get app
inews
Aa Text
Read Next : Lawan Israel, Erdogan Serukan Dunia Islam Bentuk Aliansi

HIKMAH JUMAT : Ibumu, Ibumu, Ibumu

Jum'at, 23 Desember 2022 | 06:18 WIB
header img
Ibu harus berjuang antara hidup dan mati ketika melahirkan, bersusah payah menyusui, merawat dan membesarkan anaknya. (Foto : Ist)

Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma & Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina

KEDUDUKAN ibu dalam Islam sangatlah mulia, dan itu tak terbantahkan lagi. Baginda Rasulullah SAW memberikan tempat yang terhormat bagi seorang Ibu. Dalam sebuah hadits, Baginda Rasulullah SAW menyebut ibu lebih banyak daripada ayah.

Abu Hurairah RA menceritakan bahwa seseorang telah datang menemui Baginda Rasulullah SAW. Orang tersebut berkata: “Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?” Nabi SAW menjawab: “Ibumu!” Orang tersebut kembali bertanya: “Kemudian kepada siapa lagi?”

Nabi SAW menjawab: “Ibumu!” Orang tersebut bertanya kembali: “Kemudian kepada siapa lagi?” Beliau menjawab: “Ibumu!” Orang tersebut lalu bertanya lagi: “Kemudian kepada siapa lagi?” Nabi SAW menjawab: “Kemudian ayahmu!” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits di atas, seiring dan sejalan dengan adanya tiga kesulitan yang dialami oleh seorang ibu demi anaknya. Ibu mengalami kondisi yang susah payah dan terus bertambah pada saat mengandung anaknya. Ibu harus berjuang antara hidup dan mati ketika melahirkan anaknya. Kemudian ibu kembali bersusah payah menyusui, merawat dan membesarkan anaknya.

Allah SWT berfirman: “Dan kami perintahkah kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah, dan mengandungnya sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, hingga ketika ia mencapai usia dewasa dan mencapai usia empat puluh tahun, ia berkata:

“Wahai Tuhanku, anugerahkanlah taufik kepadaku supaya aku dapat mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan supaya aku dapat beramal shalih yang Engkau meridhainya. Dan perbaikilah bagiku dalam keturunanku. Sesungguhnya aku kembali kepada Engkau; dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri kepada Engkau.” (QS. Al-Ahqaf [46]: 16).

Alangkah naifnya kita, apabila setelah kita dewasa bahkan berpenghasilan, namun masih saja menjadi dan menambah beban bagi kedua orang tua kita, terlebih bagi ibu. Dulu mereka sibuk dan bersusah payah membesarkan kita, kini setelah kita berkeluarga dan memiliki keturunan, karena alasan kita bekerja, kembali mereka disibukkan oleh kita untuk mengurusi anak-anak kita.

Ada juga seorang anak yang dengan alasan kesibukannya, kemudian ibunya yang sudah tua renta akhirnya dititipkan di panti asuhan. Lebih dari itu, dari berbagai media massa kita sering mendapatkan informasi bahwa ada seorang anak yang menuntut ibunya ke pengadilan hanya karena harta. Ada juga seorang anak yang secara membabi buta tega membunuh ibunya.

Sejatinya, kita tidak akan pernah mampu membalas kebaikan yang pernah diberikan oleh seorang ibu. Setidaknya ada lima jenis air yang pernah diberikan ibu kepada anak-anaknya, dan itu tidak akan pernah dapat terbalaskan.


Sejatinya, tidak akan pernah mampu membalas kebaikan yang pernah diberikan oleh seorang ibu. (Foto : Ist)

Yang pertama adalah air ketuban. Dalam dunia kedokteran dijelaskan bahwa air ketuban memiliki berbagai fungsi yang sangat luar biasa bagi pertumbuhan janin di dalam rahim.

Di antara fungsi air ketuban adalah menjaga suhu di dalam rahim, melindung janin dari benturan, memberikan ruang gerak bagi janin, mencegah infeksi pada janin, hingga memberikan kenyamanan bagi janin.

Yang kedua adalah air berupa darah. Betapa luar biasanya perjuangan seorang ibu saat melahirkan anaknya. Darah mengalir deras dari seorang ibu saat berjuang melahirkan anaknya.

Tidak jarang akhirnya seorang ibu harus meregang nyawa saat melahirkan anaknya. Sungguh bukanlah perjuangan yang ringan dan biasa-biasa saja bagi seorang ibu saat melahirkan anaknya.

