Pernikahan Aisyah Radhiyallahu anha dengan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam inilah yang mematahkan mistos bahwa Syawal merupakan bulan sial, terutama bagi mereka yang akan menikah. Beberapa tradisi memberi banyak pantangan pada bulan tersebut.
"Kalau di wilayah Nusantara, mitos-mitos seputar hindari pernikahan di bulan-bulan tertentu diduga kuat terjadi jauh setelah masa Nabi Shallallahu alaihi wassallam. Namun demikian, seluruh peristiwa yang dicontohkan Nabi Muhammad menjadi barometer untuk umatnya di lintas wilayah dan zaman," ujar Ketua Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) KH Sirril Wafa saat dihubungi Okezone beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut dijelaskan, selain bulan Syawal dan apit/selo/Dzulqaidah, dalam kepercayaan masyarakat Jawa muncul pandangan adat tentang konsep bulan-bulan "duda" yang bersumber dari spekulasi otak-atik kaidah perhitungan Aboge. Kemudian kalender urfi sistem aboge, dikenal siklus windu atau per 8 tahunan.
"Tahun-tahun lainnya ada padanan hari/pasarannya. Yang tidak ada padanannya itulah yang ditetapkan sebagai tahun duda. Dipercaya untuk dihindari menghelat perkawinan pada tahun-tahun 'duda'," jelasnya.
Selain itu agar tidak terjadi perceraian, terdapat spekulasi yang menarik di dalam aturan adat, yang antara lain tertolak oleh segmen-segmen tata cara Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam berperilaku sebagai sunah dalam kehidupan sehari-hari.
"Inilah antara lain makna Nabi sebagai uswatun hasanah (suri tauladan yang baik)," pungkasnya. Wallahu a'lam bishawab. (*)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait