get app
inews
Aa Text
Read Next : HIKMAH JUMAT : Fungsi Strategis Rumah dalam Islam  

HIKMAH JUMAT : Mulia di Segala Suasana

Jum'at, 20 Oktober 2023 | 05:15 WIB
header img
Janganlah kejayaan menyebabkan menjadi orang yang besar kepala, arogan, dan senang mengeksploitasi sesama. (Foto : Ist)

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. - Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina

HIDUP dan kehidupan ini laksana roda yang terus berputar. Terkadang ada di atas, terkadang juga ada di bawah. Kadang-kadang berputar lambat, namun kadang-kadang pula berputar begitu cepat.

Begitulah Allah menjadikan hidup kita berputar sesuai dengan kehendak-Nya. Terkadang kita merasakan hidup ini penuh dengan kebahagiaan, suka cita, dan gembira ria. Namun, terkadang juga kita merasakan hidup ini penuh dengan kesulitan, duka cita, dan kesedihan.

Demikianlah Allah yang menjadikan hidup kita dipergilirkan dari waktu ke waktu. Tidak selamanya kita hidup dengan kejayaan, demikian pula tidak selamanya kita hidup dengan penderitaan. Allah SWT berfirman yang artinya:

“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang dzalim.” (QS. Ali Imran [3]: 140).

Berdasarkan ayat di atas, Allah SWT mempergilirkan kejayaan dan kehancuran dalam kehidupan kita agar kita dapat mengambil pelajaran. Kejayaan yang kita miliki tidaklah abadi. Demikian pula dengan kehancuran yang kita alami tidaklah untuk selama-lamanya.

Boleh jadi pada saat kita berjaya, banyak orang yang datang menghampiri dan mau berdekatan dengan kita. Namun, janganlah kejayaan kita itu menyebabkan kita menjadi orang yang besar kepala, arogan, dan senang mengeksploitasi sesama.

Jadikanlah kejayaan yang kita miliki itu sebagai ladang untuk meraih pahala. Gunakan kejayaan kita itu untuk membantu dan selalu menebarkan berbagai kebaikan bagi sesama. Dengan cara itu berarti kita mensyukuri kejayaan yang telah Allah anugerahkan kepada kita.

Demikian pula saat kita mengalami kehancuran. Janganlah kehancuran itu membawa kita menjadi orang yang putus asa, rendah diri, dan tidak dapat menerima kenyataan hidup. Bersabarlah dengan senantiasa melihat adanya kebaikan dalam kesulitan hidup yang kita alami.

Jadilah orang yang senantiasa semangat dan optimis dalam menghadapi kehidupan ini. Yakinlah bahwa semua kesulitan hidup yang Allah SWT berikan adalah bagian dari ujian yang pada waktunya nanti pasti akan berlalu juga.


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)

 

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kondisi kita mengalami kehancuran, banyak orang yang dahulu ingin selalu berdekatan dengan kita, perlahan namun pasti semuanya justru menjauhi kita. Bagaikan istilah, jangankan manusia bahkan lalat pun tak mau mendekat lagi dengan kita.

Namun yakinlah bahwa apapun kondisi yang kita alami saat ini, suka ataupun duka, gembira ataupun lara, bahagia ataupun sedih, semuanya adalah yang terbaik yang Allah berikan kepada kita. Simaklah firman Allah SWT yang artinya:

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216).

Menurut Imam Ibnu Katsir bahwa sesuatu yang disukai seseorang yang bisa jadi itu buruk baginya adalah bersifat umum dalam setiap perkara. Boleh jadi seseorang menyukai sesuatu, namun ternyata tidak ada kebaikan di dalamnya. Allah Maha Mengetahui akhir setiap urusan hamba-Nya dan Allah yang mengabarkan mana yang baik untuk dunia dan akhiratnya.

Menilik kedua ayat di atas, maka sejatinya apapun yang kita rasakan hari ini merupakan kehendak dan pilihan Allah yang terbaik untuk kita. Kejayaan maupun kehancuran keduanya adalah ujian, yang dengan ujian itu Allah hendak menilai siapa di antara kita yang terbaik sikapnya.

