JAKARTA, iNewsSerpong - Muktamar ke-34 NU di Lampung, digelar 22-23 Desember 2021 telah memunculkan sejumlah nama sebagai kandidat calon Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ketiganya adalah KH Said Agil Siroj, KH Yahya Cholil Staquf, dan mantan Wakil Kepala BIN As'ad Said Ali.
Menariknya, ketiga kandidat adalah alumni Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta. Ponpes ini diasuh oleh KH Ali Maksum yang juga mantan Rais Aam PBNU. Dalam pandangan Mutasyar PWNU DIY, KH Asyhari Abta, semua santri Krapyak pasti mengaku sangat dekat dengan Kiai Ali Maksum.
Menurutnya, ada beberapa tipologi santri Krapyak. Pertama, santri Krapyak yang mengaji di pondok tapi sekolahnya di luar. Kedua, santri Krapyak yang tinggal di luar pondok tapi ikut mengaji di dalam pondok. Ketiga, ngaji dan tinggal di dalam pondok, juga sekolah di MTs dan MA di Ponpes Krapyak.
"Yang paling tahu dan mengenal dengan ketiga kandidat dari Krapyak adalah teman-temannya ketika sama-sama menjadi santri, bagaimana ngajinya, bagaimana belajarnya," tutur Kiai Ashari di Yogyakarta, Selasa (21/12/2021).
Kiai Asyhari berpesan agar mencari pemimpin NU yang berbuat banyak untuk kemaslahatan umat, tidak memboncengi organisasi untuk kepentingan pribadi dan politik golongan.
Untuk hal ini, ia menceritakan tentang keberanian, integritas, dan visi keulamaan KH Ali Maksum ketika memikul amanah sebagai Rais Aam PBNU. Kiai Ali sangat berani ketika memaksa KH Idham Chalid untuk berhenti menjadi Ketua Umum Tanfidziyah PBNU. Idham Chalid adalah ketua PBNU terlama, menjabat sejak 1956-1984.
"Kalau tidak diberhentikan, Pak Idham Chalid pasti akan maju terus mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PBNU dan akan terpilih terus. Jadi, Pak Idham itu bikin cabang NU atau pengurus cabang itu banyak sekali di Jakarta, kecamatan-kecamatan itu dijadikan pengurus cabang, sehingga dukungan kepada Pak Idham setiap muktamar atau pemilihan Ketua Umum Tanfidziyah PBNU selalu menang," tutur Kiai Asyhari.
Menurutnya, saat itu KH Idham Kholid juga merupakan Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP), tapi sangat lemah dalam membela kepentingan politik NU di PPP. Idham Kholid selalu kalah dengan Jailani Naro dan kawan-kawan.
"Itulah keberanian dan simbol supremasi Rais Aam PBNU era KH Ali Maksum dalam menata regenerasi kepemimpinan NU sekaligus menata hubungan politik NU dengan politik praktis ketika Soeharto sangat powerfull berkuasa," katanya.
Idham Chalid juga pernah duduk sebagai Wakil Perdana Menteri era Kabinet Ali Sastroamidjoyo dan Kabinet Juanda. "Dalam Muktamar Situbondo Mbah Ali melarang Pak Idham Chalid maju sebagai ketua umum PBNU, akhirnya 1984 Gus Dur yang masih berusia 40-an tahun muncul sebagai Ketua Umum PBNU," kata Kiai Asyhari.
Peran Kiai Ali Maksum juga tampak dalam penerimaan NU terhadap asas tunggal Pancasila ketika Muktamar Situbondo. Betapa pentingnya peran NU ketika secara deklaratif menerima Pancasila sebagai asas tunggal, di tengah suasana politik yang represif.
Keberanian Kiai Ali Maksum juga tampak dalam mempertahankan tokoh muda NU bernama Subhan ZE. Ketika itu para kiai NU ingin melengserkan Subhan ZE sebagai Wakil Ketua Umum PBNU karena dianggap cacat moral. Namun Kiai Ali Maksum mempertahankan Subhan ZE sebagai salah satu tokoh muda NU yang pernah duduk sebagai Wakil Ketua MPRS mendampingi Jenderal Nasution.
Kiai Asyhari Abta dikenal sebagai salah satu santri yang dekat dengan Kiai Ali Maksum. Sejak 1975 sampai 80-an setiap pagi bertugas menyapu rumah ndalem Kiai Ali. "Setelah nyapu rumah dan kamar, baru bikin wedang. Waktu itu belum ada kompor apalagi kompor gas. Jadi nggodog (merebus) wedang (minum) dengan grajen," tutur mantan Rais Syuriyah PWNU DIY ini.
Sementara itu, KH A Zuhdi Muhdlor, alumnus Krapyak mengingat salah satu ajaran Kiai Ali Maksum, 'al-‘ilmu bi at-ta'allum, bahwa untuk mendapatkan ilmu harus menempuh jalan belajar, secara rasional, logis, bukan dengan tirakat berlebihan. Menurut Wakil Rais Syuriyah PWNU DIY ini mengatakan, Kiai Ali tidak sepakat ketika ada santrinya berlebihan dalam berpuasa, misalnya tidak makan nasi selama 40 hari.
Kiai Ali selalu bilang bahwa santri harus makan bergizi biar cerdas. Selain itu KH Ali Maksum. dalam pandangan Zuhdi, tidak mendikotomikan ilmu agama dan ilmu umum. Hal itu mendorong santri untuk membaca semua buku dan kitab, baik klasik maupun modern. (*)
Editor : Syahrir Rasyid