get app
inews
Aa Text
Read Next : HIKMAH JUMAT : We Are The Champions

HIKMAH JUMAT : Siapakah Manusia Merdeka?

Jum'at, 08 Agustus 2025 | 05:56 WIB
header img
Manusia merdeka dalam pandangan Islam adalah tidak hanya merdeka secara fisik, namun merdeka pula dari belenggu hawa nafsu, syahwat duniawi, kebodohan. (Foto: Ist)

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina; Ketua PCM Pagedangan, Tangerang.

BEBERAPA HARI lagi kita akan merayakan hari kemerdekaan negara kita tercinta, Republik Indonesia, yang ke-80 tahun. Peringatan hari kemerdekaan tahun ini, pemerintah telah menetapkan tema besar yakni “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera, Indonesia Maju”.

Kemerdekaan yang kita rayakan hingga tahun ini adalah kemerdekaan yang sering kali dimaknai hanya secara fisik. Kemerdekaan secara fisik berarti bebas dari penjajahan, penindasan, atau kekuasaan yang dzalim.

Namun, dalam pandangan Islam, konsep kemerdekaan itu tidak hanya dimaknai secara fisik. Bahkan makna manusia merdeka jauh lebih dalam lagi, yakni bukan hanya bebas secara lahiriah, tetapi juga batiniah.

Manusia merdeka dalam pandangan Islam adalah tidak hanya merdeka secara fisik, namun merdeka pula dari belenggu hawa nafsu, syahwat duniawi, kebodohan, dan penghambaan kepada selain Allah.

Merdeka yang Hakiki

Agama Islam menegaskan bahwa hakikat kemerdekaan adalah ketika manusia hanya tunduk dan patuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Itulah puncak kebebasan atau kemerdekaan seorang hamba.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus..." (QS. Al-Bayyinah [98]: 5).

Manusia yang merdeka adalah yang tidak diperbudak oleh manusia lain, tidak pula oleh hawa nafsunya. Ia tidak mengejar ridha makhluk dengan mengorbankan ridha Allah. Dia juga tidak diperbudak oleh syahwatnya hanya demi kenikmatan sesaat.

Perbudakan dan penjajahan modern bukan hanya dalam bentuk rantai dan penjara, tetapi dalam bentuk cinta dunia yang berlebihan. Baginda Rasulullah SAW bersabda: "Celakalah hamba dinar, dirham, dan kain sutera. Jika diberi, dia senang. Jika tidak, dia marah. Celakalah dan rugilah dia…" (HR. Bukhari).


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto: Ist)
 

Maka, beruntunglah manusia merdeka. Menurut agama Islam, manusia merdeka yang hakiki memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

Bertauhid Murni

Tauhid adalah fondasi kebebasan spiritual bagi setiap muslim. Seorang muslim yang merdeka hanya menyembah Allah semata dan tidak menggantungkan hidupnya pada makhluk. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman yang artinya: "Barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya)." (QS. At-Thalaq [65]: 3).

Tidak Takut Kecuali kepada Allah

Mereka tidak takut miskin, tidak takut dibenci manusia, tidak takut kehilangan jabatan, tidak pula ketakutan yang lainnya. Ketakutannya hanya kepada Allah. Dalam Al-Qur’an Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: "Maka janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kamu benar-benar orang beriman.” (QS. Ali 'Imran [3]: 175).

Menjaga Harga Diri dan Kehormatan

Orang merdeka tidak menjual kehormatannya demi popularitas atau harta. Ia menjaga amanah dan tidak tergoda dengan jalan pintas yang batil. Baginda Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Barangsiapa yang berusaha menjaga kehormatannya maka Allah akan menjaga kehormatannya, dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allah akan memberinya kecukupan.” (HR. Bukhari).

Mandiri dalam Hidup

Islam mengajarkan kemandirian bagi setiap pemeluknya. Hal ini ditegaskan oleh Baginda Rasulullah SAW dalam sabdanya: "Sesungguhnya seseorang di antara kalian mengambil tali lalu pergi ke gunung dan membawa seikat kayu bakar di punggungnya, lalu menjualnya… itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada manusia…" (HR. Bukhari).

Terkait dengan manusia merdeka ini, banyak kisah inspiratif yang dapat kita jadikan sebagai pelajaran. Kita mungkin masih ingat kisah Bilal bin Rabah, salah satu kisah paling menggetarkan tentang manusia merdeka dalam Islam.

