Penulis : Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Umum Yayasan Bina Insan Madinah Catalina; Ketua PCM Pagedangan, Tangerang.
PEMILIHAN KEPALA Daerah (Pilkada) telah berlalu. Walaupun masih menunggu hasil real count yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), namun beberapa pasang calon Kepala Daerah telah yakin bahwa mereka memenangi kontestasi Pilkada 2024 berdasarkan hasil quick count.
Jika merujuk kepada Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, maka pemenang kontestasi Pilkada adalah mereka yang berdasarkan hasil rekapitulasi KPU memiliki jumlah suara terbanyak, dan tidak ada gugatan perselisihan hasil pemilihan yang diajukan ke MahkamahKonstitusi (MK) dalam batas waktu yang ditentukan.
Namun, jika ada gugatan yang diajukan ke MK, maka pasangan calon yang dinyatakan sebagai pemenang kontestasi Pilkada adalah mereka yang berdasarkan proses persidangan dinyatakan sebagai pemenang oleh MK. Keputusan MK ini bersifat final dan mengikat.
Terlepas dari peraturan perundang-undangan yang ada tentang Pilkada di republik ini, dalam ajaran Islam kepemimpinan adalah sebuah amanah yang harus dijalankan dengan adil, penuh tanggung jawab, dan mengutamakan kesejahteraan rakyat.
Siapa pun pemenangnya nanti, maka konsep dan ajaran Islam tentang kepemimpinan di atas, wajiblah dijadikan sebagai pedoman bagi para Kepala Daerah terpilih dalam menjalankan amanahnya. Jika konsep tersebut dilupakan atau ditinggalkan, maka bisa jadi Kepala Daerah tersebut tergolong sebagai pemimpin yang zalim.
Pemimpin yang zalim adalah pemimpin yang menggunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, menyengsarakan rakyat, serta melanggar hukum Allah. Selain itu, pemimpin zalim adalah pemimpin yang tidak adil, menyalahgunakan kekuasaan, menindas rakyat, dan tidak suka jika ada yang menasihati atau mengkritisi kepemimpinannya.
Salah satu contoh kebijakan pemimpin yang berpotensi menzalimi rakyat adalah kasus Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN). Proyek yang seharusnya berdampak positif terhadap rakyat, namun kenyataan di lapangannya cenderung merugikan rakyat kecil di kawasan tersebut.
Untuk itu, jika ada Kepala Daerah terpilih yang menjadi pemimpin zalim, maka kita tidak boleh mendukung kepemimpinannya. Hal ini sejalan dengan penegasan yang disampaikan oleh Allah Ta’ala melalui firman-Nya yang artinya: “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka...” (QS. Hud [11]: 113).
Dr. Abidin, S.T., M.Si. (Foto : iNewsSerpong)
Dampak Buruk Pemimpin Zalim
Pemimpin yang zalim merusak tatanan kehidupan masyarakat, sehingga kehidupan rakyatnya penuh dengan ketidakadilan dan kesengsaraan. Dengan kata lain, pemimpin yang zalim menyebabkan kehidupan di dunia ini menjadi tidak berkah.
Baginda Rasulullah SAW telah memberikan peringatan bagi para pemimpin yang zalim melalui sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad sebagai berikut: “Pemimpin yang paling dibenci oleh Allah adalah pemimpin yang zalim dan kejam.”
Tidak hanya urusan di dunia, bahkan kesengsaraan akan terus berlanjut dan dirasakan oleh pemimpin zalim hingga nanti di negeri akhirat. Bisa jadi pemimpin zalim ketika berkuasa di dunia dapat membungkam dan menghukum orang-orang yang menentangnya. Tapi nanti di akhirat, Allah Ta’ala telah memberikan ancaman keras kepadanya.
Perhatikan firman Allah Ta’ala yang artinya: “Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak.” (QS. Ibrahim [14]: 42).
Kezaliman seorang pemimpin, dapat menyebabkan pemimpin tersebut tidak mendapatkan perlindungan dari Allah Ta’ala di hari kiamat. Hal ini berbanding terbalik dengan pemimpin yang adil, yang dijamin oleh Baginda Rasulullah SAW akan mendapatkan perlindungan dari Allah Ta’ala.
Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan-Nya pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-Nya. (Yaitu) pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, ....”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Pemimpin yang zalim merusak tatanan kehidupan masyarakat dan menyebabkan kehidupan di dunia ini menjadi tidak berkah. (Foto: Ist)
Kehancuran Pemimpin Zalim
Sejarah membuktikan bahwa kepemimpinan yang didasarkan pada kezaliman tidak bertahan lama. Allah Ta’ala mengabadikan kisah para pemimpin zalim di dalam Al-Qur’an untuk dijadikan sebagai pelajaran bagi siapa pun yang mau mengambil pelajaran.
Salah satu pemimpin yang zalim yang kisahnya diabadikan dalam Al-Qur’an adalah kisah Raja Namrud dari Babilonia yang berkuasa di masa Nabi Ibrahim A.S. Raja Namrud adalah sosok pemimpin yang congkak, menindas rakyatnya, bahkan mengaku bahwa dirinya adalah Tuhan.
Atas kezalimannya itu, Allah Ta’ala mengirim Nabi Ibrahim A.S. untuk menyampaikan kebenaran, tetapi Namrud menolak dan bahkan menantang kekuasaan Allah Ta’ala. Allah Ta’alaberfiman yang artinya:
“Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah menganugerahkan kepadanya (orang itu) kerajaan (kekuasaan), (yakni) ketika Ibrahim berkata, “Tuhankulah yang menghidupkan dan mematikan.” (Orang itu) berkata, “Aku (pun) dapat menghidupkan dan mematikan.”
Ibrahim berkata, “Kalau begitu, sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Akhirnya, bingunglah orang yang kufur itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.” (QS. Al-Baqarah [2]: 258).
Allah Ta’ala akhirnya menghancurkan Raja Namrud melalui cara yang sangat sederhana. Allah Ta’ala mengirimkan nyamuk kecil yang masuk ke dalam hidungnya hingga ia meninggal dalam kesengsaraan.
Kisah di atas mengajarkan bahwa kezaliman sekecil apa pun, akan berakhir dengan kehancuran.Ingatlah wahai para pemimpin, bahwa sangat mudah bagi Allah Ta’ala menghancurkan kezaliman di dunia ini jika Dia berkehendak. Jika tidak dihancurkan di dunia, maka bersiaplah karena siksa di akhirat sudah menantimu.
Terkait dengan pemimpin yang zalim, maka kita pun sebagai rakyat biasa memiliki tugas yang setara dengan jihad. Baginda Rasulullah SAW bersabda: “Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Dawud).
Demikian pula dengan kontestasi Pilkada yang baru saja berlalu, penting kiranya kita mengambil pelajaran bahwa ketika kita salah memilih pemimpin, hanya karena mendapatkan amplop serangan fajar atau serangan dhuha, maka bersiaplah dengan penderitaan demi penderitaan, yang mungkin tidak hanya dirasakan dalam kurun waktu 5 tahun.
Oleh karena itu, sebagai rakyat biasa kita wajib lebih selektif dalam memilih calon pemimpin atau pun wakil rakyat. Pilihlah pemimpin atau wakil rakyat yang adil dan berintegritas sebagai bentuk tanggung jawab dan ikhtiar kita untuk mendapatkan pemimpin atau wakil rakyat yang terbaik. (*)
Sejarah membuktikan bahwa kepemimpinan yang didasarkan pada kezaliman tidak bertahan lama. (Foto: Ist)
Wallahu a’lam bish-shawab.
Editor : Syahrir Rasyid