Berdasarkan tafsir dari ayat di atas, maka kurban sejatinya adalah sebuah upaya yang dilakukan oleh hamba Allah untuk mendekatkan dirinya kepada Sang Penciptanya yaitu Allah SWT. Syekh As-Sa’di menjelaskan bahwa kurban bermakna mendekatkan diri kepada Allah.
Oleh karenanya, dalam fiqh kurban dijelaskan bahwa hewan yang dikurbankan adalah hewan yang terbaik dan tanpa cacat. Semakin berkualitas hewan yang dikurbankan, maka semakin besar pahalanya.
Dalam syari’at terdahulu, seorang hamba dapat berkurban sesuai dengan hasil dari usaha yang dilakukannya. Seorang petani dapat berkurban dengan hasil pertanian yang terbaiknya, begitu pula seorang peternak dapat berkurban dengan hewan ternak terbaiknya.
Allah tidak melihat jenis dari kurban yang diberikan. Keputusan Allah menerima kurban yang berikan oleh hamba-Nya bergantung kepada ketaqwaannya.
Dalam kisah di atas, Habil berkurban dengan domba terbaik dari hasil peternakannya. Sementara itu, Qabil berkurban dengan buah-buahan terburuk dari hasil pertanian yang dilakukannya.
Allah menerima kurbannya Habil karena dia memberikan kurban yang terbaik dengan landasan taqwa. Allah menolak kurban dari Qabil karena dia memberikan kurban yang terburuk dan terpaksa dalam melakukannya.
Kurban bukan hanya sekedar menyembelih hewan kurban. Tapi pada saat yang bersamaan hendaknya kurban tersebut dilandasi oleh ketaqwaan kepada Allah SWT.
Makna taqwa dalam berkurban adalah berkurban dengan niat yang ikhlas karena Allah SWT, kemudian tata cara melaksanakannya mengikuti contoh dari Baginda Rasulullah SAW.
Allah SWT berfirman: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Hajj: 37).
Berdasarkan ayat-ayat di atas, maka rahasia kurban yang pertama adalah terkait dengan diterima atau ditolaknya kurban seseorang. Diterima atau ditolaknya kurban seseorang terletak pada ketaqwaanya.
Editor : Syahrir Rasyid