Allah SWT berfirman yang artinya: “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk [67]: 2).

Dalam tafsir Al-Misbah, Prof. Dr. Quraish Shihab menjelaskan bahwa Allah yang menciptakan mati dan hidup untuk satu tujuan, yaitu menguji siapa di antara kita yang paling benar perbuatannya dan paling tulus niatnya. Dia Maha Perkasa yang tidak ada sesuatu pun dapat mengalahkan-Nya, Maha Pengampun terhadap orang-orang yang teledor.

Oleh karena itu, sikapi setiap keadaan yang kita alami dan jalanilah dengan sikap yang terbaik. Jadilah orang yang senantiasa mulia dalam segala suasana, agar kita mendapatkan nilai yang terbaik dari Allah SWT.

Agar kita menjadi orang yang senantiasa mulia dalam segala suasana, maka kuncinya adalah dengan menjalankan dua hal, yakni bersyukur di tengah kejayaan dan bersabar di tengah kehancuran. Sikap syukur dan sabar inilah yang akan menjadikan kita mulia dalam segala suasana.


Janganlah kehancuran menyebabkan menjadi orang yang putus asa, rendah diri, dan tidak dapat menerima kenyataan hidup. (Foto : Ist)
 

 

Mari kita simak sabda Baginda Rasulullah SAW yang merasa takjub dengan keadaan seorang mukmin sebagai berikut: “Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruh urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang mukmin. Jika mendapat kesenangan, maka ia bersyukur. Itu baik baginya. Jika mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Itu pun baik baginya.” (HR. Muslim).

Sikap syukur dan sabar ini tidak akan dijumpai pada orang munafik maupun kafir. Sikap ini hanya akan ada pada diri seorang mukmin sejati, karena dia sangat paham bahwa setiap takdir hidup yang harus dijalaninya adalah dari Allah SWT.

Seorang mukmin meyakini betul sabda Baginda Rasulullah SAW yang artinya: “Aku begitu takjub pada seorang mukmin. Sesungguhnya Allah tidaklah menakdirkan sesuatu untuk seorang mukmin melainkan pasti itulah yang terbaik untuknya.” (HR. Ahmad).

Bagi seorang mukmin, kejayaan, kesenangan, dan kebahagiaan adalah ujian baginya yang harus disikapi dengan syukur kepada Allah SWT. Sikap syukur diimplementasikan melalui berbagi kebaikan kepada sesama dengan penuh keikhlasan bukan berniat untuk flexing (pamer) atau pun riya.

Dengan syukurnya itu, maka seorang mukmin akan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Hati yang dipenuhi rasa syukur dengan ikhlas akan menimbulkan sikap qanaah, yakni merasa puas dengan segala pemberian dari Allah SWT.

Selanjutnya, ketika seorang mukmin mendapatkan kehancuran, kesulitan, dan kesedihan maka dia tahu betul bahwa itu adalah ujian dari Allah baginya yang harus disikapinya dengan kesabaran. Sikap sabar diimplementasikan dengan tetap semangat, optimis, dan terus berusaha agar terhindar dari sikap putus asa.

Dengan sabarnya itu, maka seorang mukmin akan senantiasa bersama dengan Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya: “Hendaklah kalian bersabar, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal [8]: 46).

Begitulah sikap yang terbaik yang hendaknya ada pada diri kita masing-masing dalam menjalani hiruk-pikuknya hidup dan kehidupan ini. Jadilah insan yang senantiasa mulia di segala suasana, dengan menjadikan syukur dan sabar sebagai pilihan sikap terbaik kita. (*)


Bagi seorang mukmin, kejayaan, kesenangan, dan kebahagiaan adalah ujian baginya yang harus disikapi dengan syukur kepada Allah SWT. (Foto : Ist)
 

Wallahu a’lam bish-shawab.

          

Editor : Syahrir Rasyid

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut