Tanpa surat-surat tersebut, Mehran Karimi Nasseri tidak bisa diterima di Inggris maupun di Perancis. Ia pun hanya bisa terhenti di bandara karena tempat itu merupakan ruang internasional yang tidak didefinisikan sebagai sebuah negara.
Selama terjebak di bandara, Mehran Karimi Nasseri menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membaca dan mengamati orang-orang yang lalu lalang. Ia akan mengisi perutnya di McDonald’s dan mandi di toilet bandara. Sesekali ia akan menerima sumbangan.
Setelah bertahun-tahun menjalani hidup seperti itu, Mehran Karimi Nasseri mampu menarik perhatian seorang pengacara Hak Asasi Manusia (HAM) Perancis bernama Christian Bourguet. Pengacara tersebut bersedia membantu Mehran Karimi Nasseri menemukan negara yang dapat menerbitkan surat pengungsi.
Selama 10 tahun menangani kasus ini atau tepatnya pada tahun 1999, Christian Bourguet akhirnya mampu meyakinkan Belgia untuk memberikan surat pengungsi kepada Mehran Karimi Nasseri. Perancis juga memberikan izin tinggal kepadanya.
Namun anehnya, Mehran Karimi Nasseri malah menolak tawaran tersebut dan memilih untuk tetap tinggal di bandara. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa Mehran Karimi Nasseri diduga sudah gila selama berada di bandara.
Akan tetapi pada tahun 2006, Mehran Karimi Nasseri untuk pertama kalinya keluar dari bandara sejak tahun 1988 karena harus dirawat di rumah sakit. Ia akhirnya tinggal di kawasan penampungan pengungsi di Paris pada tahun 2008 hingga saat ini. (*)
Editor : Syahrir Rasyid