Bisa jadi, karena kisah inilah kita mengenal istilah harta karun. Penggunaan istilah harta karun biasanya ketika ditemukan sejumlah harta atau kekayaan lainnya dalam jumlah besar, yang sebelumnya tersembunyi dan tidak diketahui pemiliknya.
Jangan Lupakan Bagianmu di Dunia
Berdasarkan kisah Karun tersebut, maka Allah SWT mengingatkan kepada kita bahwa harta kekayaan atau dunia itu sekedar jangan dilupakan. Peringatan ini Allah sampaikan dalam firman-Nya bersamaan dengan kisah Karun tadi. Allah SWT berfirman yang artinya:
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al-Qashash [28]: 77).
Menurut Imam Al-Qurthubi bahwa berdasarkan ayat di atas hendaknya setiap manusia menggunakan nikmat yang telah Allah berikan kepadanya di dunia ini untuk menggapai kebahagiaan negeri akhirat yakni surga. Dengan demikian maka harta kekayaan atau kenikmatan dunia lainnya bukanlah untuk kesombongan atau keangkuhan.
Sementara itu, Imam Ibnu Katsir berpendapat bahwa berdasarkan ayat di atas, hendaklah setiap manusia menggunakan harta dan nikmat yang telah Allah anugerahkan untuk taat kepada Allah dan jadikanlah harta dan kenikmatan itu untuk semakin dekat kepada Allah SWT.
Lebih jauh Imam Ibnu Katsir menyatakan bahwa manusia jangan melupakan nasibnya di dunia ini. Sebagai manusia, kita membutuhkan makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan menikah. Hal itu semua dibolehkan oleh Allah SWT.
Masih menurut Imam Ibnu Katsir, bahwa di atas kenikmatan-kenikmatan itu, Allah memiliki hak dari kita. Kita dan keluarga pun memiliki hak, maka tunaikanlah hak-hak itu. Itulah makna bahwa kita jangan melupakan nasib kita dari kehidupan kita di dunia ini.
Selanjutnya menurut Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di bahwa dengan harta dan kenikmatan yang telah Allah anugerahkan hendaknya digunakan untuk menggapai ridha Allah. Janganlah dengan harta dan kenikmatan itu justru membuat kita mengikuti hawa nafsu dan memenuhi syahwat semata.
Syaikh As Sa’di juga mengingatkan bahwa Allah tidak memerintahkan manusia untuk menginfakkan seluruh hartanya, sehingga dia tidak mampu lagi menafkahi keluarganya. Namun infakkanlah sebagian untuk kebahagiaan negeri akhirat. Manusia boleh bersenang-senang dengan kehidupan dunianya, namun jangan sampai melalaikan agama dan mencelakakan kehidupan akhiratnya.
Manusia boleh bersenang-senang dengan kehidupan dunianya, namun jangan sampai melalaikan agama dan mencelakakan kehidupan akhiratnya. (Foto : Ist)
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait