Namun, menurut Abbas Mahmud Aqqad dalam “aṣ-Ṣiddīqah Binti aṣ-Ṣiddīq” umur Siti Aisyah ketika berbulan madu dengan Nabi tidak kurang dari 12 tahun dan tak lebih dari 15 tahun.
Ini dikuatkan dengan riwayat Ibnu Sa’ad yang menerangkan bahwa Siti Aisyah dilamar pada usia 9 tahun dan bulan madu pada usia sudah baligh (15 tahun).
Siti Aisyah adalah satu-satunya wanita yang dinikahi Rasulullah SAW dalam keadaan masih gadis atau perawan. Dengan Siti Aisyah, hidup nabi sangat bewarna dan romantis. Bila Siti Khadijah adalah wanita dewasa yang keibuan maka sebaliknya Siti Aisyah adalah wanita muda yang energik, lincah dan cantik.
Selain itu, beliau juga dikenal sebagai istri nabi yang intelektualitasnnya sangat tinggi. Beliau termasuk sahabat yang banyak meriwayatkan hadits. Dr. Mahmud Ṭahhan dalam “Taisīr Muṣṭalah al-Hadīts” (2004: 244) menempatkannya sebagai sahabat dalam urutan keempat yang paling banyak meriwayatkan hadis. Jumlahnya: 2210. Pernikahan Nabi dengan Aisyah tak memiliki anak.
Hikmah
Salah satu hikmah dari pernikahan Rasulullah SAW dengan Siti Aisyah radhiallahu ‘anha adalah menghapus anggapan orang-orang terdahulu yang menjadi norma yang berlaku di antara mereka yaitu ketika seseorang sudah bersahabat dekat, maka status mereka layaknya saudara kandung dan berlaku hukum-hukum saudara kandung.
Ketika Rasulullah hendak menikahi Aisyah, Abu Bakar sempat mempertanyakannya, karena ia merasa apakah yang demikian dihalalkan.
عن عروة أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب عائشة إلى أبي بكر فقال له أبو بكر: إنما أنا أخوك، فقال: أنت أخي في دين الله وكتابه وهي لي حلال.
Dari Aurah, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepada Abu Bakar untuk melamar Aisyah. Lalu Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya aku ini saudaramu’. Nabi menjawab, ‘Iya, engkau saudaraku dalam agama Allah dan Kitab-Nya dan ia (anak perempuanmu) itu halal bagiku’.” (HR Bukhari).
Rasulullah hendak memutus kesalahpahaman ini dan mengajarkan hukum yang benar yang berlaku hingga hari kiamat kelak.
Menurut Muhammad Husain Haekal dalam buku "Sejarah Hidup Muhammad", pernikahan Rasulullah dengan Siti Aisyah lebih didorong karena mereka adalah putri sahabat dekatnya, Abu Bakar. Hal yang sama juga kemudian dilakukan dengan Hafshah Binti Umar bin Khattab ra.
“Segi inilah yang membuat Muhammad mengikatkan diri dengan kedua orang itu dengan ikatan semenda perkawinan dengan puteri-puteri mereka,” tutur Haekal.
“Sama juga halnya ia mengikatkan diri dengan Usman dan Ali dengan jalan mengawinkan kedua puterinya kepada mereka.”
Kalaupun benar kata orang mengenai Aisyah serta kecintaan Nabi Muhammad kepadanya itu, maka cinta itu timbul sesudah perkawinan, bukan ketika kawin.
"Gadis itu dipinangnya kepada orangtuanya tatkala ia berusia 9 tahun dan dibiarkannya dua tahun sebelum perkawinan dilangsungkan. Logika tidak akan menerima kiranya, bahwa dia sudah mencintainya dalam usia yang masih begitu kecil," tambah Haekal.
"Hal ini diperkuat lagi oleh perkawinannya dengan Hafsah binti Umar yang juga bukan karena dorongan cinta birahi, dengan ayahnya sendiri sebagai saksi," ujarnya. (*)
Editor : Syahrir Rasyid