Hadits kedua ini pun juga sangat tegas menyebutkan izin untuk minum meski sudah dikumandangkan adzan. Bahkan Umar pun sempat mengkarifikasi terlebih dahulu sebelum minum. Itu berarti minum setelah adzan bukan cuma sekadar ijtihad Umar, melainkan mendapatkan rekomendasi langsung dari Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
Hadits Bertentangan dengan Al-Qur'an
Kalau kita tarik kesimpulan sekilas dari dua hadits di atas, pastilah kita akan mengatakan bahwa mesikpun sudah berkumandang adzan, tetapi masih dibenarkan untuk makan dan minum, setidaknya hingga habis dari piring kita.
Padahal kita tahu bahwa batas mulai puasa adalah terbitnya fajar, dimana ketentuannya itu datang langsung lewat firman Allah dalam Al-Qur'an. Tentu saja secara hirarki kedudukan Al-Qur'an jauh lebih tinggi dan lebih utama dari pada kedudukan hadis.
Perhatikan ayat berikut ini :
وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam yaitu fajar..." (QS Al-Baqarah: 187)
Tegas sekali batasan puasa menurut Al-Qur'an adalah datangnya fajar. Bagaimana mungkin ketika muadzin mengumandangkan adzan, kita masih saja meneruskan makan dan minum, padahal seorang muadzin tidak akan mengumandangkan adzan kecuali setelah mengetahui pasti Fajar telah terbit? Apakah hadits-hadits di atas secara otomatis tertolak karena berhadapan dengan Al-Quran? Ataukah hadits-hadits itu menjadi semacam kekhususuan atau pengecualian?
Dalam hal ini ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah kita tinggalkan kedua hadits di atas dan berkesimpulan bahwa makan minum bila sudah adzan termasuk membatalkan puasa.
Alasannya karena kedua hadits di atas bertentangan dengan Al-Qur'an. Kemungkinan kedua, kita tinggalkan ayat Al-Qur'an dan memenangkan kedua hadits di atas, dengan alasan bahwa kedua hadits itu merupakan kekhususan dan pengecualian.
Dengan demikian maka hukum makan dan minum meski sudah adzan tetap diperbolehkan.
Hadits Pembanding
Sebelum terlalu jauh berijtihad kesana kemari, mengapa tidak kita cari dulu hadits-hadits lain yang bisa dijadikan pembanding?
Editor : Syahrir Rasyid