get app
inews
Aa Text
Read Next : HIKMAH JUMAT : We Are The Champions

HIKMAH JUMAT : Rahasia di Balik Istiqamah

Jum'at, 11 April 2025 | 05:39 WIB
header img
Hati dan lisan senantiasa dipenuhi dengan dzikir dan tilawah. Sikap dan perbuatan senantiasa dilandasi dengan disiplin, tertib, dan penuh dengan kejujuran. (Foto: Ist)

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina; Ketua PCM Pagedangan, Tangerang.

SAAT INI kita tengah berada di Jum’at kedua, tepatnya tanggal 12 Syawal 1446 H. Itu artinya hampir dua pekan bulan Ramadhan 1446 H telah meninggalkan kita. Sampai di titik ini, mari kita evaluasi diri kita masing-masing.

Masih adakah amalan Ramadhan yang tersisa dalam aktivitas ibadah kita? Atau, perlahan namun pasti, seiring dengan berjalannya waktu, amalan-amalan Ramadhan kita pun lepas satu per satu? Dan, pada akhirnya kita pun kembali ke “setelan pabrik” sebelum Ramadhan datang.

Pembaca Hikmah Jum’at yang budiman.

Pada bulan Ramadhan yang lalu, kita telah berhasil memintal dan merajut benang-benang keshalihan menjadi kain takwa. Kira rajut benang shaum, benang tadarus, benang shalat, benang qiyamul lail, benang zakat, benang dzikir, dan benang-benang amal shalih lainnya.

Benang-benang keshalihan tersebut terajut dan terpintal dengan kuat laksana kain yang menjadi bahan pakaian takwa. Kemudian dengan pakaian takwa itu, kita keluar sebagai manusia yang bersih dari segala dosa di akhir Ramadhan, laksana bayi yang baru terlahir dari rahim ibunya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: “Hai Anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.” (QS. Al-A’raf [7]: 26).

Sementara itu, Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Begitulah kondisi kita hingga penghujung Ramadhan atau awal Syawal. Namun sekarang, apa yang terjadi dengan diri kita? Apakah hari-hari kita saat ini masih seperti hari-hari di bulan Ramadhan?

Jangan-jangan, benang-benang keshalihan yang sudah kita rajut kuat itu, kini pelan-pelan mulai kita uraikan satu per satu. Benang-benang itu kini mulai tercerai berai dan teronggok menjadi benang kusut yang tak berarti lagi.

Jika itu yang terjadi, maka berhati-hatilah. Karena bisa jadi kita termasuk ke dalam golongan orang yang gagal dalam menjalan ibadah Ramadhan. Janganlah kita menjadi seorang manusia yang diilustrasikan oleh Allah laksana seorang wanita Quraisy yang mengurai benang yang sudah terpintal kuat.


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : iNewsSerpong)
 

Perhatikan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya: “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. ...” (QS. An-Nahl [16]: 92).

Ayat di atas dengan tegas melarang kita menguraikan “benang-benang” amal keshalihan yang sudah kita pintal dengan kuat selama bulan Ramadhan, kemudian tanpa disadari, terlebih jika disadari atau disengaja, perlahan namun pasti kain atau pakaian takwa itu tercerai berai kembali menjadi benang kusut yang lemah dan tak bermakna.

Yang diharapkan oleh Allah Ta’ala adalah kita tetap konsisten dan konsekuen dengan amal-amal ibadah yang telah dilatih selama sebulan penuh di bulan Ramadhan. Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa Ramadhan adalah syahrut tarbiyah, bulan pendidikan dan pelatihan (diklat).  

Di bulan Ramadhanlah kita dididik dan dilatih untuk bisa konsisten dan konsekuen dengan berbagai jenis amalan Ramadhan. Konsisten dan konsekuen inilah yang kita kenal dengan istilah istiqamah.

Dengan istiqamah inilah, seseorang yang berhasil dari diklat Ramadhan akan memiliki karakter terpuji yang membuatnya berbeda dan lebih baik dari sebelum menjalan ibadah di bulan Ramadhan.

Berat? Pasti berat.

Tidak enak? Pasti tidak enak.

