JAKARTA,iNewsSerpong.id – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan masih akan berfluktuatif dengan kecondongan melemah di awal perdagangan hari ini, Senin (27/6/2022). Sepekan ini, investor akan menyimak sejumlah data penting, termasuk rilis data inflasi dalam negeri.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 09.23 WIB, IHSG melemah 0,13% ke 7.036,08, menghentikan penguatan selama dua perdagangan terakhir. Sebelumya, sesaat setelah pembukaan pasar, IHSG sempat menguat ke 7.070,52.
Nilai transaksi bursa mencapai Rp2,35 triliun dan volume perdagangan 5,13 miliar saham. Sebanyak 237 saham naik, 190 turun, dan 197 stagnan.
Kendati melemah, dalam hitungan sepekan, IHSG masih naik 0,89%.
Saham emiten big cap, seperti PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), dilego investor hingga minus 1,20%. Saham duo bank, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) juga turun masing-masing 0,92% dan 0,60%.
Melihat kiblat bursa dunia, yakni Wall Street di Amerika Serikat (AS), investor akan sedikit tenang lantaran tiga indeks utamanya kompat naik sepekan lalu, mencoba rebound dari tren penurunan sejak awal Juni lalu.
Dow Jones naik 5,39%, SP&500 melesat 6,46%, dan Nasdaq terkerek 7,49% dalam perdagangan seminggu.
Saat ini, mengutip Reuters, investor AS tampaknya masih mengukur kapan pasar mencapai titik terendahnya (hit its bottom) setelah S&P 500 sempat mencatat penurunan hingga 20% sejak puncaknya Januari lalu alias masuk ke fase bear market (tren merosot).
Pada penutupan pasar Jumat pekan lalu (24/6), pasar Eropa juga semringah dengan indeks Stoxx600 melesat 2,6%, menjadi ‘hari terbaiknya’ selama 3 bulan terakhir, ditopang oleh sektor saham teknologi yang melesat 3,8%.
Selain terkait indeks bursa saham di kedua benua tersebut, investor akan menyimak sejumlah rilis data ekonomi makro negara-negara utama maupun dalam negeri.
Pertama, indeks keyakinan konsumen di Jerman dan Jepang yang akan dirilis pada Selasa dan Rabu minggu ini.
Kedua, sejumlah data inflasi negara-negara eropa utama, seperti Jerman (pada Rabu), Prancis (Kamis), dan Italia dan Uni Eropa (Jumat).
Ketiga, pidato para petinggi bank sentral. Pada Rabu Presiden Bank Sentral Eropa (ECB) Christine Lagarde dan Gubernur bank sentral Inggris (BOE) Andrew Bailey akan berpidato.
Tidak ketinggalan Ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell juga akan berpidato di hari yang sama.
Keempat, dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mempublikasikan data perkembangan Indeks Harga Konsumen alias inflasi Juni 2022.
Konsensus ekonom yang dihimpun Tradingeconomics memprakirakan, inflasi tahunan (yoy) RI akan naik menjadi 4,14%, dari angka sebelumnya 3,55%.
Naiknya inflasi Tanah Air tentu akan membuat investor kembali menunggu apakah Bank Indonesia (BI) akhirnya mulai mengerek suku bunga acuan atau masih akan menunggu sinyal lanjutan.
Sejauh ini pemerintah, salah satunya BI, masih pede dengan ekonomi RI di tengah tekanan eksternal dan naiknya inflasi dalam negeri.
Pada Kamis minggu lalu (23/6), BI kembali menahan suku bunga acuan di level 3,50%, terendah di dalam sejarah RI. Ini artinya, BI sudah menahan suku bunga selama 16 bulan.
Dalam bahasa BI di siaran pers, hal tersebut merupakan ‘sinergi menjaga stabilitas dan memperkuat pemulihan’ ekonomi.
BI bilang, keputusan tersebut “sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar, serta tetap mendukung pertumbuhan ekonomi, di tengah naiknya tekanan eksternal terkait dengan meningkatnya risiko stagflasi di berbagai negara”.
Kemudian, tren kenaikan harga komoditas, terutama kontrak berjangka batu bara, juga tidak luput dari perhatian investor. Harga batu bara masih meninggi imbas dari macetnya rantai pasokan di tengah kecamuk perang.
Per Jumat pekan lalu, kontrak batu bara Juli 2022 berada di level USD387/ton, mendekati level USD400/ton.
Faktor yang menyebabkan harga emas hitam ini berfluktuasi tak jauh-jauh dari permintaan yang naik karena negara-negara di Eropa yang memutuskan kembali menggunakan pembangkit batu bara.
Dikutip Montel News, negara di Eropa sebelumnya menggunakan gas untuk energi alternatif, namun pasokannya disetop oleh Rusia.
Perret Associates memprediksi impor batu bara dari negara Eropa akan mencapai 84 juta ton tahun ini, naik tajam dibanding tahun 2021 yang sebesar 58,5 juta ton.(*)
Editor : A.R Bacho