Setelah calon jodoh sudah ditentukan, kedua keluarga bertemu dan bersilaturahmi. Tahap pengenalan ini dinamakan bobogohan. Biasanya, acara ini diiringi dengan alunan alat musik kecapi yang dibawa oleh pihak laki-laki.
Setelah kedua keluarga sepakat untuk melangsungkan pernikahan, maka diadakanlah lamaran. Uniknya pernikahan suku Baduy lagi adalah acara pernikahan hanya boleh dilakukan pada bulan ke-5, 6, dan 7 yang penanggalannya disesuaikan oleh Pikukuh.
Pikukuh sendiri merupakan aturan dan ajaran yang wajib dijalankan oleh masyarakat Baduy. Aturan ini mengatur segala hal yang dilarang dan diperbolehkan oleh masyarakat suku Baduy, sesuai dengan apa yang sudah digariskan leluhur.
Sebelum resmi menikah, calon pengantin pria diwajibkan untuk tinggal terlebih dahulu selama 2 hari di kampung calon mempelai perempuan. Hal ini dimaksudkan agar para ruh betah tinggal di tempat itu.
Sehari sebelum akad dilangsungkan, calon mempelai pria dijemput warga dari kampung si calon istri. Para warga ini membantu membawakan berbagai barang bawaan beserta makanan dan minuman.
Dalam proses pernikahan, pengantin akan mengucapkan ijab kabul yang disaksikan oleh penghulu. Pelaksanaan akad nikah dan resepsi dilakukan di Balai Adat, serta dipimpin oleh Pu’un yang akan mengesahkan pernikahan tersebut.
Satu hal yang perlu ditekankan, masyarakat Baduy tidak mengenal poligami dan perceraian dalam rumah tangganya. Mereka hanya diperbolehkan menikah lagi jika pasangannya meninggal dunia. Uniknya pernikahan suku Baduy ya! (*)
Editor : Syahrir Rasyid