HIKMAH JUMAT : Lagi-lagi Korupsi
Dr. Abidin, S.T., M.Si. -- Dosen Universitas Buddhi Dharma; Ketua Yayasan Bina Insan Madinah Catalina; Ketua PCM Pagedangan, Tangerang
SELASA, 17 JUNI 2025 yang lalu, Kejaksaan Agung melakukan konferensi pers terkait korupsi yang dilakukan terdakwa korporasi Wilmar Group. Pengungkapan kasus korupsi ini merupakan yang terbesar dalam sejarah kelam korupsi di Indonesia, dengan nilai Rp. 11.880.351.802.619.
Sungguh angka yang sangat fantastis bukan? Uang sebanyak itu, kalau dibelikan es cendol Bandung seharga Rp. 10.000/gelas, kemudian dibagikan kepada seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 286 juta jiwa, maka masing-masing penduduk bisa minum 4 gelas cendol.
Kesal, sedih, bahkan bisa jadi sudah kehilangan kata-kata (speechless) jika mendengar kasus korupsi yang lagi dan lagi terjadi bahkan semakin merajalela. Korupsi bukan hanya persoalan hukum atau ekonomi, tetapi juga masalah moral dan spiritual yang sangat serius dalam pandangan Islam.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, korupsi menjadi salah satu faktor utama penghambat kemajuan dan penyebab kehancuran masyarakat. Islam, sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam, telah memberikan panduan tegas dalam mencegah dan memberantas korupsi.
Secara umum, korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk keuntungan pribadi, baik berupa suap, penggelapan, mark-up, maupun bentuk lain yang merugikan hak publik. Dalam Islam, tindakan seperti ini masuk ke dalam kategori ghulul (penggelapan), risywah (suap), dan khianah (pengkhianatan terhadap amanah).
Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat mengecam tindakan korupsi dalam banyak ayat di dalam Al-Qur’an. Salah satunya terdapat pada surat Al-Baqarah [2] ayat 188 yang artinya:
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (jangan pula) kamu menyuap para hakim dengan maksud untuk memakan sebagian dari harta orang lain dengan (berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.”
Ayat ini menunjukkan bahwa suap dan pemanfaatan kekuasaan untuk merampas hak orang lain merupakan bentuk kezaliman dan dosa besar. Korupsi dalam bentuk apa pun merupakan tindakan makan harta orang lain secara tidak sah.
Baginda Rasulullah SAW juga telah memperingatkan dengan keras tentang pengkhianatan terhadap amanah dan penggelapan harta melalui sabdanya:
"Barang siapa yang kami angkat untuk mengurusi suatu pekerjaan, lalu dia menyembunyikan sesuatu darinya (untuk dirinya sendiri), maka itu adalah ghulul (penggelapan), yang akan ia bawa pada hari kiamat." (HR. Muslim).

Pada hadits yang lain, Baginda Rasulullah SAW juga bersabda: "Laknat Allah terhadap pemberi suap dan penerima suap." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Hadits-hadits ini menunjukkan betapa kerasnya ancaman bagi pelaku korupsi dalam Islam. Tidak hanya pelaku, tetapi juga pemberi dan penerima suap sama-sama dilaknat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Perilaku korup dari para pejabat publik yang disokong oleh para pengusaha nakal, jelas bukan tanpa sebab. Mereka melakukan korupsi bukan karena mereka atau keluarganya kurang makan, bukan pula karena miskin. Kehidupan mereka sudah di atas rata-rata, bahkan termasuk memiliki kehidupan yang mewah.
Namun, keserakahannyalah yang membuat mereka berperilaku korup. Mereka tidak puas dan tidak bersyukur dengan apa yang mereka miliki saat ini. Andaikan mereka sudah memiliki emas satu lembah, pasti mereka mau menambahnya lagi. Baginda Rasulullah SAW bersabda:
“Seandainya manusia diberi satu lembah penuh dengan emas, ia tentu ingin lagi yang kedua. Jika ia diberi yang kedua, ia ingin lagi yang ketiga. Tidak ada yang bisa menghalangi isi perutnya selain tanah. Dan Allah Maha Penerima taubat siapa saja yang mau bertaubat.” (HR. Bukhari).
Inilah penyebab perilaku korupsi yang dilakukan oleh para koruptor. Bukan karena mereka tidak paham, bukan juga karena mereka tidak berpendidikan, tetapi karena mereka terjebak dalam perlombaan kemegahan hidup di dunia yang fana ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat At-Takatsur (102), ayat 1 – 8, yang artinya: “Bermegah-megahan telah melalaikanmu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui.”
“Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti, niscaya kamu akan benar-benar melihat neraka Jahim, kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri, kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu).”

Perilaku korup, memberikan dampak yang tidak sedikit bagi kehidupan bermasyarakat. Dampak dari korupsi bagi kehidupan di antaranya, yang pertama, dapat merusak keadilan dan kepercayaan publik. Korupsi menyebabkan ketimpangan sosial, hilangnya keadilan, dan pudarnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi.
Selanjutnya, korupsi juga menghambat pembangunan. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan justru dinikmati oleh segelintir orang. Selain itu, korupsi juga mengundang azab dan kemurkaan Allah.
Negara yang dipenuhi korupsi akan menuai kerusakan moral dan sosial, sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia...” (QS. Ar-Rum [30]: 41).
Untuk itu, Islam mendorong adanya transparansi dan akuntabilitas dari setiap pemimpin atau pejabat publik. Islam menekankan pentingnya kejujuran dan pertanggungjawaban. Seorang pemimpin atau pejabat publik dituntut untuk amanah.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam mencegah korupsi di antaranya adalah dengan menanamkan nilai-nilai aqidah sejak dini, menanamkan rasa takut dan berharap hanya kepada Allah, serta pendidikan moral dan akhlak dalam keluarga dan di sekolah.
Selain itu, pencegahan dan pemberantasan korupsi juga harus diikuti oleh penerapan hukum yang tegas tanpa pandang bulu, transparansi dalam pengelolaan harta dan kekuasaan para pejabat publik, serta peran masyarakat dalam mengawasi para pemimpin dan pejabat publik.
Korupsi adalah musuh bersama umat manusia yang harus diperangi dengan kesadaran spiritual dan sosial. Islam telah memberikan solusi yang jelas melalui ajaran Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Tugas kita bersama adalah menegakkan nilai-nilai kejujuran, amanah, dan keadilan dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat.
Negara yang bebas korupsi adalah negara yang diridhai Allah dan diberkahi kehidupan masyarakatnya. Semoga kita termasuk golongan yang menjauhi perbuatan zalim ini dan menjadi bagian dari solusi, bukan justru pelaku kerusakan tatanan kehidupan. (*)

Wallahu a’lam bish-shawab.
Editor : Syahrir Rasyid