get app
inews
Aa Read Next : Jadi Alternatif Pengganti Minyak Sawit, RI Mulai Produksi Massal Minyak Makan Merah Januari 2023

Ini Fakta Kelangkaan Minyak Goreng Di Ritel Modern Hingga Harga Meroket

Senin, 31 Januari 2022 | 05:50 WIB
header img
Fakta di Balik Harga Minyak Goreng hingga Langka di Ritel Modern. (Foto: MNC Media)

JAKARTA, iNewsSrpong.id – Pemerintah terus menekan harga minyak goreng yang masih tinggi, bahkan ditetapkan harga eceran tertinggi, namun masalah baru muncul kelanggkaan terjadi diritel modern. Meski ada, harganya belum terjangkau. Mirisnya pasar tradisional hingga warung0warung kecil tidak kecipratan minyak goreng subsidi untuk dijual kembali.

Ada beberapa penyebab harga minyak goreng meningkat. Pertama, peningkatan harga CPO. Meski Indonesia merupakan penghasil sawit terbesar, namun harga ditentukan oleh mekanisme pasar dunia. Sehingga apabila terjadi kenaikan harga CPO internasional maka harga dalam negeri akan ikut meningkat.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, produksi minyak goreng di Indonesia memang masih bergantung pada harga CPO dunia.

Dalam operasional industri minyak goreng, beban biaya CPO berkisar 65-70% dari harga pabrik minyak goreng. Akibatnya, apabila harga CPO naik, maka harga minyak goreng juga ikut melambung.

"Sisanya biaya transport, produksi, kemasan, dan lainnya," ujarnya baru-baru ini.

Kedua, jumlah permintaan yang meningkat akibat pemulihan ekonomi di Indonesia dan negara-negara lain. Sementara dari sisi produksi tidak dapat mengikuti kecepatan dari permintaan tersebut. Produksi minyak sawit relatif stagnan karena berbagai faktor seperti cuaca, keterbatasan pupuk dan kelangkaan tenaga kerja.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) di tahun 2021 mencapai 46,88 juta ton atau 0,31% lebih rendah dari pencapaian tahun 2020 sebesar 47,03 juta ton.

Adapun konsumsi minyak sawit dalam negeri 2021 mencapai 18,42 juta ton atau 6% lebih tinggi dari konsumsi tahun 2020 sebesar 17,35 juta ton. Konsumsi untuk pangan naik 6%, oleokimia naik 25%, dan biodiesel naik 2% dari tahun 2020.

Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan, produksi minyak sawit 2021 menunjukkan adanya anomali. Semester kedua yang biasanya lebih tinggi dari semester pertama di tahun 2021 justru lebih rendah.

"Oleh sebab itu, produksi semester I 2022 akan menjadi petunjuk apakah penurunan produksi akan terus berlanjut atau akan terjadi kenaikan. Pemupukan yang terkendala di tahun 2021 akibat kelangkaan dan kenaikan harga pupuk akan mempengaruhi produktivitas dan produksi 2022," ujarnya.

Editor : A.R Bacho

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut