Ternyata Bahaya Bagi Kesehatan! BPOM Sita Kopi Ilegal Berbahan Parasetamol dan Slidenafil

JAKARTA, iNewsSerpong.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), mengamankan temuan produk illegal, berupa obat tradisional dan pangan illegal dalam bentuk kopi yang mengandung bahan kimia obat.

Obat tradisional dan hasil pangan yakni kopi yang dibuat di sarana produksi illegal di Bandung dan Bogor tersebut, diketahui mengandung kandungan bahan kimia obat,Sildenafil dan Parasetamol di dalamnya.

Baca Juga

Tekad Taruna Ikrar: Harga Obat Murah Menjadi Kenyataan Bukan Sekadar Mimpi

“Ditemukan sarana ilegal yang tidak hanya meproduksi obat tradisional yang mengandung bahan kimia obat, tapi juga produk pangan dalam bentuk kopi yang mengandung sildenafil dan parasetamol,” ujar Kepala Badan POM RI, Penny Lukito, dalam konferensi pers Hasil Operasi Penindakan Produk Ilegal, Jumat (4/3/2022).

Dibuat sembarangan, tak memenuhi indikator syarat produksi obat tradisional dan pangan yang baik. Resiko kesehatan mengintai produk-produk illegal tersebut, karena adanya penggunaan yang tidak tepat dari bahan kimia obat tersebut.

Baca Juga

Tingkatkan Reputasi Global, BPOM Targetkan Masuk WHO Listed Authority

“Risiko dari penggunaan dan waktu yang tidak tepat, bisa berupa gangguan jantung, gangguan hati, sakit ritme jantung, dan berpengaruh juga ke kesehatan alat reproduksi,” tambah Penny.

Tak hanya, itu selain risiko kesakitan, Penny menyebut resiko fatal seperti kematian juga menjadi salah satu dampak dari konsumsi obat tradisional dan kopi yang mengandung sildenafil dan parasetamol tersebut.

“Penyakit kanker juga dimungkinkan tentunya, bahkan bisa menyebabkan kematian,” imbuhnya lagi.

Baca Juga

Kepala BPOM Singgung Ulah Mafia, Obat di Indonesia 400 Persen Lebih Mahal Dibanding di Luar Negeri

Dari temuan operasi Badan POM terkait obat tradisional dan produk pangan (kopi) yang mengandung bahan kimia obat ini ditaksir dengan nilai total ekonomi mencapai Rp 1 ½ miliar.

“Totalnya nilai ekonominya perkiraan Rp1 1,5milyar, tapi saya kira bukan hanya nilai ekonomi saja, tapi juga rentetan nilai-nilai keekonomian yang tak terhitung dalam hal ini,” tutup Penny. (*)

Editor : Syahrir Rasyid