HIKMAH JUMAT : Implementasi Nilai-nilai Ibadah Kurban

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si.
Sudah sejauh manakah mengimplementasikan nilai-nilai ibadah kurban dalam kehidupan sehari-hari? (Foto : Ist)

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina

HARI RAYA Idul Adha baru saja berlalu. Sudah puluh kali kita melaksanakan perayaan Idul Adha. Begitu pula dengan penyembelihan hewan kurban, bisa jadi sudah beberapa kali atau bahkan rutin kita lakukan setiap tahun.

Pertanyaannya adalah sudah sejauh manakah kita mengimplementasikan nilai-nilai ibadah kurban dalam kehidupan sehari-hari? Renungkanlah. Jangan sampai ibadah kurban yang setiap tahun dilaksanakan hanya berlalu begitu saja.

Betapa meriahnya perayaan Idul Adha yang baru saja kita lalui. Hewan kurban disembelih, kemudian dagingnya dibagi-bagikan dan dinikmati sebagai hidangan istimewa di hari raya. Lalu, semuanya berakhir setelah daging menjadi sate, gulai, atau masakan lainnya.

Seringkali kita ini hanya baru bisa berkurban, namun belum mampu memetik hikmah dari ibadah kurban itu sendiri. Wajarlah jika hari ini kita melihat banyak pemimpin di negeri kita yang rela mengorbankan rakyat, bangsa, dan negaranya hanya untuk kepentingan diri, keluarga, kelompok, dan kroni-kroninya.

Perilaku mengorbankan orang lain tidak hanya dilakukan oleh para pemimpin, namun juga oleh masyarakatnya. Banyak pengusaha, pemborong, atau bahkan pedagang yang sering mengorbankan para konsumennya, demi meraih keuntungan dari bisnis yang dilakukannya.

Potret-potret di atas, menggambarkan kepada kita bahwa saat ini kita hanya baru mampu berkurban secara dzahir saja. Belum disertai dengan pemahaman dan pengamalan nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah kurban.

Padahal, jika kita perhatikan materi khotbah shalat Idul Adha, hampir sebagian besar materinya membahas kisah tiga orang yang luar biasa, yaitu Ibrahim A.S, Ismail A.S., dan Siti Hajar.

Nabi Ibrahim A.S. berpuluh-puluh tahun berdoa kepada Allah agar diberikan anak yang akan melanjutkan perjuangan dakwah dan risalahnya kepada seluruh umat manusia. Allah kemudian mengabadikan doanya: “Ya Tuhanku, berilah aku anak yang shalih.” (QS. Ash-Shaffat [37]: 100).

Bagi Nabi Ibrahim A.S., seorang anak bukanlah sekedar orang yang akan mewarisi harta dan kekayaan orang tuanya. Namun seorang anak haruslah menjadi pewaris agama dan keimanan orang tuanya.


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : iNewsSerpong)
 
 


Editor : Syahrir Rasyid

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network