JAKARTA, iNewsSerpongid - Perkembangan teknologi telah membuat masyarakat lebih banyak menghabiskan waktu di dunia digital sehari-harinya. Mulai dari kegiatan jual beli, komunikasi, hingga portal kreasi, dunia digital menawarkan banyak hal untuk dieksplorasi.
Namun, dalam penggunaannya, sudah sewajarnya apabila dibuat batas-batas agar kegiatan di dunia digital tetap sesuai dengan nilai-nilai Pancasila selaku dasar negara Indonesia.
Kaprodi S1 Public Relations Universitas Kristen Satya Wacana Rini Darmastuti mengatakan, generasi milenial adalah sekelompok orang yang lahir setelah generasi X, sekitar 1980 hingga 2000-an. Generasi milenial memiliki beberapa karakteristik unik yang berbeda dari generasi lainnya, mulai dari ambisi yang kuat, sikap individualisme yang cukup tinggi, terbuka akan perubahan, hingga ketergantungan terhadap teknologi.
"Perkembangan informasi yang masif dan cepat di era generasi milenial disebut menjadi salah satu faktor penyebab tingginya sifat individualisme serta pudarnya rasa nasionalisme sekaligus patriotisme," ujar Rini melalui keterangannya belum lama ini.
Dia menambahkan, ini yang menjadi catatan untuk generasi milenial. Kita saat ini memang hidup di dunia digital, kita dituntut untuk memiliki budaya digital. Tetapi satu hal, karena Indonesia ini memiliki Pancasila yang menjadi dasar untuk hidup dan berbudaya digital.
Arthur Mandolang selaku Jawara Internet Sehat Provinsi Sulawesi Utara mengatakan, di Indonesia setidaknya terdapat 202,6 juta pengguna internet yang aktif dengan 345,3 jutanya sudah menggunakan ponsel pintar dan 61,8 persen merupakan pengguna aktif di media sosial.
Namun sayangnya, dunia internet saat ini semakin dipenuhi konten negatif seperti berita bohong, ujaran kebencian, radikalisme, bahkan praktik-praktik penipuan.
Menurut Arthur, masalah tersebut dapat diatasi apabila Pancasila dijadikan sebagai dasar dalam berinteraksi tidak hanya di dunia nyata, namun juga saat berinteraksi di dunia digital.
“Di sini saya akan membagikan tiga tips bagaimana kita mempraktikkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, jangan fokus menghafal namun mari mulai fokus memaknai dan menghayati Pancasila di kehidupan kita. Kedua, mari kita mulai mengimplementasikan di kehidupan sehari-hari, dimulai dari hal-hal sederhana. Setelah menghayati dan mengimplementasikannya, kita harus mengevaluasi mengenai kapan kita harus menggunakan Pancasila dan kapan tidak,” ujar Arthur.
Sementara itu, Erviana Hasan selaku jurnalis dan relawan Mafindo mengatakan, untuk memproduksi dan mendistribusi konten yang baik, diperlukan terlebih dahulu memahami. Sebab, memproduksi konten negatif merupakan pelanggaran hukum pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Teknik Elektronik (ITE).
Menurutnya, konten negatif yang diproduksi sulit dihapus jejak digitalnya sebab hingga kini belum ada cara yang efektif untuk menghapus jejak digital. Maka dari itu, apabila sudah terlanjur memproduksi konten negatif, sudah sepatutnya menghapus atau meralatnya, bukan justru menyebarkannya.
“Lalu apa hubungan konten media sosial dan karakter Pancasila? Dengan mengetahui dan memahami dampak dari konten negatif, kita dapat menyadari mengenai betapa pentingnya implementasi Pancasila dalam membuat konten di media sosial," kata dia. (*)
Editor : Syahrir Rasyid