Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina
BULAN suci Ramadhan baru saja berlalu meninggalkan kita. Masih tertanam kuat dalam ingatan kita, betapa indahnya beribadah di bulan suci Ramadhan. Berbagai ibadah kita laksanakan, baik ibadah wajib maupun sunnah, yang dilaksanakan sendiri maupun berjamaah.
Berakhirnya bulan suci Ramadhan, bukan berarti berakhir pula tugas berat seorang hamba untuk meraih dan meningkatkan ketakwaannya kepada Allah SWT. Justru di bulan Syawal inilah ketakwaan seorang hamba harusnya dapat lebih ditingkatkan.
Oleh karenanya, setelah Ramadhan usai datanglah bulan Syawal yang artinya bulan peningkatan. Selama sebulan penuh di bulan Ramadhan, seluruh hamba yang beriman dididik dan dilatih oleh Allah SWT untuk membiasakan diri melakukan berbagai amal shalih, dan mulai bulan Syawal ini kebiasaan baik itu harus semakin meningkat.
Tercerai Berai Kembali
Berbagai amal shalih yang dilakukan seorang hamba selama bulan Ramadhan, laksana helai demi helai benang yang dipintal kuat menjadi kain yang indah. Alangkah sayangnya, jika kemudian di bulan Syawal ini, benang yang sudah dipintal kuat menjadi kain itu, dilepas satu per satu hingga menjadi tercerai berai kembali.
Allah SWT mengingatkan kepada kita melalui firman-Nya yang artinya: “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)-mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (QS. An-Nahl [16]: 92).
Bulan Syawal menjadi momentum pembuktian keberhasilan seorang hamba yang lulus dari proses pendidikan dan pelatihan (diklat) yang dilakukan di bulan Ramadhan. Oleh karenanya, janganlah kita menjadi orang yang secara perlahan namun pasti, meninggalkan berbagai ibadah yang dilaksanakan selama bulan suci Ramadhan.
Istiqamah, barangkali itulah diksi yang paling tepat untuk mengingatkan kita semua pasca Ramadahan ini. Istiqamah dalam konteks ini merupakan sikap atau upaya seorang hamba untuk tetap teguh menjalankan berbagai amal shalih yang biasa dilakukannya selama bulan suci Ramadhan.
Setidaknya ada tiga hal yang wajib dilakukan secara istiqamah oleh hamba-hamba yang lulus diklat Ramadhan, di antaranya:
Senantiasa Mengendalikan Diri (Self Control)
Pokok ibadah di bulan Ramadhan adalah mengendalikan diri (self control) sebagai bentuk ketaatan kepada perintah Allah SWT. Jangankan melakukan yang haram, melakukan yang halal saja kalau belum waktunya, seorang hamba yang beriman tidak mau melakukannya.
Contoh diklat pengendalian diri yang lain di bulan Ramadhan adalah menahan amarah. Kemampuan menahan amarah menjadi contoh amal shalih yang harus terus ditingkatkan, terlebih di tahun politik seperti sekarang ini. Jangan karena perbedaan pilihan dan tidak mampu mengendalikan amarah, menyebabkan persaudaraan kita menjadi terkoyak kembali pasca Ramadhan.
Sahabat Rasulullah SAW, Abu Hurairah RA menceritakan bahwa ada seorang laki-laki meminta wasiat kepada Baginda Rasulullah SAW: “Berilah aku wasiat.” Beliau menjawab: “Engkau jangan marah.” Kemudian orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Jangan marah.” (HR. Bukhari).
Kemampuan menahan amarah menjadi contoh amal shalih yang harus terus ditingkatkan, terlebih di tahun politik seperti sekarang ini. (Foto : Ist)
Senantiasa Menjaga Semangat Berjamaah
Ramadhan mengajarkan semangat berjamaah dalam melakukan berbagai amal shalih. Berjamaah merupakan implementasi nyata kebersamaan dan persatuan umat Islam. Shalat wajib, shalat tarawih, hingga zakat fitrah adalah contoh diklat berjamaah yang dibiasakan selama bulan suci Ramadhan.
Sebagai makhluk sosial, maka manusia pasti membutuhkan orang lain. Seorang yang lulus dari diklat Ramadhan memiliki kesadaran akan heterogenitas hidup bersosial. Prinsip hidup dan perjuangannya adalah bersatu dalam aqidah, berjamaah dalam ibadah, dan bertoleransi dalam khilafiyah.
Semangat berjamaah dalam segala hal serta saling mendukung dan menguatkan dalam kebaikan, akan mengundang datangnya cinta Allah SWT. Dalam Al-Qur’an Surat As-Shaff [61] ayat 4, Allah SWT berfirman yang artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
Berhati-hati dalam Setiap Tindakan
Orang yang lulus dari diklat Ramadhan disebut orang yang bertakwa. Terkait dengan takwa ini, ada sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Umar bin Khatab RA yang bertanya kepada Ubay bin Ka’ab RA. Umar bertanya: “Wahai Ubay, apa makna takwa?”
Ubay yang ditanya justru balik bertanya: “Wahai Umar, pernahkah engkau berjalan melewati jalan yang penuh duri?”
“Tentu saja pernah.” jawab Umar.
“Apa yang engkau lakukan saat itu wahai Umar?” lanjut Ubay bertanya.
“Tentu saja aku akan berjalan berhati-hati.” jawab Umar.
“Itulah hakikat takwa.” jelas Ubay.
Begitulah sikap orang yang bertakwa. Dia akan berjalan dengan hati-hati agar tidak menginjak duri-duri dalam hidup dan kehidupannya. Duri-duri itu adalah berupa larangan dari Allah SWT dan Baginda Rasulullah SAW.
Istiqamah dalam jalan takwa seperti yang diuraikan di atas adalah pilihan yang harus dilakukan pasca Ramadhan ini. Hati yang diliputi oleh takwa akan mampu menjadi filter yang efektif dalam menyaring zat-zat buruk yang akan merusak keimanan seseorang.
Dengan demikian maka sejatinya keberhasilan Ramadhan bukan terletak dari banyaknya ibadah atau amal shalih yang dilakukan selama Ramadhan. Keberhasilan Ramadhan dapat dilihat dari sikap istiqamah pasca Ramadhan sebagai bentuk usaha seorang hamba untuk terus meningkatkan kualitas takwanya, mulai bulan Syawal hingga datangnya Ramadhan tahun depan.
Semoga Allah SWT, dzat yang Maha Membolak-balikan hati, senantiasa menetapkan hati kita untuk tetap condong dalam ketaatan kepada agama-Nya. Istiqamah dalam kebaikan dan memberikan kesempatan kepada kita untuk kembali berjumpa dengan Ramadhan tahun depan. Aamiin.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait