Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina)
AL KISAH ada seorang raja yang memiliki hobi berburu di hutan belantara. Setiap kali berburu dia selalu mengajak para pengawalnya dan tidak tertinggal sahabat dekatnya sekaligus penasihat pribadinya.
Suatu ketika dia berburu di dalam hutan dan berhasil medapatkan seekor rusa. Begitu senangnya hati sang raja, sehingga dia langsung menyembelih sendiri rusa tersebut menggunakan golok yang sangat tajam.
Pada saat menyembelih rusa tersebut, tanpa disadari oleh sang raja, golok yang sangat tajam tadi mengenai dan memotong jari sang raja sendiri. Putuslah salah satu jari tangan sang raja.
Karena kejadian itu, sang raja mengajak seluruh pengawal pribadi serta penasihatnya untuk segera pulang dan kembali ke istana.
Sang raja sangat sedih dan kesakitan sepanjang jalan pulang menuju istananya. Para pengawal berusaha untuk menghibur sang Raja, tak tertinggal pula sahabat sekaligus penasihat pribadinya.
“Tuanku yang mulia, In syaa Allah, terpotongnya jari Tuanku adalah yang terbaik dari Allah.”, kata sang penasihat. Mendengar nasihat dari sahabatnya itu, sang raja bukannya tenang, justru sebaliknya.
“Maksud kamu apa? Jariku terpotong itu adalah yang terbaik untukku?”, sang raja marah.
“Sahabat macam apa kamu ini?”, lanjut sang raja.
“Aku ini menjadi cacat gara-gara jariku terpotong. Itu yang terbaik dari Allah katamu?”, sang raja semakin marah.
Melihat dan mendengar kemarahan sang raja, sahabat sekaligus penasihatnya itu hanya bisa terdiam. Begitu juga para pengawal pribadinya, tidak ada yang berani bicara lagi sepanjang perjalanan menuju istana.
Akhirnya seluruh rombongan tiba di istana. Sang raja yang masih menyimpan kemarahan, kemudian memerintahkan kepada pengawalnya untuk memasukkan sahabatnya itu ke dalam penjara.
Editor : Syahrir Rasyid
Artikel Terkait