Yang ketiga adalah air susu ibu. Dengan adanya air susu ibu, seorang bayi yang terlahir ke muka bumi dapat tumbuh dan berkembang menjadi semakin besar.

Siang dan malam, di rumah maupun di luar rumah, ibu harus senantiasa siap siaga menyusui anaknya. Waktu istirahatnya berkurang, karena harus menyusui anaknya. Dua tahun lamanya rata-rata seorang ibu menyusui anaknya, kemudian menyapihnya.

Yang keempat adalah air keringat ibu pada saat mengurusi anaknya. Ketika anaknya masih bayi, ibu harus menjaga anaknya 24 jam penuh. Keringat ibu keluar bertambah deras tatkala anaknya tumbuh semakin besar.

Ibu harus menemani anaknya bermain dan berlari ke sana-ke mari. Belum lagi keringat yang harus dikeluarkan ibu saat melakukan aktivitas lain seperti memasak, bersih-bersih, mencuci hingga merapikan pakaian.

Yang terakhir adalah air mata ibu saat mendo’akan anaknya. Perjuangan seorang ibu belumlah usai ketika anaknya menjadi dewasa. Bisa jadi anaknya mungkin tidak lagi tinggal bersama ibunya, namun do’a ibu senantiasa bersama dengan anaknya dimana pun anaknya berada.

Tengah malam ibu senantiasa terbangun, berwudhu, shalat dua rakaat, kemudian bermunajat disertai dengan cucuran air mata memohon kepada Allah untuk kebaikan dan kesuksesan anak-anaknya.


Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : Dok Pribadi)

Begitulah kasih sayangnya seorang ibu kepada anaknya. Pepatah mengatakan: “Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah.” Pepatah tersebut memiliki makna bahwa kasih sayang seorang ibu kepada anaknya itu tak ada batasnya, tak akan pernah berakhir, laksana jalan yang tiada berujung. Namun sebaliknya, kasih sayang anak kepada ibunya sangatlah terbatas, laksana galah yang panjangnya dapat diukur.

Oleh karenanya, Islam mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berbakti kepada orang tua kita, khususnya ibu setiap saat. Bukan hanya pada saat hari ibu, yang di Indonesia diperingati setiap tanggal 22 Desember.

 Karena pada dasarnya penetapan hari ibu di Indonesia ditujukan untuk mengenang semangat kaum wanita Indonesia sekaligus ulang tahun Kongres Perempuan Indonesia.

Penetapan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu diputuskan oleh Presiden Soekarno melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 316 tahun 1959 tertanggal 16 Desember 1959. Pemilihan tanggal 22 Desember sebagai hari ibu karena Kongres Perempuan Indonesia pertama kali dilaksanakan pada tanggal 22 – 25 Desember 1928. Namun kini, makna hari ibu di Indonesia telah mengalami banyak perubahan.

Kembali kepada pokok bahasan kita, janganlah sekali-kali mengabaikan kesempatan yang Allah berikan kepada kita untuk mendapatkan surga-Nya Allah SWT melalui bakti kita kepada ibu. Dalam hadits dari Mu’wiyah bin Jahimah as-Salami bahwa Jahimah telah datang menemui Nabi SAW lalu berkata:

“Wahai Rasulullah, aku ingin pergi berjihad, dan sungguh aku datang kepadamu untuk meminta pendapatmu.” Beliau bersabda: “Apakah engkau masih memiliki ibu?” Ia menjawab: “Ya, masih.”

Beliau bersabda: “Hendaklah engkau tetap berbakti kepadanya, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya.” (HR. Nasa’i, Thabrani, dan Hakim).

Sementara itu, Ibnu Umar RA suatu ketika pernah bertanya kepada seseorang: “Apakah anda takut masuk neraka dan ingin masuk ke surga?” Orang itu menjawab: “Ya wahai Ibnu Umar.”

Ibnu Umar berkata: “Berbaktilah kepada ibumu. Demi Allah, jika engkau melembutkan kata-kata untuknya, memberinya makan, niscaya engkau akan masuk surga selama engkau menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Bukhari).    


Islam mengajarkan senantiasa berbakti kepada orang tua, khususnya ibu setiap saat. (Foto : Ist)

Wallahu a’lam bish-shawab.

          

Editor : Syahrir Rasyid

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut