Jawa Barat Penyumbang Angka Perceraian Tertinggi di Indonesia, Menyusul Jawa Timur dan Jawa Tengah

JAKARTA, iNewsSerpong.id - Terkuak, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah penyumbang angka  perceraian tertinggi di Indonesia.

Hal tersebut berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2021.

Baca Juga

Kasus Judi Online Anak di Jawa Barat, Catat Transaksi hingga Rp 49,8 Miliar

Dari data yang ada, Jawa Barat sebanyak 98.088 kasus, ditempel Jawa Timur dengan 88.235 kasus, dan Jmenyusul awa Tengah dengan 75.509 kasus. 

Lalu, kota mana saja dari tiga provinsi tersebut yang memiliki kasus perceraian tertinggi?

Kota dengan tingkat perceraian tertinggi di Indonesia

Baca Juga

Beromzet Ratusan Miliar Rupiah, Begini Modus Operandi Sindikat Judi Online Internasional

1. Indramayu, Jawa Barat

Indramayu menduduki posisi pertama sebagai kota dengan angka perceraian tertinggi di Indonesia. Pada tahun 2021, sebanyak 8.026 kasus perceraian yang tercatat di Pengadilan Agama setempat.

Berbagai faktor menjadi penyebab tingginya angka perceraian di Indramayu. Namun, faktor ekonomilah yang paling mendominasi.

Baca Juga

Polisi Tangkap Anggota Sindikat Judi Online Kamboja di Ciamis, Sita 5 Deposito Senilai Rp356 Miliar

2. Bandung

Selain Indramayu, terdapat satu kota lain di Jawa Barat yang mendulang predikat yang sama. Kota tersebut adalah Bandung dengan jumlah perceraian yang mencapai 7.888 kasus. 

Angka tersebut meningkat tajam sejak pandemi covid-19 merebak. Hal itu terjadi lantaran pandemi cukup menggoncang perekonomian masyarakat yang berujung pada perpisahan suami istri di Bandung.

Baca Juga

Isu Jokowi Dukung Ridwan Kamil untuk Jegal Anies Baswedan di Pilgub Jakarta Berhembus Kencang

3. Surabaya

Surabaya menjadi salah satu kota dengan angka perceraian tertinggi di Indonesia. Sebanyak 6.966 kasus perceraian yang tercatat di Pengadilan Agama pada 2021.

Ketua Pengadilan Agama Surabaya, Samarul Falah mengungkapkan bahwa kasus yang ada didominasi oleh cerai gugat. Sementara itu, perceraian tersebut banyak disebabkan karena perselisihan dan faktor ekonomi.

Editor : Syahrir Rasyid