Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina
SAAT ini kita tengah berada di awal bulan Rabiul Awal 1444 H. Bulan dimana orang yang paling sempurna akhlaknya, Baginda Rasulullah SAW dilahirkan. Beliau dilahirkan pada Senin, 12 Rabiul Awal tahun Gajah atau 570 M, sekitar 53 tahun sebelum hijrah.
Setiap datang Rabiul Awal, maka kerinduan dari sebagian besar umat Islam kepada Baginda Rasulullah SAW semakin memuncak. Rindu yang tak tertahankan, ingin segera berjumpa dengan kekasih hati, Nabi Muhammad SAW.
Berabad-abad terpisah waktu antara kita dengan Baginda Rasulullah SAW, membuat kita tak pernah berjumpa dan menatap wajahnya secara langsung. Namun, dengan kondisi seperti itu justru membuat rindu ini semakin membuncah.
“Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.”
Memperbanyak shalawat adalah salah satu cara yang paling tepat untuk mengobati kerinduan kita kepada Baginda Rasulullah SAW. Membaca shalawat juga sekaligus sebagai tanda cinta kita kepada Baginda Rasulullah SAW.
Cinta kita kepada Baginda Rasulullah SAW memiliki rasa tersendiri di dalam hati. Rindu yang semakin menderu, mendorong kita untuk banyak menyebut nama sang kekasih yaitu Baginda Rasulullah SAW melalui bacaan shalawat.
Hebatnya lagi, shalawat ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang yang mencintai dan merindukan Baginda Rasulullah SAW, namun juga dilakukan sendiri oleh Allah SWT. Dalam Al-Quran surat Al Ahzab [33] ayat 56, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat untuk nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”
Selain dengan bershalawat, bukti cinta dan rindu kita kepada Baginda Rasulullah SAW adalah dengan cara menjadikan beliau sebagai suri teladan dalam kehidupan kita. Rindu dan cinta kita kepada seseorang mampu mendorong kita untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kebiasaan orang yang kita rindukan.
Tidak hanya dalam beribadah, Rasulullah SAW juga suri teladan dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam memimpin. Keberhasilan Rasulullah dalam menjalankan amanah dan strateginya sebagai pemimpin tidak diragukan lagi.
Editor : Syahrir Rasyid