Istiqamah memang berat dan tidak enak. Yang ringan dan enak itu adalah istirahat.

Namun, ketahuilah bahwa di balik berat dan tidak enaknya istiqamah, ada rahasia yang Allah Ta’ala janjikan dan akan didapatkan oleh orang yang istiqamah dengan keimanan dan amal shalihnya. Perhatikan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya:

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS. Fussilat [41]: 30).

Pada ayat di atas, Allah Ta’ala menyimpan rahasia bagi setiap orang yang mampu istiqamah dalam keimanan dan amal shalihnya. Tidak main-main, dan Allah memang tidak pernah main-main, ada rahasia yang sangat dahsyat bagi orang yang istiqamah.

Berat? Ya memang berat, tapi kita pasti bisa melakukannya. Susah? Ya memang susah, tapi kita pasti bisa melaksanakannya. Inilah motivasi yang harus terus dihembuskan ke dalam hati kita, agar tetap bersemangat walaupun ada ancaman, gangguan, dan hambatan dalam beristiqamah.


Seseorang yang berhasil dari diklat Ramadhan akan memiliki karakter terpuji yang membuatnya berbeda dan lebih baik dari sebelumnya. (Foto: Ist)
 

Jadilah seorang calon pemenang, bukan calon pecundang. Seorang calon pemenang akan mengatakan kata-kata: “Berat tapi bisa” atau “Susah tapi bisa”, sedangkan calon pecundang akan mengatakan kata-kata: “Bisa tapi berat” atau “Bisa tapi susah”. 

Sungguh luar bisa bukan rahasia di balik istiqamah?

Allah akan mengutus malaikat-Nya untuk menjaga dan membersamai orang yang istiqamah. Malaikat itu bertugas membisikan kata-kata motivasi kepada orang yang istiqamah agar tidak takut dan bersedih hati. Malaikat tersebut juga memberikan kabar gembira dengan disediakannya surga bagi orang yang istiqamah.

Misalnya, puasa telah mengajarkan kita untuk hidup jujur, maka selepas Ramadhan, kita harus tetap berbuat dan berkata jujur. Tidak mudah untuk bersikap jujur, bahkan mungkin kita akan diancam atau disingkirkan karena kita bersikap jujur.

Bisa jadi karena kita memilih bersikap jujur, pendapatan kita akan berkurang. Atau, bisa jadi karena kita bersikap jujur, kita atau keluarga kita mendapatkan ancaman dari orang-orang yang terganggu karena sikap jujur kita.

Maka, Allah melalui malaikat-Nya akan memberikan keyakinan agar kita tidak takut dan tidak bersedih hati apa pun risikonya dengan pilihan kita untuk berbuat dan berkata jujur. Kalaupun kita harus meninggal karena kejujuran kita, maka surga telah Allah siapkan sebagai tempat kembali kita.

Oleh karena itu, pasca Ramadhan ini pilihan terbaik untuk kita adalah tetap istiqamah dengan amalan-amalan Ramadhan. Jadikan hari-hari kita laksana hari-hari di bulan Ramadhan yang dipenuhi dengan berbagai keshalihan baik individual maupun sosial.

Hati dan lisan kita senantiasa dipenuhi dengan dzikir dan tilawah. Sikap dan perbuatan kita senantiasa dilandasi dengan disiplin, tertib, dan penuh dengan kejujuran. Do’a dan harapan terus dilangitkan, sehingga keikhlasan dan keridhaan pun semakin tertambatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Duhai Allah, betapa indah Ramadhan yang telah kami lalui, maka terimalah seluruh amal shalih yang telah kami lakukan. Jika di antara amal shalih kami ada kekurangan, maka lengkapkanlah yaa Allah. Duhai Allah, berikanlah kepada kami kesempatan untuk dapat berjumpa kembali dan merasakan indahnya ibadah di bulan Ramadhan tahun depan. Aamiin. (*)


Jadilah seorang calon pemenang, bukan calon pecundang. Seorang calon pemenang akan mengatakan kata-kata: “Berat tapi bisa” atau “Susah tapi bisa”. (Foto: Ist)
 
 
 

Wallahu a’lam bish-shawab

Editor : Syahrir Rasyid

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut