Jakarta Ibu Kota Terpadat Di Dunia: Penuh Dinamika Sosial Yang Tak Bisa Diabaikan
OPINI: Oleh Syahrir Rasyid, Pimpinan Redaksi iNewsSerpong
JAKARTA kembali menjadi sorotan dunia. Kali ini bukan soal gedung pencakar langit, teknologi transportasi, atau hiruk-pikuk ekonomi, melainkan sebuah predikat yang terdengar ironis: ibu kota terpadat di dunia versi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
PBB mencatat populasi megapolitan ini telah menembus 42 juta jiwa—angka yang menggambarkan betapa padatnya denyut kehidupan di wilayah Jabodetabek.
Di antara kawasan yang paling kuat merepresentasikan kenyataan itu adalah Johar Baru, Jakarta Pusat. Wilayah ini kerap muncul sebagai simbol urban density ekstrem.
Di beberapa RT, gang-gang hanya bisa dilewati satu orang. Rumah berhimpitan begitu rapat hingga cahaya matahari hampir tak bisa masuk, memaksa warga memasang lampu tambahan meski di siang hari.
Dalam satu RW berisi hampir 5.000 jiwa, rumah berukuran 2,5 x 6 meter bisa dihuni 4–5 kepala keluarga. Bahkan ada rumah yang ditempati belasan orang.
Banyak hunian tidak memiliki kamar mandi, sehingga warga menggantungkan kebutuhan dasar mereka pada fasilitas umum. Akses menuju jalan raya pun sangat terbatas karena labirin gang-gang sempit yang saling bersilangan.
Namun meski ruang begitu terbatas, banyak keluarga memilih bertahan. Sebagian karena rumah mereka adalah warisan turun-temurun, sebagian lagi karena biaya hidup di sana lebih terjangkau, terutama bagi buruh harian, pedagang kecil, pekerja informal, dan keluarga muda berpendapatan rendah.
Johar Baru adalah kecamatan kecil dengan luas hanya 2,42 km², tetapi dihuni lebih dari 120 ribu jiwa. Kepadatannya mencapai 30.000–40.000 jiwa/km², termasuk yang tertinggi di Jakarta.
Namun kondisi itu bukan muncul begitu saja. Kawasan ini merupakan warisan tata ruang lama dari era kolonial: blok-blok permukiman kecil, gang sempit, dan rumah yang dibangun rapat.
Seiring waktu, jumlah rumah bertambah, sementara lahannya tetap. Ditambah ekonomi rakyat yang tumbuh, wilayah ini menjadi magnet bagi penduduk berpendapatan rendah. Kepadatan pun semakin tak terhindarkan.
Namun, Johar Baru bukan hanya tentang kesempitan. Ia juga menyimpan kekuatan: solidaritas warga yang tinggi, aktivitas ekonomi mikro yang hidup, dan berbagai program pemerintah yang perlahan mulai memperbaiki kualitas permukiman.
Editor : Syahrir Rasyid