JAKARTA, iNewsSerpong.id - Syaikh Abdul Wahab bin Ahmad Sya'roni (1493-1565), ulama Mesir bermazhab Syafi'i dalam kitabnya Al-Mizan Al-Kubro menceritakan kisah Imam Syafi'i dan pandangannya terhadap ulama yang kaya raya.
Ulama sufi yang menguasai ilmu fiqih dan tasawuf ini menyampaikan sebuah ilmu hikmah yang sangat mudah dicerna. Sudah masyhur bahwa Imam Syafi'i adalah ulama yang zuhud (meninggalkan kemewahan dunia). Beliau awalnya iskal (janggal) kepada orang saleh yang kaya. Bahkan kepada salah satu gurunya, Imam Malik.
Imam Malik, ulama yang kaya raya di Kota Madinah, pakaiannya selalu bagus, berpenampilan perlente, karpet di rumahnya mewah. Melihat itu, sang Imam sempat iskal, "Orang saleh kok memiliki harta banyak." demikian kata Imam Syafi'i dalam hati.
Imam Malik tahu apa yang jadi kerisauan muridnya, setelah hampir 3 tahun belajar Kitab Al-Muwatta' kepada Imam Malik, Imam Syafi'i bertanya: "Aku sudah selesai belajar kepadamu Syaikh. Lalu kepada siapa lagi aku akan belajar?"
Imam Malik berkata: "Seandainya Imam Abu Hanifah masih hidup, belajarlah kepadanya. Tapi karena beliau sudah wafat, belajarlah kepada muridnya. Namanya Muhammad bin Hasan Al- Saibani di Irak," jawab Imam Malik.
Untuk diketahui, Imam Abu Hanifah wafat pada Tahun 150 H bertepatan dengan tahun lahirnya Imam Syafi'i.
Singkat kisah, Imam Syafi'i pun pergi belajar ke kediaman Muhammad bin Hasan di Irak. Imam Malik memberikan beberapa Dinar kepada Imam Syafi'i sebagai bekal untuk belajar. Jumlahnya cukup banyak bila dihitung dengan kurs rupiah sekarang. Uang yang diberikan Imam Malik senilai kurang lebih Rp60 juta.
Imam Syafi'i mulai berpikir, "Guru-guruku yang lain yang miskin tak pernah memberiku bekal seperti ini. Jangan-jangan orang saleh yang punya uang banyak itu memang lebih baik."
Kendati demikian, Imam Syafi'i masih iskal pada orang saleh yang kaya. Dalam pikirannya, idealnya orang saleh tak perlu memikirkan dunia dan hidup sederhana. Sesampainya di Irak dan bertemu dengan Syaikh Muhammad bin Hasan, Imam Syafi'i makin terperangah melihat di meja tamu rumah Syaikh Muhammad bin Hasan, ada kepingan-kepingan emas.
Muhammad bin Hasan biasa menghitung hartanya di ruang tamu. Imam Syafi'i semakin iskal, ternyata calon gurunya lebih kaya dari Imam Malik. Gelagat tidak senang Imam Syafi'i dapat dibaca oleh Muhammad bin Hasan.
"Kamu tak senang ada orang saleh yang kaya ?" tanya Muhammad bin Hasan. "Ya saya kurang suka," jawab Imam Syafi'i.
"Ya sudah, kalau begitu aku berikan saja hartaku ini kepada orang yang ahli maksiat. Bagaimana?"
"Waduh. Jangan begitu, Syaikh. Malah bahaya nanti kalau uangnya diberikan ke ahli maksiat," sergah Imam Syafi'i.
"Bila demikian, berarti tak apa-apa kan bila ada hamba Allah yang saleh kaya?" tanya Muhammad bin Hasan lagi.
Imam Syafi'i menjawab, "Ya. Tidak masalah Syaikh. Dari pada Anda diberikan kepada ahli maksiat malah digunakan hal-hal yang berdosa, malah mudharat."
Begitulah sekilas perbincangan keduanya. Setelah kejadian itu, Imam Syafi'i tak lagi memiliki pikiran "sinis" kepada orang saleh yang kaya.
Editor : Syahrir Rasyid