Bilal bin Rabah, seorang budak kulit hitam di masa jahiliah, menjadi simbol kemerdekaan dalam Islam. Bahkan, Bilal bin Rabah layak dijadikan sebagai simbol manusia merdeka. Bilal disiksa dengan kejam oleh tuannya karena memeluk Islam.

Tanpa sehelai pakaian pun yang menutupi tubuh Bilal bin Rabah, tubuhnya dibaringkan di pasir panas, dan disiksa secara biadab oleh majikannya. Dadanya ditindih batu besar, namun lisannya tak henti mengucap, “Ahad… Ahad” (Allah Yang Maha Esa).

Abu Bakar Ash-Shiddiq RA datang dan membelinya untuk memerdekakannya. Namun Bilal sejatinya telah lebih dahulu merdeka. Merdeka bukan karena bebas dari status budak, tetapi merdeka karena hatinya hanya tunduk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Itulah kisah Bilal bin Rabah, kisah yang terjadi lebih dari 14 abad yang lalu. Seorang budak yang menjadi salah satu penghuni surga berkat keteguhan imannya dan pengorbanan luar biasa dalam mempertahankan keyakinannya.


Di era modern, banyak orang tampak “merdeka”, tetapi sejatinya mereka masih “terjajah”. Terjajah oleh gaya hidupnya yang materialistik. (Foto: Ist)
 

Lantas, bagaimana dengan manusia merdeka di era modern seperti saat ini?

Di era modern, banyak orang tampak “merdeka”, tetapi sejatinya mereka masih “terjajah”. Terjajah oleh gaya hidupnya yang materialistik, terperangkap dalam pengakuan sosial media, tertawan oleh ambisi kekuasaan dan popularitas, serta tunduk pada kekuasaan yang dzalim.

Islam datang sebagai rahmat untuk membebaskan manusia dari semua itu. Islam mengajarkan bahwa tujuan hidup seorang muslim bukan menjadi hamba dunia, tetapi menjadi hamba Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Refleksi untuk Indonesia Hari Ini

Ketika saat ini, Indonesia merayakan kemerdekaan yang ke-80, umat Islam seharusnya bertanya kepada dirinya sendiri: "Apakah aku sudah benar-benar merdeka?" Merdeka bukan hanya bebas dari penjajahan fisik, tapi juga dari penjajahan moral dan spiritual.

Ketika pejabat berani mengambil hak rakyat demi keuntungan pribadi, itu bukan cerminan manusia merdeka. Para pejabat yang korup sama artinya dengan penjajah. Di masa lalu penjajah mencuri harta kekayaan rakyat Indonesia, demikian pula yang dilakukan oleh para koruptor.

Ketika isi perut bumi Indonesia digasak tanpa memikirkan masa depan generasi berikutnya, itu artinya kita sedang dijajah dengan penjajahan gaya baru. Penjajah masa lalu, menggasak hasil bumi Indonesia, penjajah masa kini menggasak isi perut bumi Indonesia.

Ketika generasi muda lebih takut kehilangan followers daripada kehilangan iman, itu tanda penjajahan gaya baru. Ketika para orang tua sibuk dengan menumpuk-numpuk harta dan lupa akan mati, itu artinya dia masih dijajah oleh hawa nafsunya.

Menjadi manusia merdeka yang hakiki merupakan perjuangan seumur hidup. Butuh mujahadah (kesungguhan), ilmu, dan iman yang kuat. Baginda Rasulullah SAW bersabda: "Orang yang paling kuat adalah orang yang mampu mengalahkan nafsunya." (HR. Ibnu Hibban).

Maka, mari kita berjuang untuk menjadi manusia merdeka yang hakiki. Manusia yang merdeka dari belenggu dosa, maksiat, kebodohan, dan ketergantungan pada selain Allah. Namun demikian, perjuangan tetap harus disertai do’a.

"Ya Allah, jadikan kami hamba-hamba-Mu yang merdeka, yang hanya tunduk kepada-Mu, bukan kepada dunia dan penguasa dzalim. Lapangkan hati kami untuk istiqamah di jalan-Mu. Aamiin yaa Rabbal ‘Alamiin." (*)


Ketika generasi muda lebih takut kehilangan followers daripada kehilangan iman, itu tanda penjajahan gaya baru. (Foto: Ist)

 

Wallahu a’lam bish-shawab.

Editor : Syahrir Rasyid

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut