HIKMAH JUMAT : Pentingnya Perencanaan dalam Ibadah

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si.
Islam adalah agama yang mengajarkan keteraturan dalam hidup dan kehidupan umatnya. (Foto : Ist)

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina

ISLAM ADALAH agama yang mengajarkan keteraturan dalam hidup dan kehidupan umatnya. Keteraturan ini misalnya dapat dilihat dari adanya waktu, persyaratan, dan tata cara dari setiap ibadah yang dilakukan oleh umat Islam.

Sebagai contoh saja, Allah SWT mengatur waktu terkait dengan shalat wajib. Aturan ini disampaikan oleh Allah SWT melalui firman-Nya yang artinya: “Sesungguhnya shalat memiliki waktu yang telah ditetapkan bagi orang beriman.” (QS. An-Nisaa [4]: 103).

Tentunya tidak hanya ibadah shalat yang diatur dan teratur waktunya. Terdapat berbagai jenis ibadah lainnya dalam Islam yang menuntut adanya keteraturan bahkan persiapan dan perencanaan yang matang sebelum ibadah tersebut dilaksanakan.

Lebih jauh, Allah SWT bahkan mengingatkan seluruh hamba-Nya untuk memperhatikan segala sesuatu yang diperbuatnya hari ini untuk kepentingan hari esok. Dengan kata lain, Allah SWT memerintahkan kepada hamba-Nya untuk membuat perencanaan yang baik untuk kehidupan di dunia ini, terlebih lagi untuk kehidupannya di akhirat kelak.

Allah SWT berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr [59]: 18).

Menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, pada ayat di atas Allah SWT memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar menjaga segala sesuatu yang telah diperintahkan-Nya serta memikirkan dampak baik dan buruk dari setiap amal perbuatannya.

Selanjutnya Syaikh as-Sa’di juga menjelaskan bahwa jika seorang hamba telah meletakkan akhirat di hadapan matanya dan kiblat di hatinya, maka mereka akan berkonsentrasi untuk menunaikan amalan akhirat dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperbanyak amalan yang dapat menghantarkannya ke surga.

Nah, salah satu bentuk kesungguhan dalam memperbanyak amal sebagai modal untuk mendapatkan surganya Allah SWT adalah dengan merencanakan sebaik-baiknya setiap amal yang akan dilakukannya. Dalam konteks ini, perencanaan merupakan implementasi dari niat yang diucapkan dalam hati.

Mari kita perhatikan sabda Baginda Rasulullah SAW yang artinya: “Sesungguhnya setiap amalan tergantung dari niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.” (HR. Bukhari dan Muslim).


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)
 
 

Berdasarkan hadits di atas, maka setiap perencanaan yang kita buat hendaknya semuanya ditujukan untuk Allah SWT. Tujuan ini juga memiliki makna bahwa manusia hanya bisa membuat rencana, Allah-lah yang maha menentukan segalanya dan maha mengetahui hasil akhir terbaik untuk hamba-Nya.

Selain itu, yang perlu diperhatikan pula adalah bahwa dalam setiap pembuatan rencana harus benar-benar didasarkan kepada data dan fakta yang sudah dianalisis sebelumnya. Tidak hanya asal membuat rencana, yang dalam implementasinya justru akan jauh menyimpang dari rencana yang dibuat sebelumnya.

Coba perhatikan kembali firman Allah SWT dalam surat Al-Hasyr [59] ayat 18 di atas. Pada ayat tersebut Allah memerintahkan agar setiap manusia memperhatikan segala sesuatu yang diperbuatnya hari ini untuk hari esok. Hal ini menegaskan bahwa kita harus membuat rencana berdasarkan hasil analisis terhadap data dan fakta dari segala sesuatu yang sudah kita lakukan.

Oleh karena itu, dalam membuat rencana harus benar-benar didasarkan kepada konsep SMART (Specific / spesifik, Measureable / terukur, Achieveable / dapat dicapai, Reasonable / masuk akal, Time bound / terikat waktu). Ingat, jika kita gagal dalam membuat rencana berarti kita sedang merencanakan sebuah kegagalan.

Misalkan saja kita berniat untuk merutinkan ibadah kurban setiap tahun. Untuk meringankan dalam pembelian hewan kurban dan meningkatkan kepastian, maka hendaknya kita membuat rencana kurban tahun depan dengan cara disiplin menabung melalui tabung qurban dimulai bulan Dzulhijjah tahun ini.

Begitu pula misalnya untuk pergi umrah. Kita dapat merencanakan untuk pergi umrah dengan cara disiplin menabung dan menetapkan target tahun keberangkatannya.

Besaran tabungan minimal per bulan dapat ditentukan berdasarkan besaran biaya umrah yang ada. Dengan demikian maka perjalanan ibadah umrah akan lebih jelas dan terukur target maupun waktunya.

Dua contoh perencanaan ibadah di atas merupakan modifikasi atau bahkan meniru dari konsep perencanaan ibadah haji yang telah berjalan dengan baik di negeri kita selama ini.

Perbedaannya adalah terkait dengan batas waktu pelaksanaan saja. Dalam perencanaan kurban dan umrah, waktu benar-benar kita yang menentukan, sedangkan ibadah haji pemerintah yang menentukan.


Setiap rencana baik yang sudah dibuat hendaknya diikuti dengan kesungguhan untuk melaksanakan. (Foto : Ist)
 
 

Setiap rencana baik yang sudah dibuat, hendaknya diikuti dengan kesungguhan untuk melaksanakannya. Tanpa kesungguhan maka rencana hanya akan terlihat sempurna di atas kertas, namun tak sesuai dengan harapan. Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah menulis kebaikan-kebaikan dan keburukan-keburukan kemudian menjelaskannya.

Barangsiapa yang berniat melakukan kebaikan lalu tidak mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna, dan jika dia berniat mengerjakan kebaikan lalu mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus lipat hingga perlipatan yang banyak.

Jika dia berniat melakukan keburukan lalu tidak jadi mengerjakannya, maka Allah menulis itu di sisi-Nya sebagai satu kebaikan yang sempurna, dan jika dia berniat melakukan keburukan lalu mengerjakannya, maka Allah menulis itu sebagai satu keburukan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Merujuk kepada hadits di atas, begitu besar pahala yang Allah SWT berikan kepada hamba-hamba-Nya yang berniat dan berencana untuk melaksanakan suatu kebaikan atau ibadah. Berniat saja kemudian tidak melaksanakannya, sudah mendapatkan satu kebaikan yang sempurna.

Penulis meyakini bahwa perencanaan yang diwujudkan dengan ikhtiar, misalnya disiplin menabung untuk ibadah kurban, umrah, haji, atau ibadah lainnya, in syaa Allah pahalanya akan jauh lebih besar daripada hanya sebatas niat tanpa disertai dengan ikhtiar, walaupun akhirnya rencana ibadah tersebut tidak dapat direalisasikan.

Terakhir, kita harus menyadari sekali lagi bahwa perencanaan yang kita buat hanyalah bagian dari usaha atau ikhtiar yang wajib dilakukan oleh setiap hamba Allah. Disertai dengan do’a dan kesungguhan, kita pancangkan niat dan sempurnakan ikhtiar kita. Selanjutnya, kewajiban kita adalah bertawakal kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman: “.... Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran [3]: 159).  (*)


Perencanaan yang dibuat hanyalah bagian dari usaha atau ikhtiar yang wajib dilakukan oleh setiap hamba Allah. (Foto : Ist)
 

Wallahu a’lam bish-shawab.

          

 

 

Editor : Syahrir Rasyid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network