get app
inews
Aa Read Next : Hari Raya Idul Adha 1445 H Jatuh pada Senin 17 Juni 2024 Versi Pemerintah

HIKMAH JUMAT : Tiga Tokoh Teladan dalam Ibadah Kurban

Jum'at, 14 Juni 2024 | 06:47 WIB
header img
Idul Adha sudah di depan mata. Hari raya ini dikenal pula dengan sebutan Idul Kurban atau hari berkurban. (Foto: Ist)

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina; & Ketua PCM Pagedangan, Tangerang

IDUL ADHA sudah di depan mata. Hari raya ini dikenal pula dengan sebutan Idul Kurban atau hari berkurban. Kurban adalah kata serapan dari bahasa Arab. Kata dasarnya adalah qariba – yaqrabu – qurbanan yang artinya adalah dekat, yakni mendekatkan diri atau sesuatu yang dekat.

Definisi asal dari kata kurban adalah setiap bentuk ketaatan yang dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Namun, dalam konteks Idul Adha, definisi kurban identik dengan menyembelih hewan ternak tertentu yang halal pada Yaumun Nahr (10 – 13 Dzulhijjah).

Berbicara mengenai ibadah kurban, sejatinya kita diingatkan kembali kepada tiga orang tokoh sentral sekaligus teladan dalam ibadah kurban. Ketiga tokoh sentral dan teladan tersebut adalah Nabi Ibrahim A.S., Nabi Ismail A.S., dan Siti Hajar.

Nabi Ibrahim A.S. berpuluh-puluh tahun berdoa kepada Allah agar diberikan anak yang akan melanjutkan perjuangan dakwah dan risalahnya kepada seluruh umat manusia. Doanya kemudian diabadikan oleh Allah: “Ya Tuhanku, berilah aku anak yang shalih.” (QS. Ash-Shaffat [37]: 100).

Setelah sekian lama Nabi Ibrahim A.S. menanti kehadiran seorang anak, kemudian Allah menjawab doanya dengan kelahiran seorang anak yang diberi nama Ismail. Allah SWT berfirman: “Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang sangat cerdas lagi sabar.” (QS. Ash-Shaffat [37]: 101).

Betapa bahagianya Nabi Ibrahim A.S. dengan kelahiran Ismail. Kelahiran Ismail bagi Nabi Ibrahim A.S., laksana hujan yang turun setelah kemarau panjang. Namun, di tengah kegembiraannya itu, Allah memerintahkan agar anak yang baru lahir itu diantar ke lembah sunyi yang tak berpenghuni.

Hancurlah hati Nabi Ibrahim A.S., karena harus berpisah dengan anak yang sudah puluhan tahun ditunggu kelahirannya. Kini, anak tersebut harus ditinggalkannya bersama ibunya di lembah yang kelak menjadi kota Mekkah Al Mukarramah.

Namun bagi Nabi Ibrahim, bumi boleh hancur, langit juga boleh runtuh, namun perintah Allah tetap harus dipikul dan dilaksanakan. Ismail dan Siti Hajar akhirnya ditinggalkan. Nabi Ibrahim A.S., rela mengorbankan kebahagiaan diri dan keluarganya demi melaksanakan perintah Allah SWT.


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : iNewsSerpong)
 

Seiring dengan berjalannya waktu, Ismail A.S. tumbuh menjadi remaja belia. Ketika Nabi Ibrahim A.S. menjumpainya, betapa bahagia dan senang hatinya melihat pertumbuhan dan perkembangan putranya. Ismail A.S. tumbuh menjadi anak yang shalih dan sudah mulai bisa membantu orang tuanya.

Di tengah kebahagiaan yang dirasakan oleh Nabi Ibrahim A.S bersama dengan anak dan istrinya, ujian dari Allah kembali datang. Ujian yang lebih dahsyat dari ujian sebelumnya itu datang melalui mimpinya. Nabi Ibrahim mendapatkan perintah untuk menyembelih Ismail A.S.

Dengan  berat hati, mimpi itu pun disampaikannya kepada Ismail A.S.: “Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!”

Ismail, anak remaja yang shalih itu menjawab: “Wahai Ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, in syaa Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Ash-Shaffat [37]: 102).

Bergetarlah hati Nabi Ibrahim A.S., tangis dan air mata pun tak tertahankan. Begitu bangganya Nabi Ibrahim A.S. atas sikap anaknya, namun di sisi lain, sebagai seorang ayah begitu hancur hatinya untuk menyembelih anaknya sendiri.

Namun karena ini adalah perintah Allah SWT, tatkala keduanya sudah membulatkan hati, pasrah dan menerima akan ketentuan-Nya, maka Ismail pun dibaringkan dengan posisi pelipis di atas tanah, dan siap untuk disembelih.

Allah SWT berfirman yang artinya: Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim, sebenarnya kamu telah membenarkan mimpi itu sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar” (QS. Ash-Shaffat [37]: 104–107).

Nabi Ibrahim A.S. adalah potret seorang pemimpin bagi keluarga dan umatnya. Beliau telah berhasil membuktikan bahwa kepemimpinan adalah amanah, perjuangan, dan pengorbanan. Aspek-aspek seperti itulah yang kini telah hilang dari diri seorang pemimpin.

Tak heran, jika saat ini banyak kita dapati pemimpin yang khianat dan mengorbankan rakyat. Pemimpin yang seperti ini biasanya terlahir dari proses yang instan, sehingga tidak merasakan tempaan perjuangan dan pengorbanan dalam kurun waktu yang panjang.


Bagi Nabi Ibrahim, bumi boleh hancur, langit juga boleh runtuh, namun perintah Allah tetap harus dipikul dan dilaksanakan. (Foto: Ist)
 

Selanjutnya sebagai seorang ayah, bagi Nabi Ibrahim A.S. seorang anak bukanlah sekedar orang yang akan mewarisi harta dan kekayaan orang tuanya. Namun seorang anak haruslah menjadi pewaris agama dan keimanan orang tuanya.

Sudahkah kita mempersiapkan anak-anak kita menjadi generasi yang shalih? Kita boleh bangga dengan prestasi, pendidikan, harta dan jabatan anak-anak kita. Namun kita harus memastikan bahwa anak-anak kita paham dan mengamalkan ajaran Islam secara konsisten dan konsekuen.

Sementara itu, Ismail A.S. adalah sosok pemuda yang begitu yakin dengan perintah Allah SWT dan taat kepada orang tuanya. Sungguh potret pemuda yang langka di masa kini. Ismail A.S. rela mengorbankan dirinya demi keimanan yang tertanam kuat di dalam hatinya.

Potret ini berbanding terbalik dengan kondisi sebagian besar pemuda saat ini. Kita melihat saat ini banyak pemuda yang rela mengorbankan diri, keluarga, bangsa, dan agamanya demi narkoba, seks bebas dan hal-hal negatif lainnya. Naudzubillahi min dzalik.

Ismail A.S. adalah seorang anak yang sangat patuh dan hormat kepada orang tuanya. Sikap ini adalah buah didikan dari seorang ibu yang pasti hebat. Ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya, tempat anak-anak mendapatkan pendidikan pertamanya. 

Ibu yang hebat itu bernama Siti Hajar. Beliau adalah potret seorang ibu sekaligus istri yang luar biasa. Sebagai seorang istri, beliau sadar bahwa tugasnya adalah membantu suaminya dalam menjalankan ketaatannya kepada Allah SWT, bukan menjauhkan suami dari agamanya.

Apabila Nabi Ibrahim A.S. rela menyembelih anaknya karena Allah, maka Siti Hajar pun rela memberikan anak yang dilahirkan, disusui, dan dibesarkannya untuk Allah SWT. Sebagai ibu, hancur hati Siti Hajar, namun beliau sadar bahwa anak adalah titipan Allah, maka ketika Allah memintanya untuk disembelih oleh sang suami, dia pun harus rela memberikannya.

Siti Hajar adalah potret istri yang shalihah, perhiasan terbaik di dunia ini. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Imam Ahmad, dan An-Nas’i yang artinya: “Dunia seluruhnya adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah istri yang shalihah.”

Itulah tiga tokoh teladan dalam ibadah kurban. Nabi Ibrahim A.S. rela menyembelih anaknya karena Allah. Siti Hajar rela mengorbankan anaknya untuk mengikuti perintah Allah. Ismail rela menjadi korban demi menjalankan perintah Allah. Lantas, apa yang sudah kita lakukan dan korbankan untuk menegakkan agama Allah? (*)


Definisi asal dari kata kurban adalah setiap bentuk ketaatan yang dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. (Foto: Ist)

Wallahu a’lam bish-shawab.

          

 

 

 

 

Editor : Syahrir Rasyid

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut