HIKMAH JUMAT : Niat Ibadah (Puasa) dan Akibatnya 

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si.
Pembeda antara puasa di bulan Ramadhan dengan puasa lainnya (puasa sunnah), adalah terletak pada niatnya. (Foto: Ist)

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina; Ketua PCM Pagedangan, Tangerang

TUJUAN AKHIR dari puasa di bulan Ramadhan adalah meraih derajat takwa. Bukan tubuh yang sehat, bukan badan yang langsing, bukan juga tujuan-tujuan duniawi lainnya. Itu semua hanyalah bonus duniawi bagi orang-orang yang menjalankan ibadah puasa dengan benar, bukan tujuan puasa.

Luruskan niat kita, agar puasa kita sebulan penuh di bulan Ramadhan tidak menjadi sia-sia. Kita harus ingat bahwa setiap amalan yang kita lakukan sangat bergantung kepada niat kita dalam melaksanakannya. 

Hal ini ditegaskan oleh Baginda Rasulullah SAW dalam sabdanya yang artinya: “Sesungguhnya amalan itu tergantung dari niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Niat adalah keinginan hati seseorang dalam melakukan amalan. Jika kita merujuk pada hadist di atas, maka niat adalah menjadi penentu terhadap apa yang akan kita dapatkan dari amalan yang kita perbuat. 

Oleh karena itu, urusan niat ini tidak dapat dipandang sebelah mata. Menurut Ibnu Rajab Al-Hambali, niat memiliki dua fungsi utama. Pertama adalah membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya, atau membedakan antara ibadah dengan kebiasaan.

Sebagai contoh, kita saat ini sedang menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Pembeda antara puasa di bulan Ramadhan dengan puasa lainnya (puasa sunnah), adalah terletak pada niatnya. Seluruh tata cara puasa wajib dan puasa sunnah adalah sama, namun niatnya tentu berbeda.

Fungsi yang kedua adalah membedakan tujuan seseorang dalam beribadah. Ada orang yang beribadah karena Allah Ta’ala (ikhlas), namun ada juga orang yang beribadah karena mencari pujian dan tujuan-tujuan duniawi lainnya.

Baginda Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Sesungguhnya amal perbuatan itu diiringi dengan niat, dan sesungguhnya bagi setiap insan akan memperoleh menurut apa yang diniatkan. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka dibenarkan hijrahnya itu oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya untuk dunia yang hendak diperoleh atau wanita yang hendak dipersunting, maka ia akan mendapatkan apa yang diingini itu saja.” (HR. Bukhari dan Muslim).


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : iNewsSerpong)
 

Perlu diingat kembali bahwa Allah Ta’ala memerintahkan hamba-hambanya untuk ikhlas dalam melalukan ibadah apa pun dan tidak dicampurkan dengan niat-niat yang lain. Perhatikan firman Allah Ta’ala yang artinya:

“Mereka tidak diperintah, kecuali untuk menyembah Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya lagi hanif (istiqamah), melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Itulah agama yang lurus (benar)." (QS. Al-Bayyinah [98]: 5).

Berdasarkan ayat ini kita dapat mengetahui bahwa Allah hanya meminta kita untuk beribadah kepada-Nya dengan niat yang tulus, ikhlas, murni tidak bercampur dengan niatan yang lain (syirik), termasuk dalam menjalankan ibadah puasa ini. 

Dalam sebuah hadits qudsi, Allah Ta’ala berfirman yang artinya: “Aku sangat tidak butuh sekutu, siapa saja yang beramal menyekutukan sesuatu dengan-Ku, maka Aku akan meninggalkan dia dan syiriknya.” (HR. Muslim).

Seorang ulama yang bernama Abdullah bin Mubarak berkata: “Bisa jadi amalan yang sepele, menjadi besar pahalanya disebabkan karena niat. Dan boleh jadi amalan yang besar, menjadi kecil pahalanya karena niat.”

Begitu strategisnya fungsi niat dalam menentukan pahala dari sebuah amalan yang dilakukan seseorang. Oleh karenanya, janganlah kita menyia-nyiakan puasa kita selama sebulan penuh ini hanya karena salah dalam berniat, misalnya agar tubuh kita menjadi sehat.

Adapun hadits yang menyatakan bahwa: “Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat” sebagaimanadiriwayatkan oleh At-Thabrani, para ulama hadits menyatakan bahwa hadits tersebut statusnya dhaif dari segi sanadnya. 


Janganlah menyia-nyiakan puasa selama sebulan penuh ini hanya karena salah dalam berniat, misalnya agar tubuh kita menjadi sehat. (Foto: Ist)
 

Namun demikian, secara ilmiah dan empiris dapat kita sepakati bahwa puasa memang berpeluang menyebabkan tubuh seseorang menjadi lebih sehat dari sebelumnya. Oleh karena itu, sehatnya seseorang karena puasa, janganlah dijadikan sebagai niat, cukuplah dianggap sebagai bonus dari ibadah puasa yang dilakukan secara ikhlas karena Allah Ta’ala.

KH. Zainuddin MZ pernah mengilustrasikan terkait niat ini dengan ilustrasi yang sangat mudah untuk dipahami. Beliau mengibaratkan seseorang membeli seekor sapi, maka pulangnya akan membawa sapi sekaligus tambangnya. Sebaliknya, seseorang membeli tambang maka jangan berharap pulangnya membawa tambang sekaligus sapinya. 

Beliau menjelaskan bahwa seseorang yang membeli sapi itu ibarat orang yang beribadah demi negeri akhirat yakni karena Allah, maka dia sekaligus akan mendapatkan bonus duniawi. Sementara itu, seseorang yang membeli tambang itu ibarat orang yang beribadah demi berbagai hal yang bersifat duniawiyah, maka jangan harap dia akan mendapatkan kebaikan negeri akhirat. 

Fatal akibatnya, jika kita salah dalam berniat ketika melakukan ibadah apa pun termasuk puasa. Mari kita perhatikan firman Allah Ta’ala dalam Al-Qur’an surat Huud [11] ayat ke-15 sampai 16 yang artinya:

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.”

Na’udzubillahi min dzalik, semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari salah dalam berniat untuk melakukan suatu amalan atau ibadah. Kita juga berharap semoga dengan puasa Ramadhan tahun ini, kita menjadi orang yang bertakwa sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 163). (*)


Allah hanya meminta beribadah kepada-Nya dengan niat yang tulus, ikhlas, murni tidak bercampur dengan niatan yang lain, termasuk dalam menjalankan ibadah puasa. (Foto: Ist)
   

Wallahu a’lam bish-shawab.

 

Editor : Syahrir Rasyid

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network