JAKARTA, iNewsSerpong.id - PT Bank Cental Asia (BCA) Tbk terus melakukan akselerasi kinerja dengan memanfaatkan teknologi digital, untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dan kredit properti.
Upaya tersebut membuahkan hasil menggembirakan. Kinerja kredit pemilikan rumah ( KPR ) BCA mampu tumbuh. Sejak optimalisasi layanan melalui digital, portofolio KPR BCA meningkat signifikan dari Rp52,9 triliun pada tahun 2013 menjadi Rp87,9 triliun di tahun 2018.
"Jadi, sejak pemanfaatan digitalisasi, portofolio KPR BCA tumbuh dengan sehat dan dengan cepat," Haryanto T. Budiman, Managing Director-Consumer Banking pada Selasa (14/3/2023).
Hasil Proses Digitalisasi
Bahkan, lanjut Haryanto, dalam tiga tahun terakhir, periode 2020-2022, kredit KPR BCA terus menunjukkan peningkatan yang signifikan. Menurutnya, pertumbuhan tersebut tidak lain adalah hasil dari proses digitaliasi yang terjadi.
Sementara itu, Direktur Sekuritisasi dan Pembiayaan PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) Heliantopo, mengatakan seluruh lembaga internasional memiliki konsensus bahwa pertumbuhan ekonomi global di tahun 2023 akan melambat dibandingkan dengan tahun 2022.
Entitas swasta memiliki proyeksi yang lebih pesimistis dibandingkan dengan lembaga multilateral, mengindikasikan bahwa pasar lebih khawatir terhadap kondisi tahun 2023.
"Perlambatan pertumbuhan ekonomi global tidak mungkin dihindari. Akan tetapi Indonesia lebih baik dibandingkan dengan kondisi berbagai negara lain. Indonesia masih mendapatkan manfaat dari kenaikan harga komoditas energi, dan pada saat yang sama sektor manufaktur masih dalam proses ekspansif walaupun menunjukkan tren penurunan," tutur Heliantopo.
Sebagai negara yang sudah masuk ke dalam negara kelas menengah, rasio KPR terhadap PDB di Indonesia masih sangat kecil, hanya mencapai 2,99% di tahun 2022.
"Bandingkan dengan Malaysia yang sudah mencapai 38,48% di tahun yang sama, atau India yang sudah mencapai 6,58%,” papar Heliantopo.
Ketua Umum Asosiasi Srikandi Developer dan Pengusaha Properti Indonesia (SRIDEPPI) Risma Gandhi mengatakan, untuk menjaga momentum pertumbuhan di industri properti tentunya harus melihat upaya yang harus dilakukan agar kondisi bisnis aman, terjaga, dan terkendali.
Ke depan, lanjut Risma, para developer akan mengalami kenaikan suku bunga dan menghadapi susahnya user yang lolos di SLIK OJK. Kemudian menghadapi rumah FLPP atau subsidi yang juga belum ada kenaikan harga, jadi masih mengacu pada harga lama.
“Ini tiga isu sensitif yang dihadapi bisnis properti terutama untuk menjaga program rumah pemerintah berjalan dengan baik. Tiga isu ini butuh campur tangan pemerintah, karena menyangkut keberlangsungan program FLPP,” ujar Risma.
Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Selasa, 14 Maret 2023 - 16:51 WIB oleh I. Husni Isnaini dengan judul "Meneropong Prospek Bisnis Properti di Tengah Ketidakpastian Global | Halaman Lengkap".
Editor : Syahrir Rasyid