Di antara timbangan dan mesin-mesin penggiling kopi tempo doeloe dalam ruangan berukuran sekitar 6x6 meter itu, Widyapratama, 75 tahun, pemilik Kopi Aroma, menyambut MPI.
"Kami mempertahankan semua cara tradisional dalam pengolahan biji kopi di sini. Tanpa bahan kimia dan tambahan lain, apalagi pewangi. Semua asli dan murni," kata pemilik Kopi Aroma Widyapratama di tokonya, Bandung, Jawa Barat.
Dia menjelaskan, semua biji kopi di sana dierami hingga bertahun-tahun sebelum diolah untuk proses penuaan yang maksimal. Hasil penuaan ini sangat mempengaruhi mutu, baik dari segi rasa dan aroma.
Kopi jenis mokka arabika, misalnya. Setelah dijemur hingga benar-benar kering, biji kopi arabika dari wilayah Priangan, Jawa, Aceh, Medan, Toraja, Flores dan Timur ini dierami hingga delapan tahun. Pada waktunya, biji-biji kopi tersebut kemudian disangrai menggunakan mesin roasting tua buatan Jerman. "Selain wangi yang khas, rasa asamnya lebih lembut dan rendah kafein," ujar Widya.
Sementara itu, untuk jenis robusta, biji kopi yang dibeli langsung dari para petani langganannya dierami dulu selama lima tahun. Biji kopi robusta dipilih dari daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Bengkulu dan Lampung. Proses sangrainya juga memakan waktu dua jam, sehingga menghasilkan kopi yang lebih unggul di rasa pahit dan memiliki kadar kafein tinggi.
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait