“Seandainya tidak ada bantuan KIP Kuliah, saya tidak tahu, mungkin akan sulit sekali untuk bisa berkuliah karena ekonomi keluarga sangat tidak mendukung,“ ucapnya.
Hanya Melly yang Kuliah
Bisa dikatakan, Melly satu-satunya di keluarganya yang kuliah. Ayahnya Melly, Tan Si Eng, tidak tamat sekolah dasar dan pernah berprofesi sebagai penjual bubur ayam di lingkungan rumahnya sekitar Jalan Pagarsih, Kota Bandung.
Namun, kondisi lock down akibat bencana Covid-19 tahun 2019-2021 membuat jualan bubur ayamnya terhenti. Covid-19 usai, ayahnya Melly tak melanjutkan jualan bubur ayamnya, namun kerja serabutan sebagai tukang cat rumah.
Sementara ibunya Melly, Oey Erni yang hanya lulusan sekolah dasar sudah meninggal.
Melly merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Kakaknya hanya tamatan SMA dan tidak tertarik untuk kuliah. Untuk kehidupan sehari-hari, Melly dan kakaknya membuat usaha catering kecil-kecilan. Bahkan dia menjadi guru les murid SD-SMA untuk mencukup kebutuhan.
Lingkungan tempat tinggal Melly walaupun berada di tengah Kota Bandung, merupakan masyarakat yang kurang menyadari pentingnya pendidikan. Mayoritas penduduk Jalan Pagarsih pedagang informal dan pelaku usaha kecil. Sangat jarang ditemukan anak muda yang melanjutkan pendidikan hingga kuliah.
“Memang ada yang melanjutkan hingga jenjang perguruan tinggi, namun persentasenya sangat kecil. Mayoritas menikah setelah lulus SMP ataupun SMA,“ ujar Melly.
Beruntung, sejak sekolah dasar, Melly punya ketertarikan yang tinggi untuk sekolah dan karenanya sering memperoleh prestasi, baik akademik maupun nonakademik. Selama di SD dan SMP, Melly selalu menduduki peringkat 3 besar di sekolahnya serta sering mengikuti lomba bercerita bahasa Mandarin dan bahasa Inggris.
Memasuki masa SMA di SMAK BPK Penabur Bandung, Melly sempat mengikuti olimpiade sains matematika dan kimia tingkat Kota Bandung.
“Saat kelas 3 SMA pernah memperoleh juara 3 lomba bahasa Mandarin di Universitas Maranatha dan lolos ke babak semifinal olimpiade kimia UNY,“ kata Melly.
(*)
Editor : Syahrir Rasyid