JAKARTA, iNewsSerpong.id - Sedih bercampur bahagia dirasakan keluarga para jamaah haji 2023 sekembalinya ke Indonesia setelah menunaikan Rukun Islam kelima.
Begitu pula dirasakan keluarga jamaah haji Indonesia berdomisili di kawasan Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Adalah pasangan suami istri lanjut usia (lansia) Sapiih bin Haji Usman dan Nasua. Keduanya berangkat ke Tanah Suci bersama rombongan jamaah lainya Kloter 56 JKG dari KBIH Al Awwabin, Gandaria, Jakarta Selatan.
Sementara suaminya Haji Sapiih meninggal dunia di Tanah Suci Madinah, Arab Saudi. Kesedihan keluarga yang menunggu di Jakarta memuncak begitu mengetahui orang yang dikasihi itu wafat hanya dalam hitungan beberapa jam saja menjelang keberangatan pulang, kembali ke Jakarta.
Tangis memilukan saat video call via Whatasapp keluarga di Jakarta dengan Hajjah Nasua di sebuah kamar di Hotel Grand Luxury Madinah saat pertama kali mengabarkan kabar duka itu.
Ya, Haji Sapiih wafat di dalam kamar hotel tempatnya menginap saat di Madinah. Dia wafat dalam keadaan terbaring di rajang kasur tempatnya beristirahat.
"Abi (Haji Sapiih) sudah gak ada lagi, sudah meninggal," sebut Hajjah Nasua via sambung video call menyampaikan dengan nada suara lirih bergetar dan meneteskan air matanya, Kamis, 22 Juli 2023 atau 9 Muharram 1445 Hijriah.
Ini kesedihan paling terberat dirasakan keluarga tersebut. Bayangkan saja dalam hitungan beberapa jam saja akan kembali ke Jakarta, terjadi hal yang sama sekali di luar dugaan.
Namun apa sebenarnya ibroh, pelajaran dan hikmah dari peristiwa tersebut.
Terdapat anjuran untuk mati di tempat mulia dan memakamkan jenazah di tempat mulia, yang memiliki keistimewaan. Seperti di tanah suci Makkah atau Madinah.
Dalam hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَمُوتَ بِالْمَدِينَةِ فَلْيَمُتْ بِهَا ؛ فَإِنِّي أَشْفَعُ لِمَنْ يَمُوتُ بِهَا
Siapa yang bisa meninggal di Madinah, silahkan meninggal di Madinah. Karena aku akan memberikan syafaat bagi orang yang meninggal di Madinah. (HR. Turmudzi 3917, dishahihkan an-Nasai dalam Sunan al-Kubro (1/602) dan al-Albani )
Simak keterangan at-Thibby,
أمر بالموت بها وليس ذلك من استطاعته ، بل هو إلى الله تعالى ، لكنه أمر بلزومها والإقامة بها بحيث لا يفارقها ، فيكون ذلك سببا لأن يموت فيها
“Mati di Madinah, itu di luar kemampuan manusia. Akan tetapi itu kembali kepada Allah. Sehingga makna hadis ini adalah perintah untuk tinggal menetap di Madinah, berusaha tidak meninggalkan kota ini. Sehingga ini menjadi sebab untuk bisa mati di Madinah. ” (Tuhfatul Ahwadzi, 10/286)
Al-Munawai menukil keterangan as-Syamhudi,
وفيه بشرى للساكن بها بالموت على الإسلام لاختصاص الشفاعة بالمسلمين ، وكفي بها مزية ، فكل من مات بها فهو مبشر بذلك
Dalam hadis ini terdapat kabar gembira bagi orang yang tinggal di Madinah, mereka akan mati muslim. Karena syafaat hanya akan diberikan kepada kaum muslimin. Dan itu menjadi keistimewaan tersendiri. Karena setiap orang yang mati di Madinah, dia mendapat kabar gembira untuk itu. (Faidhul Qadir, 6/70).
Ustaz Ammi Nur Baits melanjutkan di antaranya Nabi Musa ‘alahis salam. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan permintaan Musa ‘alaihis salam ketika didatangi malaikat maut,
سَأَلَ اللَّهَ أَنْ يُدْنِيَهُ مِنْ الْأَرْضِ الْمُقَدَّسَةِ رَمْيَةً بِحَجَرٍ
Beliau memohon kepada Allah, agar kematiannya di dekatkan dengan tanah suci (baitul maqdis) sejauh lemparan kerikil. (HR. Bukhari 1339 & Muslim 2372)
Ibnu Batthal menjelaskan,
معنى سؤال موسى أن يدنيه من الأرض المقدسة – والله أعلم – لفضل من دُفن في الأرض المقدسة من الأنبياء والصالحين ، فاستحب مجاورتهم في الممات ، كما يستحب جيرتهم في المحيا
Makna permintaan Musa agar kematiannya di dekatkan dengan tanah suci adalah karena adanya keutamaan orang yang dimakamkan di tanah suci, seperti para nabi dan orang soleh lainnya. Sehingga dianjurkan untuk mati di dekat mereka, sebagaimana dianjurkan untuk berdampingan dengan mereka ketika hidup. (Syarh Shahih Bukhari, 3/325)
Demikian pula yang dilakukan Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu . Beliau pernah berdoa,
اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي شَهَادَةً فِي سَبِيلِكَ ، وَاجْعَلْ مَوْتِي فِي بَلَدِ رَسُولِكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ya Allah, berikanlah aku anugrah mati syahid di jalan-Mu, dan jadikanlah kematianku di tanah Rasul-Mu shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari 1890)
Kata an-Nawawi,
يستحب طلب الموت في بلد شريف
Dianjurkan untuk meminta mati di daerah yang mulia. (al-Majmu’, 5/106).
Umar juga memohon, agar jenazahnya dimakamkan di samping makam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar as-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
Seperti itu pula yang dilakukan sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash dan Said bin Zaid. Diceritakan oleh Imam Malik, bahwa beliau meninggal di daerah Aqiq, lalu jenazahnya dipindah ke Madinah, dan dimakamkan di Madinah. (al-Muwatha’, 2/325 dan dishahihkan Ibnu Abdil Bar dalam al-Istidzkar).
Namun balutan bahagia terasa menyelimuti keluarga mengingat wafatnya Haji Sapiih saat masih berada di tanah yang suci, Madinah serta dimakamkan di makam Baqi. Aeal pemakaman yang terdapat jasad sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta