Bung Karno kemudian melakukan pemancangan tiang pertama pembangunan Masjid Istiqlal pada tahun 1961. Namun pembangunan baru selesai 17 tahun kemudian dan resmi digunakan sejak 22 Februari 1978.
Friedrich Silaban lahir 16 Desember 1912 dan meninggal 14 Mei 1984. Ia merupakan arsitek generasi awal di Indonesia. Dalam buku berjudul "Rumah Silaban; Saya adalah Arsitek, tapi Bukan Arsitek Biasa," disebutkan, karier Silaban di dunia arsitek diawali saat bersekolah di Jakarta.
Saat masih pelajar dia sudah tertarik dengan desain bangunan Pasar Gambir di Koningsplein, Batavia, 1929, karya arsitek Belanda, JH Antonisse.
Setelah menyelesaikan pendidikan formal di HIS Narumonda, Tapanuli, pada tahun 1927 ia melanjutkan sekolah di Koningen Wilhelmina School (KWS) di Jakarta pada tahun 1931. Setelah lulus sekolah, Friedrich Silaban mengunjungi kantor Antonisse.
Dia lalu dipekerjakan sebagai pegawai di Departemen Umum, di bawah pemerintahan kolonial. Dari situ, kariernya terus meningkat hingga menjabat sebagai Direktur Pekerjaan Umum tahun 1947 hingga 1965. Jabatan itu membawa Friedrich Silaban ke penjuru dunia.
Pada tahun 1949 hingga 1950, Friedrich Silaban berkesempatan kuliah ke Belanda di Academic van Bouwkunst Amsterdam, Belanda. Di sana Friedrich Silaban mendalami arsitektur Negeri Kincir Angin.
Selain Belanda, setidaknya 30 kota besar di dunia telah dikunjungi Friedrich Silaban untuk mempelajari arsitektur di negara-negara tersebut.
Friedrich Silaban pernah bekerja menjadi pegawai Kotapraja Batavia, Opster Zeni AD Belanda, Kepala Zenie di Pontianak Kalimantan Barat (1937), dan sebagai Kepala DPU Kotapraja Bogor hingga 1965.
Seiring perjalanan waktu, ia terkenal dengan berbagai karya besarnya di dunia arsitektur dan rancang bangun.
Beberapa hasil karyanya menjadi simbol kebanggaan. Seperti Gerbang Taman Makam Pahlawan Kalibata (1953), Kantor Pusat Bank Indonesia (1958), Tugu Monas Jakarta (1960), Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta (1962), Markas TNI Angkatan Udara Jakarta (1962), Gedung Pola Jakarta (1962), serta Monumen Pembebasan Irian Barat Jakarta (1963).
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait