HIKMAH JUMAT : Menjaga Hati Dalam Hiruk Pikuk Kehidupan Modern

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si.
Paparan konten negatif, berita yang menakutkan, dan komentar tajam di media sosial dapat melemahkan keteguhan hati. (Foto: Ist)

Penulis: Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina; Ketua PCM Pagedangan, Tangerang

DI TENGAH derasnya arus informasi, kesibukan pekerjaan, tuntutan sosial, dan hiruk pikuk kehidupan modern, hati manusia sering kali menjadi pusat tekanan yang paling terasa. Hati mudah dipenuhi kegelisahan, kecemasan, iri, marah, dan rasa kosong.

Dalam Islam, hati atau disebut dengan qalbu, adalah pusat spiritualitas yang menggerakkan seluruh aspek kehidupan manusia. Hati yang baik menghasilkan perilaku yang baik, sedangkan hati yang rusak menimbulkan perilaku yang merusak diri dan lingkungannya.

Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Ketahuilah, dalam tubuh ada segumpal daging. Jika ia baik maka baiklah seluruh tubuh; jika ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Untuk itu, Hikmah Jum’at pekan ini mengajak kita untuk menelaah cara menjaga hati agar tetap tenang, bersih, dan dekat dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala di tengah tantangan zaman modern.

Kehidupan modern menghadirkan berbagai dinamika yang mempengaruhi kondisi hati. Arus informasi yang tidak terbendung, persaingan sosial, budaya pencitraan, dan tekanan ekonomi, terkadang bahkan cenderung sering membuat seseorang kehilangan ketenangan.

Al-Qur’an telah memberikan gambaran bahwa hati manusia sangat dinamis dan mudah berubah. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya: “(Allah) yang membolak-balikkan hati manusia.” (QS. Ali Imran [3]: 7)

Paparan konten negatif, berita yang menakutkan, dan komentar tajam di media sosial dapat melemahkan keteguhan hati. Banyak orang merasa jenuh, stres, bahkan kehilangan arah meski hidup dalam kemudahan teknologi.

Semua ini menunjukkan pentingnya menjaga hati agar tidak tenggelam dalam gelombang kehidupan dunia. Dunia yang serba mudah saat ini, ternyata tidak sedikit menyebabkan tumbuh suburnya kegelisahan dan penyakit hati lainnya dalam diri seseorang.

Terdapat berbagai sumber kegelisahan dalam hati seseorang menurut Islam. Beberapa di antarnya adalah pertama karena jauh dari mengingat Allah. Banyak orang yang terlena karena terjebak oleh asyiknya berselancar di media sosial dan fasilitas teknologi lainnya. 

Hati yang jauh dari dzikir tidak menemukan ketenangan. Tanpa dzikir, hati menjadi kosong meski dikelilingi kemewahan dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang.” (QS. Ar-Ra’d [13]: 28) 

Yang kedua karena terlalu larut dalam urusan dunia. Ketergantungan kepada materi membuat hati tidak pernah puas. Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Celakalah hamba dinar, dirham, dan pakaian. Jika diberi ia senang, jika tidak ia marah.” (HR. Bukhari)


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : iNewsSerpong)
 

Selanjutnya yang ketiga adalah karena faktor lingkungan pergaulan yang buruk. Pergaulan yang salah dapat menumpulkan hati. Nabi SAW bersabda: “Seseorang berada di atas agama sahabat karibnya. Maka lihatlah dengan siapa ia berteman.” (HR. Tirmidzi)

Dan, yang terakhir adalah kurangnya muhasabah. Hati menjadi keras ketika seseorang lupa mengevaluasi diri. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.” (QS. Al-Hashr [59]: 19)

Lantas, bagaimana konsep menjaga hati dalam Islam?

Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan agar hati kita tetap terjaga dan terlindungi dari penyakit hati zaman modern. Yang pertama adalah dengan melakukan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa). 

Tazkiyatun nafs berarti membersihkan hati dari sifat tercela seperti iri, sombong, riya, dan dengki, serta menghiasinya dengan akhlak mulia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya.” (QS. Asy-Syams [91]: 9)

Selanjutnya yang kedua adalah senatiasa muraqabah (merasa diawasi Allah). Muraqabah membuat seseorang berhati-hati dalam pikiran dan tindakan. Nabi SAW bersabda: “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR. Muslim)

Terakhir adalah qana’ah dan tawakal. Kepuasan hati berasal dari rasa cukup dan menyerahkan urusan kepada Allah. Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Kekayaan bukanlah banyaknya harta, tetapi kekayaan adalah kaya hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Untuk itu, terdapat beberapa langkah praktis dalam menjaga hati di era modern seperti saat ini. Yang pertama adalah memperbanyak dzikir dan tilawah. Dzikir adalah makanan bagi hati, sedangkan tilawah (membaca Al-Qur’an) setiap hari membantu hati tetap lembut.

Baginda Rasulullah SAW memberikan ilustrasi melalui sabdanya yang artinya: “Perumpamaan orang yang berdzikir kepada Allah dan yang tidak berdzikir seperti orang hidup dan mati.” (HR. Bukhari)

Yang kedua adalah mengatur penggunaan gadget dan media sosial. Batasi konsumsi konten tidak bermanfaat. Media sosial dapat memunculkan iri, stres, dan ketidakpuasan. Pilih konten bernilai kebaikan dan hindari perdebatan yang merusak hati.

Yang ketiga adalah membiasakan muhasabah harian. Sediakan waktu sebelum tidur untuk menilai diri: adakah kesalahan, kelalaian, atau dosa yang perlu diperbaiki? Muhasabah menjadikan hati lebih peka.


Hati yang jauh dari dzikir tidak menemukan ketenangan. Tanpa dzikir, hati menjadi kosong meski dikelilingi kemewahan dunia. (Foto: Ist)
 

Selanjutnya yang keempat adalah menjaga hubungan baik dengan sesama. Permusuhan dan kedengkian mengeraskan hati. Nabi SAW bersabda: “Tidak halal bagi seorang Muslim mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lalu yang kelima adalah menjaga ibadah wajib dan sunnah. Shalat adalah penenang hati yang paling besar. Shalat tahajud dan dhuha sangat efektif untuk ketenangan jiwa. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 45)

Yang keenam adalah menjauhi maksiat, karena setiap dosa meninggalkan noda hitam di hati. Nabi SAW bersabda: “Jika seorang hamba melakukan dosa, maka timbullah satu titik hitam di hatinya.” (HR. Tirmidzi)

Dan yang terakhir adalah menguatkan hubungan dengan ulama dan majelis ilmu. Ilmu agama menjaga hati tetap terang. Majelis ilmu adalah taman-taman surga yang menumbuhkan ketenangan. Maka, jaga dan kuatkanlah hubungan dengan keduanya.

Jika langkah-langkah praktis di atas dapat diimplementasikan di tengah hiruk pikuknya kehidupan modern saat ini, maka kita akan memiliki hati yang terjaga yang dapat memberikan banyak manfaat.

Manfaat dari hati yang terjaga di antaranya adalah ketenangan jiwa sehingga merasa damai meski menghadapi masalah. Selain itu adalah kejernihan berpikir sehingga memudahkan dalam pengambilan keputusan bijak.

Hati yang terjaga juga membuat seseorang memiliki akhlak yang baik, karena hati yang bersih melahirkan sikap lembut, sabar, dan penyayang. Kemudian, hati yang terjaga juga dapat membuat hubungan sosial yang sehat, karena orang berhati bersih lebih mudah memaafkan dan tidak iri.

Selain itu, yang paling utama adalah hati yang terjaga membuat seseorang dapat menjaga pula kedekatan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Inilah tujuan tertinggi seorang mukmin, yakni hati yang dekat dengan Rabb-nya, yaitu Allah Subhanahu wa Ta’ala. (*)


Dzikir adalah makanan bagi hati, sedangkan tilawah (membaca Al-Qur’an) setiap hari membantu hati tetap lembut. (Foto: Ist)
 

Wallahu a’lam bish-shawab.

 

 

Editor : Syahrir Rasyid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network