Musuh yang ketiga adalah setan dalam wujud manusia. Mereka mengajak, mempengaruhi, memprovokasi dan bahkan memfasilitasi manusia untuk berbuat kejahatan dan kemaksiatan. Musuh yang ketiga ini relatif lebih berbahaya dibandingkan dengan setan gaib.
Lalu, kemanakah kita akan hijrah?
Pertama, kita berhijrah dari syirik menuju tauhid. Inilah prinsip utama dalam Islam yang bertauhid atau mengesakan Allah dalam segala bentuk peribadatan. Kita meninggalkan sesuatu yang dipertuhankan seperti harta, tahta, jabatan, pasangan, dan berhala-berhala lainnya menuju tauhid. Dengan hijrah, ibadah kita benar-benar dilakukan hanya untuk Allah semata.
Yang kedua adalah berhijrah dari kekufuran menuju keimanan. Meneguhkan keyakinan terhadap rukun iman serta meninggalkan segala bentuk pembangkangan terhadap perintah Allah dan Rasul-nya. Dengan hijrah yang kedua ini, kita berusaha dengan sekuat tenaga dan kemampuan yang ada untuk senantiasa taat atas segala perintah dan menjauhi segala bentuk larangan dari Allah dan Rasul-nya.
Hijrah yang ketiga adalah dari kegelapan menuju cahaya. Islam adalah agama yang dilandasi oleh ilmu. Ilmu menjadi cahaya dalam menjalankan segala bentuk amal keislaman kita. Oleh karenanya, dalam konsep hijrah yang ketiga ini, seseorang yang awalnya beramal tanpa landasan ilmu, kini beramal senantiasa berlandaskan kepada ilmu.
Terakhir, hijrah dari jahiliyah kepada Islam. Jahiliyah adalah sebuah kondisi atau perilaku dimana seseorang hidup tanpa bimbingan dari Islam dan jauh dari Al-Qur’an. Dengan melakukan hijrah, maka perilakunya berubah menjadi selaras dan sejalan dengan Islam. Al-Qur’an dijadikannya sebagai way of life, yang senantiasa membimbingnya dalam kehidupan sehari-hari.
Hijrah membawa seseorang dari segala bentuk keburukan menuju berbagai kebaikan. Hijrah membawa seseorang dari kamaksiatan menuju kemashlahatan.
Wallahu a’lam bish-shawab. (*)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait