get app
inews
Aa Text
Read Next : Jemaah Haji Indonesia Berburu Ole-ole di Madinah

Saat Madinah Paceklik, ini Kisah Umar Melihat Seorang Ibu Memasak Batu

Kamis, 11 Mei 2023 | 08:49 WIB
header img
Umar bin Khattab tertegun ketika mendapati seorang ibu memasak batu ketika Madinah mengalami paceklik. Foto ilustrasi/ist

JAKARTA, iNewsSerpong.id - Ketika Madinah mengalami musim paceklik Tahun 17 Hijriyah, Khalifah Umar ditemani seorang sahabatnya, Aslam berkeliling mengunjungi kampung terpencil di Madinah. Beliau melakukan perjalanan diam-diam, masuk keluar kampung untuk melihat langsung keadaan rakyatnya.

Berikut kisahnhya diceritakan Gus Musa Muhammad dalam satu kajiannya. Suatu hari langkah Khalifah Umar bin Khattab terhenti ketika mendengar suara tangis anak kecil dari sebuah tenda usang.

Umar mendekati tenda itu untuk memastikan apakah penghuninya membutuhkan bantuan. Setelah dekati, terlihat seorang perempuan sedang menjerangkan panci di atas tungku api. Asap-asap itu mengepul-ngepul dari panci, sementara si ibu tua tadi terus saja mengaduk-aduk isi panci tersebut dengan sebuah sendok kayu.

Setelah mengucapkan salam, Khalifah Umar meminta izin untuk mendekat. Mendengar salam Umar, ibu itu mendongakkan kepalanya seraya menjawab salam Umar. Tetapi setelah itu, ia kembali pada pekerjaannya mengaduk-aduk isi panci itu.

"Siapakah yang menangis di dalam itu?" tanya Umar.

Dengan sedikit acuh, ibu itu menjawab pertanyaanya, "Anak-anakku..." "Apakah ia sedang sakit?" tanya umar lagi.

"Tidak," jawab si ibu. "Ia kelaparan," sambungnya.

Umar dan Aslam seketika tertegun. Mereka masih tetap duduk di depan kemah ibu tua itu sampai lebih dari satu jam. Namun anak-anak kecil itu masih terus menangis. Sedangkan ibunya juga masih terus mengaduk-aduk isi bejana.

Umar yang tidak habis pikir ingin tahu apa yang sedang dimasak oleh si ibu tua itu? Karena sudah lama ia memasaknya tetapi masakannya itu tak kunjung matang. Karena tak tahan untuk menunggu, akhirnya Umar bertanya kepada si ibu tua itu, "Apa yang sedang kau masak, wahai Ibu? Kenapa tak kunjung matang-matang juga masakanmu itu?

Lalu Ibu itu tetap diam, sejurus kemudian dengan raut muka penuh harap, ia membuka tutup bejana. Khalifah Umar dan Aslam melihat isi bejana tersebut. Dan seketika mereka kaget saat melihat isi bejana itu.

"Apakah kau sedang memasak batu?" tanya Khalifah Umar sedikit tercengang.

Ibu itu mencurahkan kekesalannya kepada Umar: "Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anakku. Aku seorang janda. Sejak dari pagi tadi, aku dan anakku belum makan apa-apa. Jadi anakku pun ku suruh berpuasa, dengan harapan ketika waktu berbuka kami mendapat rejeki. Namun ternyata tidak. Sesudah magrib tiba, makanan belum ada juga. Anakku terpaksa tidur dengan perut yang kosong. Aku mengumpulkan batu-batu kecil, memasukkannya ke dalam panci dan ku isi air."

"Lalu batu-batu itu aku masak untuk membohongi anakku, dengan harapan ia akan tertidur lelap sampai pagi. Ternyata tidak. Mungkin karena lapar, sebentar-sebentar ia bangun dan menangis minta makan. Inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab. Dia enggan melihat ke bawah, dan bertanya apakah kebutuhan rakyatnya sudah terpenuhi atau belum," ujar wanita itu.

Setelah mendengar perkataan wanita itu tadi, Sayyidina Umar menitikkan air mata dan segera bangkit dari tempat duduknya itu. Lalu beliau dan Aslam kembali ke Madinah. Sesampainya Khalifah langsung pergi ke Baitul Mal dan mengambil sekarung gandum. Beliau mengangkat sendiri karung gandum itu di punggungnya, melihat pemimpinnya tergopoh-gopoh membawa karung gandum Aslam menawarkan diri untuk membantu.

"Wahai Amirul Mukminin, biar aku sajalah yang mengangkut karung ini," ujar Aslam.

"Apakah kau mau menggantikanku menerima murka Allah akibat membiarkan rakyatku kelaparan? Biar aku sendiri yang memikulnya, karena ini lebih ringan bagiku dibanding siksaan Allah di akhirat nanti," jawab Umar.

Khalifah Umar mendatangi kembali gubuk yang berada di Madinah tadi dengan membawa masakannya tadi, agar keluarga miskin tersebut dapat memakan masakannya. Melihat mereka makan, seketika hati Khalifah Umar terasa tenang. Setelah makanannya habis, Khalifah Umar berpamitan. Sebelumnya dia juga meminta wanita tersebut untuk menemui Khalifah keesokan harinya.

Esok harinya, wanita itu pergi untuk menemui Amirul Mukminin. Betapa terkejutnya si wanita itu saat melihat sosok Amirul Mukminin, yang tidak lain adalah orang yang telah memasakkan makanan untuk dia dan anaknya semalam. Wanita tersebut lalu meminta maaf atas kata-kata zalimnya yang ia katakan padanya semalam dan ibu itu juga mengatakan bahwa dirinya siap untuk di hukum.

Lalu khalifah umar menjawab: "Ibu tidak bersalah, akulah yang bersalah. Aku telah berdosa karena membiarkan seorang ibu dan anak-anaknya kelaparan di wilayah kekuasaanku, maafkan aku ibu."

Dalam satu riwayat, Rasulullah SAW bersabda: "Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Imam (waliyul amri) yang memerintah manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya."

Dhaulat Khulafaur Rasyidin

(*)

Editor : Syahrir Rasyid

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut