mudharat dunia digital, terutama media sosial.
Terlalu banyak kasus yang dapat dijadikan contoh dari mudharat dunia digital, seperti judi online yang menjerat berbagai lapisan masyarakat, pinjaman online yang berakhir dengan nasabahnya bunuh diri, dan game online yang melalaikan dan membuat banyak generasi muda malas belajar.
Kasus terbaru adalah ledakan yang terjadi di sebuah SMAN di Jakarta Utara, dimana pelakunya yang merupakan salah satu siswa dari sekolah tersebut, berdasarkan hasil penyelidikan Densus 88, sering mengakses komunitas daring terutama di forum dan situs-situs gelap (dark web).
Kasus peledakan yang dilakukan oleh siswa SMA ini menjadi bukti nyata bahwa residu dari dunia digital adalah nyata adanya. Belum lagi kasus perundungan siber, kampanye hitam, berita hoaks, hingga perilaku menyimpang yang sangat mudah diakses di media sosial oleh siapa pun.
Makna Kesalehan dalam Islam
Dalam konteks Islam, kesalehan mencakup dua dimensi, yakni kesalehan individual dan sosial. Kesalehan individual adalah hubungan baik dengan Allah melalui ibadah dan ketaatan, sedangkan kesalehan sosial adalah hubungan baik dengan sesama manusia, menjaga etika dan tanggung jawab sosial.
Perhatikan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya: “Barang siapa yang beramal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl [16]: 97)
Ayat ini menegaskan bahwa amal saleh tidak terbatas pada ibadah ritual, melainkan mencakup segala bentuk perilaku baik, termasuk bagaimana seseorang menggunakan teknologi secara bijak dan bertanggung jawab.
Tantangan Moral di Dunia Digital
Era digital memberikan kebebasan luar biasa bagi setiap individu untuk mengekspresikan diri. Namun, kebebasan tanpa kendali justru dapat melahirkan fitnah, dosa, dan kerusakan moral.
Beberapa tantangan yang dihadapi umat Islam di dunia digital antara lain penyebaran informasi tanpa verifikasi (hoaks).
Banyak orang tergoda untuk menyebarkan berita tanpa memeriksa kebenarannya. Padahal Allah mengingatkan:
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika datang kepadamu seorang fasik membawa suatu berita, maka periksalah kebenarannya agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat [49]: 6)
Selanjutnya adalah ghibah dan fitnah digital. Melalui media sosial, seseorang dengan mudah mencela, menghina, atau membuka aib orang lain. Padahal Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Tahukah kalian apa itu ghibah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau bersabda, “Engkau menyebutkan saudaramu dengan sesuatu yang ia tidak sukai.” (HR. Muslim)
Berikutnya adalah konten tidak senonoh dan kemaksiatan daring. Akses mudah terhadap hal-hal haram seperti pornografi, perjudian online, dan ujaran kebencian dapat menjerumuskan hati yang lemah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’ [17]: 32)
Yang terakhir adalah kecanduan digital dan kelalaian terhadap ibadah. Waktu yang dihabiskan untuk berselancar di dunia maya sering kali mengurangi waktu berzikir dan beribadah. Baginda Rasulullah SAW mengingatkan: “Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu dengannya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)
Kesalehan individual adalah hubungan baik dengan Allah melalui ibadah dan ketaatan, sedangkan kesalehan sosial adalah hubungan baik dengan sesama manusia. (Foto: Ist)
Prinsip-prinsip Kesalehan Digital
Untuk mewujudkan kesalehan digital, seorang Muslim perlu menjadikan nilai-nilai Islam sebagai pedoman dalam berinteraksi di dunia maya. Beberapa prinsip penting yang perlu dijaga yang pertama adalah niat yang benar dan tujuan yang baik.
Setiap aktivitas digital, baik itu posting, komentar, atau berbagi konten, hendaknya diniatkan untuk kebaikan dan mencari ridha Allah. Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua menjaga “lisan digital”. Lisan digital berupa tulisan, emoji, dan komentar perlu dijaga sebagaimana lisan fisik. Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Di dunia digital, diam bisa berarti tidak ikut berkomentar buruk atau menyebarkan kebencian.
Ketiga amanah dan tanggung jawab digital. Informasi yang kita miliki bukan untuk disalahgunakan. Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam konteks digital, setiap pengguna adalah “pemimpin” bagi akun dan kontennya sendiri.
Keempat menghindari riya’ digital. Media sosial sering kali membuat seseorang memamerkan ibadah, sedekah, atau kebaikan dengan niat ingin dipuji. Padahal, riya’ bisa menghapus pahala amal saleh. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Maka celakalah orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya, yang berbuat riya.” (QS. Al-Ma’un [107]: 4–6)
Terakhir adalah gunakan teknologi untuk dakwah dan kebaikan. Dunia digital bisa menjadi ladang pahala bila digunakan untuk menyebarkan ilmu, mengingatkan dalam kebaikan, dan menebar inspirasi Islami. Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.” (HR. Muslim)
Kesalehan digital adalah bentuk nyata dari ketakwaan modern, bagaimana iman diterjemahkan dalam klik, unggahan, dan komentar. Dunia digital bukan sekadar ruang hiburan, tetapi juga ladang ujian dan amal. Allah melihat segala sesuatu, termasuk aktivitas kita di dunia maya.
Perhatikan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya: “Tidak ada suatu kata pun yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” (QS. Qaf [50]: 18). (*)
Era digital memberikan kebebasan luar biasa bagi setiap individu untuk mengekspresikan diri. Namun, kebebasan tanpa kendali justru dapat melahirkan fitnah, dosa, dan kerusakan moral. (Foto: Ist)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait
